"Hen bangun woi!"
"Hmm bentar lagi"
"WOI CANGCUT LATIHAN!" Mahen yang tadinya sedang tertidur di atas piano kini terbangun, karna pukulan di kepalanya.
Kami berdua, lebih tepatnya berempat bersama Mimin dan Sekar. Kami semua sedang berada dirumah Mimin untuk numpang latihan, karena rumahnya terdapat ruang musik yang biasa kakaknya gunakan. Dan Sekar katanya hanya ingin numpang BAB. Sejak pulang sekolah ia sudah tidak tahan. Ingin buang hajat disekolah, tapi toilet cewek baunya seperti neraka.
Aku dan Mahen sedang berlatih 2 piece . Untuk yang pertama kami berdua memilih piece yang maknanya sedih yaitu F. Chopin: Nocturne in C sharp minor. Dan untuk yang kedua kami memilih musik milik Jacques Offenbach, ‘Orpheus in the Underworld, yang memberikan kesan semangat setelah bersedih.
Hingga jam 9 kami berlatih. Mimin tidak keberatan karna dia kesepian dirumah dan Sekar ingin numpang tidur. Beberapa jam kami berlatih dan mengulangi kesalahan yang sama, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Tangan ini sudah berkata ingin tidur. .
Rumah Mimin dengan rumah kami berdua cukup dekat, jadi kami memutuskan untuk berjalan kaki setelah membeli minuman kaleng di vandimacien.
"Akhh gua masih suka salah pencet dibagian solo gua" Mahen kesal dengan kesalahannya sendiri.
"Gua juga masih gak paham sama bagian gua, pengen nangis aja gak ada yang bisa ngajarin"
"Sama anjir, gondok gua lama lama"
Malam yang hening, hanya bintang dan bulan yang menjadi saksi kekesalan kami berdua. Berharap keajaiban peka dengan apa yang kami berdua inginkan.
***
Aku bangun pagi dengan kesal. Tidak bisa tidur karna memikirkan yang semalam. Kami membutuhkan seorang tutor yang mengajari kami. Tapi siapa?
"Zuy, Gua punya kabar buruk sama kabar baik, mau dengar yang mana dulu?" Mahen yang baru datang langsung duduk dibangkunya.
"Lebih baik diawali dengan buruk dan ditutup dengan kebaikan"
"Mending kabar baiknya aja dulu. Kabar baiknya gua tau siapa yang bisa ngajarin kita, katanya dia pernah jadi komposer tapi banting stir jadi guru"
"Guru?"
"Iya, Pak Nata"
"He! Ngadi-ngadi lu Pak Nata pernah jadi komposer, kalo ngajar cuman kasih tugas terus lanjut ngolor lagi"
"Ngadi-ngadi apanya, gua di kasih tahu sama mama gua"
"Terus kabar buruknya?"
"Kita gak tahu Pak Nata mau apa enggak"
"Tenang, bisa kita bujuk. Kalau gak mau kita culik aja"
Bel istirahat berbunyi. Mahen dan aku berlarian dilorong menuju ruang guru untuk mencari Pak Nata. Tapi kita malah menemukan Pak Nata di taman belakang sedang tidur. Sungguh Pak Natas sekali.
"Jangan ganggu saya, saya lagi tidur" baru saja kami berdua melangkah Pak Nata sudah tahu keberadaan kami.
"Bapak bicara berarti udah bangun" skakmat Mahen.
"Saya masih tidur" Pak Nata masih tidak ingin mengalah, bahkan Pak Nata membuat suara mengorok. Tidak habis pikir lagi sama guru yang satu ini.
"Pak ajarin kita main biola sama piano dong pak"
"Saya tidak punya waktu ngajar pengecut seperti kalian" Pak Nata bangun dan duduk dikursi taman.
"Karna itu jangan buang-buang waktu saya" entah kenapa aku dan Mahen malah tersenyum.
"Hahaha Pak Nata gak tahu keahlian kita" Mahen menyenggol lenganku.
"Iya haha, kita dikatain pengecut haha"
"Temui saya di ruangan musik ketika pulang sekolah. Jika permainan kalian membuat saya takjub akan saya bantu kalian, kalau sebaliknya jangan pernah lagi ganggu tidur saya. Sudah sana saya mau tidur" Pak Nata kembali berbaring dikursi taman sambil membelakangi kami, yang sedang senyum senyum. Sarap emang.
Sesuai perjanjian sepulang sekolah kami berdua menuju ke ruang musik. Ada banyak perlengkapan musik dari yang modern hingga tradisional.
( Cr: printerest)
"Langsung mulai" ucap Pak Nata. Aku dan Mahen mengambil posisi bersiap memulai.
Di awali dengan intro yang dimainkan oleh Mahen. Suara tuts yang dihasilkan kini bercampur dengan suara gesekan biola yang aku mainkan. Gesekan demi gesekan, tuts demi tuts. Membuat suara yang dihasilkan begitu harmonis. Hingga diakhir permainan. Entah kenapa aku merasa sangat percaya diri.
"Setelah mendengar permainan kalian. Saya tidak akan mengajar kalian" seperti di terjang badai membuat sekujur badanku dihantam. Padahal aku sudah sangat percaya diri.
"Kalau tau bakal gini, mending gua pulang, pasti sekarang udah tiduran" ucapku yang diangguki oleh Mahen.
"Saya memang tidak ingin mengajar kalian, karna kemampuan kalian berdua sudah sehebat ini. Tapi saya bakal bimbing kalian jadi lebih hebat lagi. Sampai melampaui batas kemampuan kalian." aku yang tadinya mengambil tas dilantai kini ku jatuhkan kembali ke lantai.
"Wahhh bapak serius?"
"Menurut kalian seberapa serius wajah saya?"
"Wajah bapak wajah wajah ngantuk, susah dikatain serius. Hehe canda pak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!
Teen FictionSeorang anak gadis yang memiliki masalah di masa lalunya, berdampak hingga sekarang. Bahkan ayahnya sudah menelantarkannya. Hingga suatu hari dirinya mengikuti kontes musik klasik bersama temannya. Yang ternyata telah merubah semuanya dengan perlah...