BAB 23

146 18 2
                                    

"Wahhh brengsek satu itu! Muka dua! Keparat milenial! Munafik! Kotoran anj-"

"Ceci!" Tegur Anka. Telinganya panas sekali mendengar sumpah serapah Ceci disebrang sana. Tentu saja Ceci tengah amat sangat kesal! Kakaknya baru saja ditipu mentah-mentah! Namun, ia mencaci-maki dan berkata kotor saat ia bertelponan dengan seorang Anka? Sungguh... Anka sangat mengecamnya!

"Ehmm... Astaghfirullah. Maaf," cicitnya. Anka menggeleng-gelengkan kepalanya, "-jadi? Kak Anka gak akan diam aja kan? Kakak harus kasih tahu Kak Clara, dong!"

Anka mendengus pelan. "Pasti kakak kasih tahu, kok. Besok kakak akan ke kantor Clara!"

"Syukurlah. Bisa-bisanya Kak Clara tertipu seperti itu! Dasar! Wanita dingin itu gak pandai sama sekali dalam pergaulan! Malah dapat cowok yang kayak gitu!" Gerutu Ceci disebrang sana.

Anka tersenyum, ingin menegur tapi perkataan Ceci benar. Clara sangat kikuk dibalik sifatnya yang dingin ke orang-orang. Bahkan teman? Ahhh... Anka rasa satu pun Clara tak punya. Eh? Apa dia sendiri termasuk teman Clara?

"Sudahlah! Kamu tenang aja." Balas Anka.

Ceci cukup lama terdiam, lalu ia kembali buka suara. Ingin melanjutkan niat yang sebenarnya ia menelpon Anka. Ia terpaksa menunda niatnya saat Anka bercerita masalah hubungan Clara.

"Ahhh.. iya, Kak. Maksud Ceci nelpon sebenarnya mau bahas masalah... bunda yang katanya..." ucapan Ceci menggantung, ia ragu.

"Ohhh... masalah perjodohan kita?" tembak Anka langsung.

Ceci tersenyum miring di sebrang sana.

❄❄❄

Keesokannya Anka tiba dikantornya. Ia dikejutkan akan kehadiran Peter disana. Bingung, Anka langsung mengajak Peter untuk masuk keruangannya. Peter terlihat santai sekali, membuat seorang Anka sedikit muak dan rasanya ia ingin menghajar wajah pria itu yang kini tengah tersenyum ceria.

"Wahhh... meski sederhana, tapi bangunan kerja anda sangat indah dan tampak luas, Pak Anka!" puji Peter sembari menatap seantero ruangan Anka.

Anka tersenyum miring, "Ahhh... iya pasti, Pak Peter! Kalau desain bangunannya tidak menarik, tentu saja banyak yang tidak percaya akan kualitas kerja kami di bidang interior 'kan?" Balas Anka.

"Hahahah... iya betul juga!" Tawa Peter.

"Pak Peter mau minum apa?" Basa-basi Anka.

"Soda?"

Anka mengangguk dan membuka kulkas kecil di ruangannya. Ia mengeluarkan satu kaleng soda dan memberi Anka satunya. "Silahkan... saya yakin lambung anda sangat kuat. Pagi-pagi minum soda." Gurau Anka.

Peter terkekeh dan meminum sekaleng soda yang diberi Anka.

Anka duduk di kursi kerjanya dengan Peter yang duduk di sebrangnya.

"So? Ada urusan apa yang membawa Pak Peter pagi-pagi ke kantor saya?" Tanya Anka.

Peter menyeka sudut bibirnya setelah ia baru saja meminum sekaleng sodanya. "Well, seperti yang saya pernah katakan sebelumnya, kalau saya akan memakai jasa Pak Anka sekali lagi untuk acara pernikahan saya dan Clara... maka dari itu saya disini."

Anka mengangguk. "Begitu, ya. Bukankah seharusnya Clara juga turut hadir? Maksud saya, ini pernikahan kalian berdua. Jadi..."

"Tentu. Saya hanya ingin mengatakannya sekarang saja. Nanti kita akan berjumpa lagi dan tentunya dengan tunangan saya juga." Ucapnya.

Anka mengangguk. "Tapi Pak Peter... apa orangtua Clara ada memberitahu tentang pernikahan itu?"

Peter mengangkat kedua alisnya. "Sepertinya tidak ada, kenapa?"

Anka memajukan kursinya, "Mungkin sekalian saja saya beritahu kabar bahagia ini. Ayah Joan berencana untuk menggabungkan pernikahan kedua putri kembarnya di hari yang sama. Jadi, pada saat pernikahan anda dengan Clara, akan berlangsung juga pernikahan Cecilia, kembara Clara, dengan saya sendiri."

"Wow! Dengan Anda? Clara tidak memberitahu hal itu pada saya, tapi, selamat Pak Anka. Saya tidak masalah jika pernikahannya digabung, justru lebih hemat dan diskon besar-besaran bukan?" Kata Peter semangat, "-ternyata kita akan jadi ipar, ya? Saya juga tidak menyangka rupanya kamu menjalin hubungan dengan kembaran Clara." Lanjutnya,

Anka mengejek dalam hati dan ia tersenyum. "Ya... seperti yang kamu tahu, kami bertiga sudah sangat dekat sejak kecil. Apalagi Cecilia.... Dia sangat aktif dan membuatku kewalahan. Begitulah...," Anka menunduk sekejap, "- sebenarnya kami berdua sudah membahas konsep pernikahan untuk dua bulan lagi, tapi nanti kita berempat bicarakan saat Cecilia tiba disini minggu depan. Ahhh... Apa anda sudah memikirkan siapa saja yang nanti kita undang?" pancing Anka.

Peter tampak berpikir sekejap, ia mengangkat bahunya. "Mungkin rekan-rekan kerjaku. Anda tahu sendiri saya tidak punya keluarga. Kalau anda? Apa anda menyiapkan tamu special seperti artis mungkin?" candanya.

Tidak punya keluarga, ya? Batin Anka.

"Artis? Mungkin tidak. Namun, Cecilia, calon istri saya, dia ingin mengundang kenalannya di Belanda. Mereka petinggi disana dan berasal dari kota yang sama dengan anda. Ahhhh... siapa ya, namanya? Saya sedikit lupa. Keluarga ner... ah... Meredith Black!" Ujar Anka.

Peter yang mulanya bersikap santai menjadi tegang seketika.

"Meredith Black?" Beo-nya.

"Ya... itu nama putrinya yang sudah meninggal, keluarga itu kerap dipanggil seperti itu sejak putrinya meninggal. Cecilia bertetangga dengan mereka dan mereka kerap sekali membantu serta mengirim makanan kerumahnya."

Peter mengangguk paham, "Begitu, ya," Peter mengangkat tangan kirinya dan memeriksa jam tangannya, "-saya rasa, saya harus kembali ke kantor. Saya ada rapat setengah jam lagi. Mari, Pak Anka? Kita bicarakan lagi minggu depan saat Cecilia pulang." Peter bangkit dan berlalu dari ruangan Anka.

Anka tersenyum kecil, ia membuka ponselnya dan membuka roomchat dengan Cecilia.

Anka: Got him!

Cecilia: Cool!

=====

Tbc.

Siapa Meredith Black? Peter langsung pucat gitu, ya dengernya...

Next? Jangan lupa votenya....

Yuk baca ceritaku di dreamee... WHITE WEDDING. Sudah COMPLETED. WHITE WEDDING ini ceritanya orang tua Clara dan Ceci. Yuk kepoin....

 Yuk kepoin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang