Aku menatap dari jauh Bang Daru yang sedang duduk sendiri di bangku taman kampus. Bang Daru sedang membaca buku. Ini kesempatanku, Bang Daru lagi sendiri. Aku harus mendekatinya tapi...aku ragu. Namun aku harus mencobanya, aku langkahkan kakiku berjalan mendekati Bang Daru. Jantungku berdebar tak beraturan, aku menghentikan langkah kakiku. Aku memegang dadaku, aduh...kalau begini aku bisa kena serangan jantung sebentar lagi. Aku berbalik dan melangkah menjauh dari Bang Daru... Tapi kesempatan seperti ini jarang terjadi, aku membalikkan kembali tubuhku. Kutarik nafasku panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Aku menata debaran jantungku, kukepalkan tanganku menguatkan diri. "Tenang Pijar, kamu harus bisa". ucapku pada diriku sendiri.
Baiklah, inilah saatnya aku harus bicara dengan Bang Daru. Aku kembali melangkahkan kakiku tapi rasanya langkahku berat sekali. Aku berhenti melangkah, aku mendesah pelan. Bagaimana ini? Aku nggak bisa, kakiku lemas nih. Oh...Pijar...tolonglah dirimu sendiri... Ini saat yang tepat, sudah lama kamu menantikan saat seperti ini. Aku mendesah pelan, sepertinya kali ini pun aku belum bisa... Bahuku merunduk lalu kembali berbalik dan melangkah menjauh dari Bang Daru... Tapi...aku menggigit bibirku pelan. Kalau begini terus tidak akan ada waktu yang tepat untuk bicara degan Bang Daru. Aku menghentikan langkah kakiku. Aku mendesah pelan dan menutup mata. Kamu hanya perlu katakan, "Aku suka Kamu Bang Daru". Lalu sudah... Hanya kata itu yang perlu kamu katakan lalu kamu pergi dan hutang janjimu lunas, Pijar. Aku menginggatkan diriku, lalu membuka mataku. Untungnya taman tidak ramai, kalau tidak mungkin orang-orang menatapku aneh berjalan bolak-balik dari tadi.
Aku kembali berjalan menuju Bang Daru, kakiku melangkah perlahan. Bang Daru masih asyik dengan bukunya. Angin mempermainkan rambutnya lembut. Daun-daun yang sudah menguning berjatuhan disapu angin menghujani Bang Daru, pemandangan yang mempesona. Aku melangkah terus dan berhenti di depannya. Bang Daru tidak menyadari kehadiranku. Aku hanya berdiri di depannya, menatapnya. Lalu... Bang Daru menyadari kehadiranku. Bang Daru menaikkan wajahnya dan menatapku, aku masih menatapnya. Bang Daru tidak bicara tapi tetap menatapku. Sesaat aku terperangkap dalam tatapan matanya. Lalu...
"Ada apa?" suara Bang Daru memecahkan kebisuan di antara kami. Aku kelu, gimana ini?
"Ada yang mau kamu katakan?" tanyanya lagi.
"Mmm..." aduh Pijar... Aku menarik nafas pelan mencoba mengumpulkan kekuatan untuk bicara.
"Aku..." suaraku tercekat di tenggorokan. Aku menelan ludah, jantungku berdetak kencang. Bang Daru masih menatapku menungguku bicara. Aku mencoba kembali bicara.
"Aku... Aku suka Kamu, Bang Daru..." Akhirnya kata-kata itu keluar. Bang Daru diam, tanpa ekspresi. Wajahku panas dan pasti memerah saat ini menahan malu. Kali ini giliranku menjadi cewek kesekian yang ditolak Bang Daru. Aku nggak perlu menunggu jawabannya, aku berbalik hendak melangkah pergi.
"Lalu..." ucap Bang Daru kakiku tak jadi melangkah. Aku mencoba mengerti kata 'Lalu...' dari Bang Daru. Aku membalikkan kembali badanku menghadap Bang Daru. Bang Daru berdiri, menutup bukunya.
"Ma...maksudnya?" tanyaku gugup.
"Apa tujuan dari kata-katamu itu." ucapnya.
"Hahhh...mmmm..." aku bingung.
"Kamu katakan suka aku, lalu..." ucap Bang Daru.
"Emmm..." aku harus katakan apa?
"Aku...aku hanya mau katakan kalau aku suka Bang Daru." ucapku pelan.
"Hanya itu?" tanyanya, aku mengangguk pelan.
"Aneh, biasanya orang akan punya kata-kata selanjutnya." ucapnya. Maksudnya? Aku diam lalu... Mungkinkah Bang Daru menanyakan kenapa aku nggak memintanya jadi pacarku? Ah...nggak mungkinlah.
"Lanjutkan..." ucap Bang Daru.
"Apa?" tanyaku.
"Lanjutkan kata-kata selanjutnya, yang harus dikatakan setelah kamu mengatakan suka." ucapnya, aku diam dan menunduk. Aku hanya menyiapkan kata-kata itu. Aku suka Bang Daru titik tidak ada kelanjutannya. Ini kan hanya menepati janji, aku tak mengharapkan lebih. Dan karena aku tahu, aku pasti ditolak. Jadi untuk apa aku memintanya menjadi pacarku? Aku menaikkan wajahku, dan mencoba memastikan apa sebenarnya yang dimaksud Bang Daru.
"Maksudnya?"tanyaku kembali sambil menatap Bang Daru. Matanya menatapku.
"Aku menunggu." ucapnya, aku mendesah pelan. Mungkin dia ingin dengan jelas menolakku. Aku menurunkan tatapan mataku, kini mataku melihat ke arah dada Bang Daru. Baiklah aku akan mengatakannya... Aku menarik nafasku pelan dan mengihklaskan diri mendengarkan penolakannya.
"Aku suka Abang, maukah Abang menjadi pacarku?" ucapku sambil menaikkan tatapan mataku ke wajah Bang Daru. Lalu...
"Baiklah..." ucapnya... Aku mendesah pelan dan menunduk. Apa kataku aku pasti dito... Eh...apa yang dia katakan? Aku menaikkan wajahku kembali dan menatap Bang Daru yang masih dengan ekspresi yang sama, datar...
"Baiklah...?" ulangku pelan, memastikan arti dari kata itu.
"Iya, Baiklah. Mulai sekarang kita pacaran." ucapnya, hah... Aku menatapnya bengong. Bang Daru mengambil tasnya yang ada di bangku lalu memasukkan buku yang ada di tangannya.
"Ayo..." ucapnya, ayo? Kemana?
"Apa?" ucapku masih belum paham benar dengan kondisi ini.
"Ayo kita pulang, sudah sore." ucapnya lalu melangkahkan kakinya. Aku mengikutinya dari belakang sambil mencerna semua perkataan Bang Daru dan mencoba memahami kondisi ini.
Aku dan Bang Daru pacaran? Aku? Aku menunjuk diriku dengan jariku sendiri. Bang Daru? Aku menatap punggung Bang Daru yang berjalan di depanku. Aku menggelengkan kepalaku, apa dia sedang mengerjaiku? Tapi Bang Daru nggak pernah bercanda. Kami tiba di parkiran motor. Bang Daru memakai jaket dan helmnya lalu menghidupkan motornya dan menyuruhku naik ke boncengannya.
"Aku nggak bawa helm dua, tapi mulai besok aku akan bawa." ucapnya.
"Tunggu, Bang..." ucapku berdiri di samping motornya, tanpa meresponi perkataannya.
"Maksud Abang, aku dan Abang pacaran?" tanyaku kembali dengan bodohnya. Dia menatapku.
"Iya, ayo naik." ucapnya. Aku diam dan menatap Bang Daru. Dia sepertinya tidak bercanda.
"Ayo." ucapnya lagi, aku lalu naik ke boncengan Bang Daru.
"Rumahmu dimana?" tanyanya.
"Di Jalan Kenari." ucapku, Bang Daru mengangguk. Kemudian motor Bang Daru melaju meninggalkan parkiran. Jantungku berdetak cepat, ada perasaan aneh yang tak bisa kujelaskan namun terasa ringan. Kami melaju di jalanan. Aku menatap punggung Bang Daru. Ini benar-benar Bang Daru dan aku sedang duduk di boncengan motornya... Ini benar-benar nyata... Aku menyentuh jaketnya dan merasakan bahwa ini benar-benar nyata. Aku hanya takut aku berhalusinasi...
*****
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Hati
RomanceIjinkan aku menatapmu seperti ini, disisa waktumu ada di sekolah ini. Aku ingin mengisi mata dan pikiranku dengan sosokmu sehingga aku akan mengingatmu selama kuinginkan. Ntah waktu akan membawaku kembali bertemu denganmu atau tidak, aku tak kan mel...