Halaman 49

1.7K 117 4
                                    

Mobil berhenti di kontrakan Toni lebih dulu karena memang lebih dekat dari rumah sakit. Harusnya Syafiq mengantarkan Ellia lebih dulu agar tidak berkhalwat atau berduaan, tapi ia sengaja. Syafiq ingin bicara empat mata dengan Ellia.

Mobil berjalan kembali. Mereka sama-sama diam. Ellia yang duduk di jok belakang pura-pura sibuk dengan ponselnya. Tak lama kemudian Syafiq membelokkan mobilnya ke arah sebuah restoran. Mobil berhenti dan Ellia melihat ke luar, ini bukan rumahnya.

"Kita makan dulu. Kau belum makan dari tadi siang.."

Ellia mendengus," Saya makan di rumah."

"Ya sudah, tunggulah di mobil."

Syafiq turun, masuk ke restoran.

Betul juga. Perut Ellia melilit. Tapi ia akan tahan. Ia tak mau terlalu menikmati perhatian dari suami orang. 15 menit kemudian Syafiq kembali. Syafiq menyerahkan paperbag hijau kepada Ellia.

"Kenapa buat saya?" tanya Ellia bingung menerimanya.

Syafiq diam saja dan kembali mengemudikan mobilnya.

Ellia diam-diam memperhatikan lelaki di depannya. Lelaki yang datang tiba-tiba di kehidupannya, meski ia tolak tapi hadir lagi karena takdir, dan atas takdir juga lelaki rupawan itu pergi dengan tiba-tiba. Saat ia berdoa, ada sisipan tanda tanya, sebenarnya apa yang takdir lakukan padanya?

Mobil berhenti lagi. Bukan rumah Ellia lagi. Ini taman kota. Saat malam air mancur dan lampu-lampu hiasnya membuat pemandangan indah.

"Kenapa kesini? Saya ingin segera pulang." Ellia terlihat serius.

"Aku ingin bicara sebentar... " suara lembut itu mengalun.

Oh, Tuhan..... batin Ellia mengendalikan jantungnya.

"Saya menolak. Kalau Gus keberatan mengantar saya pulang, saya bisa pulang sendiri." Ellia membuka pintu. Gagal. Syafiq menguncinya.

Ellia marah," Apa mau Gus sebenarnya? Bicara berdua? Dalam mobil? Gus masih belum sadar? Njenengan sudah beristri dan... "

"Bisakah kali ini aku yang bicara, El ? " potong Syafiq.

Ellia merasa kesal. Kesal karena Syafiq membuatnya sulit mengontrol gejolak hatinya.

Syafiq menunduk. Tangan kanannya memainkan cincin perak yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Hatinya kacau, tapi ia memang harus bicara.

"Bukan hanya kau yang menderita dengan kegagalan itu..... "

Deg ! Syafiq mengungkit hal itu. Ellia bersiap. Ia pasti akan meledak. Ia dekap tasnya erat-erat.

Syafiq melanjutkan, " ..... Mengetahui bahwa aku telah ingkar dengan janjiku sendiri, merasakan suatu kemunafikan yang tak pernah ada sebelumnya, itu menghukumku dengan rasa bersalah yang hebat.... "

Ellia mendengarkan. Saat ini mungkin Syafiq sedang mengeluarkan isi hatinya. Ellia mendadak ingin tertawa. Keadaan ini seperti saat ia bertengkar dengan pacarnya saat ia masih SMA.

Syafiq bicara lagi, " Aku bertindak bodoh dengan mengambil keputusan sok pahlawan, membuat pengorbanan demi Abah. Sebagai akibat, aku mengorbankan hal besar. Kau... keluargamu... keluargaku... dan... Nisa sendiripun jadi korban atas tindak bodohku. Abah menyadarkanku. Dan aku berusaha mencari jalan untuk kekacauan ini. Entah apakah aku harus memperbaiki, atau merubah total pondasi yang sudah keliru ini.... "

Ellia mencoba memahami apa yang Syafiq katakan. Syafiq benar. Selama ini semua pihak mungkin menyalahkan Syafiq atas keputusannya. Ellia menganggap Syafiq egois dan pengecut. Tapi sekarang ia merasa egois juga. Bukankah Syafiq juga manusia? Yang kadang bisa membuat keputusan keliru? Meski melihat parasnya, ia lebih masuk dalam kategori malaikat, batin Ellia.

MENGGAPAI DUA SYURGA (END) - Sebagian part telah di hapusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang