Depressed

29 2 0
                                    

"Kenapa kamu terlihat bengong?"

(Terdiam sejenak)

"Ehhh... mm...maaf pak, e... ini benar saya akan belajar di akademi kemiliteran? bukankah sebenarnya anda... salah memilih orang?"

"Astaga... aku sudah menjelaskan berulang kali padamu hingga akhir pengenalan akademi ini. Kau masih saja bertanya hal yang sama. Kau harus tahu satu hal, kami tak akan pernah merasa salah jika calon murid kami adalah pahlawan yang sudah terkenal di seluruh kota France saat ini. Kau jangan berlagak merendah disini, santai saja..."

"Tapi pak, sebenarnya saya ini hanya korban dalam insiden kereta itu pak, tidak lebih..."

"Ckckck... (perlahan mendekat pada Jean, merangkul dan berbisik) anak muda, kamu jangan mencoba berkata tidak-tidak dan berbohong ya! saya tahu namamu bahkan aksimu di kereta. Jangan main-main dengan hal ini. Nasibmu bergantung pada akademi ini dan warga France yang masih menyorotmu saat ini!"

"Ehm... mmm... anu... Boleh saya mampir ke toilet sebentar pak?" (kepala menunduk, mundur  perlahan gemetaran, ancang-ancang ingin berlari. Namun dengan cepat dicekal)

"Eits... jangan lari! saya tahu kau ketakutan dan gugup. Sudahlah santai saja dan ikut aku!"

(Jean ditarik-tarik paksa oleh gurunya menuju kelas)

_____________________________________________________

(POV Jean)

Hitungan 1- 10...

Mereka berkumpul dengan rapi di bangku mereka masing-masing sampai hitungan terakhir terucap. Guru yang mengantarku dengan tegas menyapa mereka dan mereka membalasnya dengan kesiapan yang lantang. Beliau tidak lupa memperkenalkan dirinya dengan sebutan "Letnan Frank". Lalu Letnan dengan tegas menyuruhku memperkenalkan diri dan bergabung bersama rekan-rekan sekelasku. Mereka dan diriku diwajibkan memanggil beliau dengan sebutan "Letnan", suatu pangkat kehormatan kebanyakan guru disini dan merupakan salah satu pangkat kebanggaan para guru di akademi ini.

Pertama, aku berganti pakaian, lalu berlari. Kedua, melakukan kebugaran tubuh. Ketiga, perkenalan senjata secara umum. Kufikir hanya ini yg kusuka daripada pembelajaran fisik lainnya. Sisanya semua ialah olahraga kerjasama tim yang mengandalkan fisik. Selama pembelajaran, aku berusaha mencari celah untuk kabur. Aku mencoba keluar dari jendela saat istirahat dan kerah bajuku seketika ditarik paksa masuk oleh letnan. Lalu mencoba izin ke toilet, namun letnan ikut menemaniku ke toilet. Bahkan saat latihan fisik berlari, beliau selalu berada disisiku. Mata Letnan Frank terlalu jeli dalam memperhatikanku sehingga ia enggan beralih ke kelas lain dan memaksa letnan lainnya yang seharusnya mengajar di kelasku untuk berganti kelas demi bisa menjagaku agar tidak kabur. Sungguh merepotkan!

Ahhh... tubuhku yang biasanya tak melakukan kegiatan fisik berlebihan, sekarang terpaksa melakukannya...

Setelah semua hal itu kulalui hingga hampir petang, tubuhku yang sudah mencapai batasnya terbujur lemas di asrama hingga pagi tiba. Dulu walau aku kelelahan, jam bangun tidurku tak pernah terusik dan aku tetap bisa melanjutkan kegiatan seperti biasa. Biasanya tubuhku begitu... namun kali ini tubuhku tak menghiraukannya.

Sampai aku merasakan tendangan keras dikepalaku yang membuatku terbangun dengan perasaan emosi. Lalu aku perlahan melihat seorang yang membuang mukanya dan berkata sangat sengit kepadaku. Namun perkataannyalah yang membuatku tersadar akan apa yang kulakukan.

"Hei! bangun...! Plak... Plak... (Suara menendang kepala Jean) Bangun dasar cecunguk!"

"B*ngs*d... tak usah main tendang kepala bodoh!"(Jean mendadak bangun dengan emosi dan berpose ingin memukul, namun ditahan oleh seseorang)

"Minggir kau segera dari depan pintu kamar...! Mengganggu saja kau bodoh! Sudah semalam kau mengigau keras tak jelas... Dasar Kelainan!" (Orang itu menendang kaki Jean hingga terjatuh, lalu ia pergi)

Saat itu aku menahan diri. Bukannya menahan emosiku, namun dalam keadaan tubuhku yang sedang menahan sakit, aku juga berusaha menahan maluku.

Ternyata selama semalaman aku telah tertidur di lantai depan pintu kamar asrama. Hal ini benar-benar mengganggu orang itu yang merupakan salah satu teman sekamarku. Saat itupun aku masi teringat akan dirinya yang tak puas menendangku dengan sekali tendangan. Walau aku sudah terbangun, dia tetap saja menendangku bahkan lebih keras dari tendangan pertamanya. Aku yang sudah diujung rasa malu yang tinggi segera buru-buru masuk kamar dan langsung menuju kamar mandi.

RE :YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang