18. Calla Lily [Meminta Kembali]

6 2 0
                                    

Tak banyak yang tahu bahwasanya orang tua dari seorang penyanyi terkenal, Athala Rizqi Permana telah menyandang gelar mendiang. Ibunya memang sudah jauh lebih dahulu meninggalkan dunia fana ini. Namun, sang ayah belum lama menyusul sang pendamping sehidup sematinya, sekitar tepat setahun yang lalu. 7 Mei.

Saat itu, Athala berkabung hanya ditemani sang manajer pribadi. Sang ayah meninggal akibat sakit komplikasi yang dideritanya. Padahal sang ayahlah yang selama itu membantu dirinya mencari belahan jiwanya. Kala itu, sang ayah yang tak sengaja bertemu paman dari Queen dan langsung menanyakan gadis itu. Pasalnya ia tahu betul bahwa pasti Queen akan bersama sang paman yang notabene adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Terlebih saat mengetahui bahwa nenek yang mengasuhnya meninggal dan terdengar kabar dari tetangga jauhnya bahwa Queen pergi bersama sang paman.

Ayah Athala berjalan mendekat dan bertanya seputar kabar Queen. Hal itu tentu tak dapat dijawab oleh sang paman dan beralih menunjukkan gelagat yang tak beres. Sang ayah pun lantas bertanya dengan tegas tentang keberadaan kekasih dari anaknya. Namun, jawaban dari sang paman terdengar terbata dan cenderung tak jelas. Ayah Athala sedari dulu sudah menaruh curiga pada paman dari Queen. Gerak tubuh dan air wajahnya dapat menunjukkan itu semua dengan baik.

Athala terus terngiang akan pesan dari sang ayah sebelum wafat, ‘Tolong tebus kesalahan Ayah waktu itu, Nak.’ Kalimat penyesalan yang berkali-kali dilontarkan bahkan sejak sebelum sang ayah pulang ke sisi-Nya. Ia juga tahu ayahnya selalu meracau tentang kesalahannya dahulu. Kesalahan akan meninggalkan Queen saat belia bersama sang nenek. Ia pikir Queen harus menjaga sang nenek di sana, tapi kenyataannya Queen ditinggal sendiri karena sang nenek meninggal dan harus mengikuti pamannya yang sedikit tak waras pola pikirnya.

Athala bergerak, mengubah posisi duduknya menjadi menghadap sang manajer. Bahunya tampak turun karena lelah. Sang manajer pun bangkit dan membawakan segelas kopi untuk Athala.

“Terimakasih, Kak Dinar.”

Dinar berdeham. Ia mengamati Athala yang sedari sepuluh menit lalu terfokuskan pada layar ponselnya, menatap wajah tua yang penuh guratan lelah.

“Ayahmu pasti tenang di sisi-Nya. Tegarlah, Athala. Jangan larut dalam kesedihan.... Sudah setahun berlalu.”

Athala mengangguk beberapa kali. Ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya dan berbalik menghadap ke luar jendela. Ia seorang penikmat hujan.
Dinar menghela napasnya dengan berat. Ia ikut mengamati rintik hujan yang turun melewati kaca itu. “Chang Er, wanita yang kau temui dua minggu lalu mirip sekali dengan wanita di bar. Apa mereka bersaudara?”

Athala menoleh, menatap sang manajer yang masih betah mengamati aliran tetes hujan yang sudah menganak sungai. Satu tangannya mengepal di atas meja. Deru napasnya terdengar memburu. Dinar pun menyadari itu.

“Tak perlu dijawab, tak a-”

“Mereka tidak bersaudara, tapi mereka memang mirip. Hanya saja, mata gadis di bar itu berpendar jauh lebih indah darinya, Kak.” Athala kembali memandangi bagaimana tetes hujan itu jatuh berbenturan dengan payung-payung yang dibentangkan dengan sengaja di sana.

“Wah, kau jatuh cinta padanya? Jangan bercanda. Kau ingat ucapanku waktu itu, ‘kan?”

Athala menggeram tertahan, emosinya mulai muncul. Ia melirik Dinar dan menemukan pasang mata itu tengah menatapnya serius.

“Bahkan hubungan kami terjadi jauh sebelum pertemuan di bar. Kakak tak akan mengerti.”

Dinar mengernyit. Ia menunggu kelanjutan ceritanya. Namun, Athala malah menyesap Americano-nya dengan perlahan. Merasakan pahit asam yang berpadu dengan takaran pas di lidahnya. Ia tampak menikmati dengan begitu khidmat. Karena tampak tak ingin diganggu, Dinar pun tak bertanya apa pun setelahnya.

Athala memakai kembali jaket dan maskernya lalu berjalan keluar diikuti Dinar. Mereka memasuki mobil dan berlalu dari cafe bertema klasik itu. Di dalam mobil, Athala membuka masker dan memutar tunel radio, mencari channel yang sesuai dengan keinginannya.

Lagu yang dinyanyikannya mengalun lembut. Lagu yang ia ciptakan sendiri mewakili isi hatinya kala itu. Kerinduan yang membuncah akan sosok ibu yang memberikan kasih sayang dan sosok gadis muda yang tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Tanpa disadari, tenggorokannya terasa kering dan suaranya berubah serak. Athala pun meminta air mineral kepada sang manajer.

“Terimakasih.”

Athala menyandarkan kepalanya pada headrest mobil dan memejamkan matanya, hanya sedetik. Ia teringat bahwa ia harus mengecek ponselnya. Sepi. Tak ada satu pun pesan atau notif yang dirasa penting baginya. Lantas ia pun mencoba kembali, sekali lagi.

Selamat sore, Zeva.

Satu pesan terkirim dan Athala mununggu. Lama sekali sampai ia tertidur tanpa sadar. Karena penuhnya jadwal manggung, waktu istirahatnya ikut kacau. Dinar melirik ke kiri. Tangannya mencoba menjangkau ponsel si penyanyi yang baru saja berbunyi.

Sore juga.

‘Zevanya?’ tanya Dinar dalam hati. Ia membaca pesan yang muncul di notif bar. Tidak sampai membuka karena ia tak berhak membalas apa pun. Keningnya berkerut halus, ia juga menggumamkan sesuatu, “Gadis di bar itu?”

Dinar meletakkan kembali ponsel Athala saat melihatnya menggeliat. Benar saja, tak lama kemudia Athala bangun dan mengecek ponsel. Seulas senyum tulus tercetak indah di belah bibir tebalnya. Tanpa disadari, Dinar memperhatikan dari rear-vision mirror dengan saksama. Senyum tulus yang jarang sekali ia lihat dari seorang Athala Rizqi Permana.

Athala turun tepat di depan apartemennya, sedangkan Dinar kembali ke kantor di mana agensinya menaungi Athala. Ia punya banyak list yang harus diselesaikan di kantor sebelum bisa beristirahat dengan tenang di rumahnya.
Athala mengeluarkan ponsel dan jemarinya dengan cekatan bermain di atas layar ponsel itu. Tak lama kemudian, ia meletakkan ponselnya dan beralih mengambil handuk di sudut kamar.
Ada. Hari ini aku kosong.

Athala mendengar ponselnya berdering. Namun, ia tetap melanjutkan mandinya sampai tuntas. Saat selesai barulah ia keluar. Dengan handuk yang dililit asal di pinggang dan tetesan air dari rambut legamnya yang masih basah, ia mengecek ponselnya. Sontak matanya membola, satu misscall dari Queen. Ia pun melihat bahwa Queen menyatakan bahwa ia libur. Tandanya gadis itu menerima tawarannya untuk bertemu.

Athala memilih gaya kasual minimalis yang jatuh pada hoodie dongker dan celana panjang putih gading. Tampak keren meski tertutup masker dan juga penutup kepala yang ada pada hoodie-nya. Tak menunggu lama, ia pun segera keluar dan menuju apartemen Queen. 

Queen membuka pintu saat ada yang menekan bel apartemennya. Ia mempersilahkan Athala untuk duduk dan minum sementara ia mengangkat jemuran di balkon. Athala memperhatikan gerak-gerik gadisnya, ia merindukannya.

“Ada apa kau ingin bertemu denganku?” tanya Queen gamblang. Ia baru saja meletakkan semua pakaian keringnya di dalam kamar.

“Aku hanya ingin melihatmu.”

Queen tergelak, “Apa ini salah satu tipu muslihat agar aku kembali memilihmu? Bagaimana kalau sebaliknya, aku memilih Rama?”

Athala menghela napas sebelum menjawab, “Asalkan itu semua bisa membuatmu bahagia, silahkan saja. Hanya kau sendiri yang tahu mana kebahagian yang kau cari dan butuhkan. Namun, satu yang kupinta. Tinggallah bersamaku.”

Queen tertawa dengan lantang. Namun, sorot matanya seperti menikam dan menghujat dalam satu waktu bersamaan. “Semua lelaki sama saja. Hanya memanfaatkan perempuan. Dan apa yang kau bilang barusan? Kau memintaku tinggal bersamamu meski aku memilih lelaki lain? Kau gila!”

Athala memejamkan mata saat nada bicara gadis di hadapannya mulai meninggi. Ia hanya bisa menghela napas lagi dan menunggu hingga kalimat itu selesai dengan baik.

“Mendiang ayahku berpesan untuk menjagamu.”

Suara Athala mengalun lembut. Emosi Queen yang awalnya terpancing menjadi redam seketika. Pasalnya bukan karena intonasi lembut yang Athala produksi, tapi karena kata-kata yang diucapkan Athala.

“A- apa? Mendiang? Paman Mana sudah meninggal?”

To be Continue

Halo! Apakabar pembacaku??
Semoga baik-baik saja ya!
Aku up nih, yuk di baca ^^
Krisar? Komen aja langsung ya~

1 APRIL : Queen-Athala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang