12 ❀ ketika bangku itu kosong

976 163 22
                                    


Chapter 12: Ketika Bangku Itu Kosong


     Jam tujuh pagi kurang 15 menit, Shinobu sudah tiba di kelas sehabis memarkirkan mobilnya di parkiran siswa. Cewek itu melangkah ringan dengan paper bag mini di tangannya berisikan hoodie berwarna biru. 

Melihat suasana kelas yang mulai ramai, Shinobu segera melangkahkan kakinya ke bangku tunggal yang berada di pojok belakang. Namun cewek itu mengernyit begitu tak mendapati tas yang terpasang di sandaran bangku. 

Tidak, Shinobu belum menyerah. Mungkin saja Giyuu menyembunyikan tasnya di laci. Soalnya cowok itu mulai sering menyembunyikan tasnya di laci sejak Shinobu sering menyangutkan tas cowok itu di atas pohon belimbing.

Tapi tidak ada.

"Woi! Ngape lu geledah-geledah?" celetuk Hiroomi begitu masuk ke kelas.

Shinobu tersentak kecil, lalu segera menoleh. Belum sempat berucap, Hiroomi yang sudah paham situasi pun langsung menyambar.

"Lo nyari ayang bebeb lo? Udah berangkat ke hotel karantina dia," ujar Hiroomi seolah badan intelejen negara. 

"Kok—" Shinobu tak melanjutkan ucapannya. Cewek itu memilih untuk mengerutkan dahi sambil menutup bibirnya rapat. 

"Apa? Tapioka gak ngasih tau lo?" tebak Hiroomi mendesak. "Dih anjir, belum dikasih peje juga udah cerai. Apaan tuh,"

Shinobu mendelik seketika. Saat ia baru melangkah hendak menjewer kuping Hiroomi, cowok itu sudah kabur duluan dengan tawa puas. Shinobu pun akhirnya hanya bisa mengendus sebal di tempat.

Benar juga. Kan  saat di rumah Hiroomi juga Giyuu sudah bilang cowok itu akan berpartisipasi dalam olimpiade matematika. Sialnya minggu lalu ada saja yang membuat Shinobu lupa mengembalikan hoodie biru itu. Kini saat Shinobu sudah membawanya ke sekolah, Giyuu malah tidak ada.

Cewek itu mengambil ponselnya di saku, lalu membuka salah satu roomchat. Ini masih pagi, tapi hanya karena tak melihat eksistensi cowok itu, mengapa Shinobu merasa kehilangan?




***

Shinobu: Halo, bisa bicara dengan Tapioka tepung pilihan?

Giyuu: Apa? Cepet

Shinobu: Sabar asw agresif banget sih lo

Shinobu: Gw aduin bokap lo nih ya

Giyuu: Elu yg mulai knp jadi gua yg diaduin 

Shinobu: Lo nyebelin abisnya

Shinobu: PKN ada tugas kelompok bikin praktek pemilu, lo bareng gue

Shinobu: Udah gw tulis sih, jadi ini cuma ngasih tau gak minta ijin

Giyuu: Ok

Shinobu: Ok

Shinobu: Bisa lebih singkat balesnya?

Giyuu: Y

Shinobu: Mati aja sana.


Giyuu menipiskan bibir membaca jawaban Shinobu. Cowok itu tak lagi mengetikkan. Pesan terakhir itu hanya ia baca sebelum akhirnya Giyuu mematikan ponselnya dan berganti dengan kalkulus di tangan.

"Terus kalo kita temenan gini, ada kemungkinan gak?"

Cowok itu mengusap wajahnya yang mulai memerah. Sungguh, bukan maksudnya untuk bersikap dingin pada Shinobu. Hanya saja cowok itu sedang dilanda kebingungan dan rasa kesal pada dirinya sendiri.

Setahun memendam perasaan, Giyuu baru sadar Shinobu tak pernah menganggapnya spesial. Dari cara gadis itu menatapnya, menganggunya, menjahilinya, Shinobu seolah berkata keduanya tak akan pernah lebih dari teman kelas atau pun tetangga. Giyuu mencoba untuk menerima fakta pahit itu dan melupakan perasaanya sebelum ia terluka lebih dalam.

Namun sekarang Shinobu datang.

Bukan sebagai tetangga atau teman kelas, namun gadis itu menunjukan luka menganga dalam batinnya. Tatapannya mengatakan seolah cewek itu ingin menaruh sedikit harapan di anatra keduanya. 

Giyuu tidak tahu apakah ia boleh berharap lebih atau tidak.

Tapi kalau boleh sedikit meminta, cowok itu ingin Shinobu memberinya sedikit kesempatan. Sekedar untuk mengenal lebih dalam, atau mungkin singgah di hati cewek itu.

"Punten," 

Giyuu mengerjap begitu pintu kamar hotelnya terbuka dan menampakkan seorang cowok bersurai hitam yang masuk bersama Armin dan Tanjirou.  Kalau Armin sih, memang satu kamar dengan Giyuu. Tapi kalau Tanjirou, Giyuu yakin cowok itu cuma ikut-ikutan. Karena setahunya Tanjirou itu satu kamar dengan Mui di sebelah.

Melihat cowok bersurai hitam yang masuk dengan wajah datarnya, Giyuu jadi terkekeh remeh. Jiwanya meronta-ronta untuk meledek cowok itu. "Wih, anak polisi akhirnya keluar dari penjara nih?" 

"Berisik," sahut cowok berambut hitam itu ketus. Namanya Sasuke.

Tawa Giyuu akhirnya pecah melihat kekesalan di wajah si most wanted Konoha High School itu. Gak heran sih, Sasuke itu terlampau sempurna. Rahang tajam dan bentuk mata sempurna itu sudah disertai kulit yang cerah mulus. Selain cerdas, cowok itu juga jago basket. Apa lagi yang kurang?

Kadang Giyuu berpikir, Sasuke itu duplikatnya. Tapi kata Levi sih, tetap beda. Soalnya Sasuke ganteng dan populer, sedangkan Giyuu enggak.

Cebol sialan.

"Apa tuh bacotan lu dulu? Mau belajar mandiri? Cuih, akhirnya ikut karantina juga," cibir Giyuu yang langsung dibalas dengan tendangan dari Sasuke, tapi untung cowok itu sempat menghindar dan kembali tertawa puas.

"Eh Sas, abang lo pelatih silat, kan?" tanya Giyuu mengalihkan topik.

"Temennya abang gue yang pelatih silat. Kalo abang gue mah polisi,"

"Oh nice," Giyuu langsung mengangguk antusias. "Pernah dapat kasus ilmu hitam gitu gak?"

Seketika Sasuke menoleh dengan dahi berkerut. Armin dan Tanjirou yang tadinya sedang baku hantam pun jadi bungkam. Ruangan itu hening seketika.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ps: lama tak bertemu dinda, aq kembali <3

Hi, Shinobu!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang