~°~Selebihnya ruangan kamar yang selalu jadi tempat keduanya mengabiskan waktu bersama itu di penuhi gelak tawa oleh si pemilik kamar. Yang menular kepada yang lainnya.
Entah mereka mentertawakan apa, namun dalam beberapa sekon kedepan hanya hal itu yang keduanya lakukan.
Changbin menelentangkan tubuhnya, kini dirinya yang memandang lekat pada langit-langit kamar. Yang terhampar kosong dengan warna putih polos tanpa campuran apapun. Sangat berbanding terbalik dengan pribadi si pemilik kamar, Han Jisung.
"Tawaranku masih berlaku, loh."
Jisung masih dalam posisi miring, menghadap kearah Changbin. Ia memperhatikan bagaimana reaksi Changbin ketika mengungkit kembali topik yang sejujurnya temannya itu hindari.
"Kalo kamu begitu, itu artinya kamu selingkuh dari pacarmu, Ji."
"Ya udah, gak masalah. Kalo kamu minta aku putus sama pacarku, aku lakuin. Apapun yang kamu mau, Bin."
Changbin menghela napas kemudian menghembuskannya perlahan. Ia akhirnya menolehkan kepalanya kembali pada Jisung, dimana langsung dihadapkan dengan netra pekat dan tajam yang terpatri lurus padanya.
"Kamu sebenernya serius gak sih sama pacarmu? Kok gampang banget kayaknya," omelan Changbin itu lantas malah dihadiahi kekehan dari Jisung. Yang membuat remaja berusia tujuh belas tahun tersebut mengernyit melihat reaksi sahabatnya.
"Aku masih belia, terlalu serius sama hubungan cinta monyet itu bukan gayaku. It's not that deep, kalo pacaran ya pacaran aja, putus ya putus aja, masalah suka atau nggak suka, nyatanya gak ada yang bisa permanen kok. Manusia itu gampang bosan, dan jarang bersyukur. Salah satunya, ya aku."
Changbin memicing setelah mendengar apa yang Jisung katakan. "Gak nyangka ternyata temenku brengsek juga."
Bukannya marah dijuluki begitu, ia malah tersenyum lebar. Seolah apa yang Changbin katakan sebelumnya adalah sebuah pujian yang patut dibanggakan.
"Keren, kan."
Temannya itu hanya menggeleng untuk memaklumi karakter Jisung diiringi cibiran yang kembali membuat remaja tersebut terkekeh untuk kesekian kalinya.
"Jadi, tawarannya diterima atau enggak?"
Changbin pun kembali membuang napas lelah. Serta balik menaruh perhatian pada langit-langit kamar milik Jisung. Pandangannya menerawang, melayang entah kemana.
"Aku kontra sama prespektit kamu, Ji. Apapun yang menyangkut perasaan itu maknanya pasti dalam. Kalau disakiti memang gak berdarah, tapi lukanya gak akan bisa sembuh. Butuh waktu lama. Aku gak mau nyakitin perasaan orang, dan aku juga gak mau sakit hati."
"Apa yang aku bilang tadi nggak akan berlaku ke kamu kok, Bin."
Changbin memiringkan sedikit kepalanya untuk bersitatap kembali pada Jisung, mimik wajahnya memasang raut kebingungan atas apa yang temannya itu katakan sebelumnya.
"Hmm? Maksudnya?"
Jisung tidak menjawab dengan ucapan. Melainkan menjelaskannya melalui tindakan yang kini ia ambil, yaitu membawa tubuhnya berada di atas Changbin, mengukung cowok itu di antara lengannya, tersenyum tipis pada mimik bingung yang Changbin tunjukkan, lalu tanpa aba-aba mendaratkan bibirnya pada milik temannya tersebut.
Changbin instan membelalak. Persis kala kurva yang tak disangka cukup lembut dan hangat namun kering itu menyentuh miliknya yang bertekstur hampir sama. Namun Jisung akui, bibir Changbin lebih lembut dari miliknya. Hingga membuatnya mengecup ranum tersebut sedikit lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
2012 | H.Jisung & S.Changbin | 3 | [✓]
FanfictionJisung menghabiskan waktunya seharian duduk pada bangku panjang di pinggiran taman, yang disekitarnya di tumbuhi pohon maple. Dan saat itu pula, ingatannya tentang tahun 2012 silam kembali. Membawa kenangannya. WARNING!! BXB! GAY! HOMO! BOYS LOVE TO...