BAB 1. Hello london

4.4K 117 2
                                    

Inggris

Negara bagian dari britania raya.

Ibukota london

Populasi penduduk sekitar 53 juta jiwa atau setara dengan 84℅ jumlah penduduk britania raya

Pandanganku menelusuri setiap kata-kata yang tertera di wikipedia. Sementara mataku mengikuti setiap kalimat yang tengah kubaca, jari-jemariku menyentuh keyboard tanpa menekannya. Terpaku disana cukup lama, hingga aku menolehkan kepala dan mendengar suara Ibuku.

"Carley, ayo bersiap taxinya sudah sampai." Ibuku berteriak dari depan pintu.

Aku menutup laptop itu dan menaruhnya ke dalam ransel yang biasa kugunakan untuk ke sekolah. Selain laptop, aku menaruh barang-barang penting lainnya disana. Kutarik resleting ranselku, dan menyampirkannya dibahuku seraya menghampiri Ibuku.

Saat aku melangkahkan kaki dan menghitung setiap lantai yang kupijak, pikiranku mengulang-ulang informasi yang baru saja kubaca. Tentang inggris. Negara yang akan menjadi tempat tinggalku selanjutnya. Seperti inilah aku setiap kali akan pindah ke negara lain. aku akan mencari tahu informasi lebih dulu tentang negara tersebut agar lebih mengenal negara yang akan menjadi tempat tinggalku. Atau mungkin negaraku.

"Carley, lebih cepat." teriak Ibu yang sedang membawa beberapa koper ke depan Taxi. Ia terlihat kewalahan menyeret koper-koper yang jumlahnya tak sedikit itu. Bisa dilihat dari tubuh mungilnya yang menyeret beberapa koper besar di genggamannya. Betapa kuat tenaga yang tidak kontras dengan besar tubuhnya. Tak pernah kulihat sebelumnya betapa kuat wanita paruh baya yang melahirkanku itu. Namun, dari garis senyuman yang tergurat dengan jelas di wajah anggunnya, tanda itu menunjukkan kebahagiaan yang terpendam satu tahun belakangan ini. Sedikit keriput diwajahnya tersamarkan tatkala ia tersenyum menyambutku yang telah berdiri dihadapannya. Aku tak lagi melihat keriputan itu, yang saat ini kulihat hanya sepasang mata hijaunya yang ia wariskan kepadaku, Sebuah senyuman menawan yang dulu pernah memikat perhatian ayahku, dan yang paling terlihat jelas adalah kebagaiaan yang tak bisa ia samarkan sedikitpun.

"aku merindukanmu," ucapnya pelan seraya menarikku kedalam pelukan hangatnya.

"aku pun demikian," balasku tak kalah senangnya. Senyumanku mengembang lebar dibalik pundak mungil Ibu. Sementara tangannya mengelus puncak kepala dan punggungku secara bergantian. Beberapa detik kemudian, kami saling melepaskan pelukan. Terdapat keharuan diwajah Ibu saat kami saling melepaskan pelukan. Namun yang terpenting aku akan tinggal bersama Ibuku setahun ini. Kulupakan segala keharuan yang membuat suasana menjadi sedih dengan memikirkan hal-hal menyenangkan yang dapat kami lakukan nanti.

Supir taxi itu membantu kami memasukkan semua koper-koper itu ke dalam bagasi. Saat melaporkan bila semuanya sudah siap, Ibu mengangguk ramah dan masuk ke dalam taxi diikuti denganku yang merangkak masuk ke dalam.

Taxi kuning itu akan membawa kami menuju bandara Charles de Gaulle. Menuju negara baru yang akan kutempati hanya untuk satu tahun, atau mungkin lebih.

Saat taxi telah berjalan, aku menoleh kebelakang. Memandangi rumahku yang ukurannya tak terlalu besar, meskipun begitu aku menyukai bangunan yang telah menjadi tempat tinggalku selama satu tahun ini. Bangunan sederhana itu menjadi tempat ternyamanku setelah rumahku dulu yang berada di irlandia. Taxi itu berjalan tambah jauh dari rumahku yang sekarang ini hanya terlihat semakin kecil. Setelahnya samar-samar sampai akhirnya tak terlihat lagi. Dan disaat itulah aku merasa benar-benar harus pindah dari negara ini.

Ada sedikit perasaan sedih didalam hatiku yang memaksa keluar meski ditahan. Semestinya perasaan ini tak harus terjadi karena aku tahu setiap tahun hal ini pasti akan terjadi.

Yah, begitulah setiap tahunnya. Ayah dan Ibuku telah bercerai saat aku berusia delapan tahun dan disaat itu pula kehidupanku berubah. Keduanya telah sepakat untuk bersama-sama membagi hak asuh terhadapku. Dan keputusan yang dihasilkan adalah aku harus tinggal bersama salah satu dari mereka selama satu tahun secara bergantian. Hal itu tidak masalah bagiku bahkan aku tidak pernah mempermasalahkannya. Mengeluh sekalipun tidak asal aku bisa terus bertemu keduanya. hal itu benar-benar tidak masalah bagiku. Namun aku merasa sedikit sedih setiap kali pindah ke negara lain. Hal itu tak akan terjadi bila ayah dan Ibuku mencari pekerjaan lain yang bisa membuat mereka menetap disatu negara. Sayangnya tidak, mereka sama-sama seorang pekerja keras yang mencintai pekerjaan mereka dan pekerjaan itu membuat mereka untuk selalu berpindah-pindah negara untuk ditempati.

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang