Jeon Wonwoo
Aku melihat kepergian Chaera setelah kehadiran Areum. Dan perkataan sebelumnya benar-benar menyakitiku.
Jadi maksudnya, ciuman itu tak berkesan begitu? Dia baru saja memintaku untuk melupakannya.
Aku sangat kesal mendengarnya. Aku tak pernah merasa dipermainkan seperti ini."Wonu-ya"
"Ada apa?" Tanyaku ketus
"Apa kau marah karena aku meminta Chaera pergi?"
Aku tersadar, hampir saja aku menjadikan Areum sebagai pelampiasan kesalku.
"Tidak. Kau bilang kau ingin mengatakan sesuatu. Mau berbicara dimana?" Tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan
Areum tersenyum kemudian mengajakku untuk duduk di salah satu kursi.
"Kita makan dulu ya? Kau pasti lapar" ajaknya.
Setelah kami selesai makan, dia masih belum juga mengeluarkan suaranya. Aku pikir apa yang ingin ia sampaikam benar-benar penting sampai harus membuatnya gugup seperti ini.
"Areum-ah, ada apa sebenarnya? Hm?" Tanyaku
"Aku harap kau tak marah setelah mendengar penjelasanku"
Areum menelan salivanya. Ia benar-benar terlihat sangat gugup.
"Bicaralah, aku akan mendengarkanmu" balasku sembari mengusap punggung tangannya.
"Apa kau serius denganku?"
Aku menatapnya bingung.
"Maksudmu dengan serius?"
"Wonwoo, kuliahku lebih lama dari dirimu. Belum lagi setelah lulus aku harus mengambil profesi dan semua iu membutuhkan waktu yang sangat lama. Bila kau tak serius, lebih baik kita sudahi saja semua ini" tuturnya
"Aku bisa menunggu"
"Menunggu saja tidak akan cukup. Sejujurnya aku tak bisa mempercayaimu sepenuhnya. Menunggu adalah hal yang paling dibenci semua orang, Wonu. Aku tak mau di saat kau menungguku, tiba-tiba kau merasa bosan dan malah berhianat di belakangku."
Aku menghela napas.
"Lalu apa yang harus ku lakukan untuk membuatmu percaya?"
"Nikahi aku. Setidaknya, kita harus bertunangan dulu."
Aku langsung melepaskan genggaman tanganku sembari menatapnya terkejut.
"Apa? Menikah? Kita baru berusia 22 tahun Areum! Jangan gila!" Pekikku
"Aku tahu! Aku hanya khawatir. Apa aku tak boleh khawatir? Aku takut kau bukan laki-laki yang ditakdirkan untukku. Aku takut semua ini akan sia-sia. Aku hanya... takut." jelasnya sembari menahan tangis.
Aku lagi-lagi menghela napas.
"Aku tak memiliki pekerjaan untuk menghidupimu Areum. Kakakku bahkan belum menikah di usianya yang sekarang. Aku tak bisa melangkahinya. Aku tak bisa. Apa yang akan aku katakan pada orang tuamu? Bahkan aku belum punya apa-apa untuk berani datang ke rumahmu. Apalagi untuk meminangmu." jelasku
"Kalau begitu hamili aku. Orang tuaku tak akan mampu berkata apa-apa jika aku sudah hamil anakmu. Mereka pasti akan menikahkan kita meskipun tak setuju" ujarnya hampir menyerah
Aku menutup mulut. Aku hanya tak percaya kata-kata rendahan itu keluar dari bibir Areum. Wanita yang selama ini ku pandang sangat tinggi derajatnya. Wanita yang sangat anggun dan menjaga tutur kata dan kesopanan.
Dengan semua perkataannya, aku tau bahwa dia benar-benar sudah menyerah dengan hidupnya.
Aku mengusap puncak kepalanya pelan sembari tersenyum ke arahnya.
"Pasti sangat melelahkan ya? Apa dosenmu menekanmu lagi? Apa makanmu cukup? Pelajarannya susah untuk dimengerti lagi, hm?" Tanyaku dengan lembut.
Areum menatapku dengan mata berkaca-kaca. Ku rasa salah satu perkataanku benar.
"Wonwoo"
"Aku tau menjadi seorang dokter itu sangat sulit. Selama ini kau telah mengerahkan seluruh kemampuanmu. Aku bangga padamu. Kau wanita yang kuat"
Saat itu juga Areum menangis cukup keras. Sampai-sampai orang lain berpikir aku lelaki jahat yang membuatnya menangis. Salahku memang.
"Aku mencintaimu, tapi aku tak mungkin menghancurkan masa depan muliamu dengan cara menghamilimu. Itu bukan jalan keluarnya." Jelasku
"Lalu... kau mau menikahiku kan?"
"Itu... aku butuh waktu untuk berpikir" balasku
Areum mengusap air matanya dengan punggung tangannya.
"Jika kau berpikir terlalu lama, aku mungkin akan dinikahkan dengan orang lain. Apa kau siap dengan kenyataan itu?"
"Kau-"
"Iya. Aku dijodohkan, Wonwoo. Dan dalam waktu dekat ini, aku juga akan di pindahkan ke Jepang mengikuti calon suamiku"
"Areum, aku-"
"Nikahi aku atau tinggalkan aku" ujarnya dingin sebelum pergi meninggalkanku yang masih tertampar perkataannya tadi.
Pantas saja dia terkesan memaksaku untuk menikahinya.
Tapi aku juga tak yakin untuk menikahinya karena hatiku tak bergetar untuknya lagi. Hanya tinggal rasa sayang padanya. Selain itu aku tak punya apa-apa jika dibanding dirinya.
Di saat aku tengah terdiam, ponselku bergetar menandakan sebuah pesan masuk.
Setelah ku buka, ternyata pesan itu dari Mingyu yang memintaku untuk datang ke perpustakaan untuk membahas perihal mimpi aneh kami yang terhubung.
Tapi sialnya begitu aku sampai, bukan Mingyu yang aku dapati. Melainkan Chaera yang sedang asik bersenda gurau dengan laki-laki asing yang sialnya cukup tampan. Harus ku akui memang.
"Sialan kau, Gyu!" Geramku kesal.
Aku meremat ponselku sembari terus memperhatikan gerak gerik mereka dari jauh. Sesekali Chaera tersenyum mendengar gurauan laki-laki itu. Bahkan Chaera tak segan-segan mengusap puncak kepala laki-laki itu.
Demi apapun, rasa kesalku kembali lagi. Tidak hanya kembali, kali ini jauh lebih besar.
Belum masalah Areum yang meminta untuk dinikahi, sekarang masalah Chaera yang nampak sangat akrab dengan laki-laki asing. Memangnya sejak kapan ia bisa akrab dengan laki-laki selain aku dan Mingyu. Menyebakan!
"Hey, ponsel mu bisa rusak bung"
Suara itu terbiaskan olehku.
"Apa maksudmu mengundangku kemari?" Tanyaku
"Membuatmu sadar" balas Mingyu dengan cengirannya.
"Aku sudah seratus persen sadar setelah kau buat kesal" geramku
"Oh iya? Lalu kau sudah tau harus mempertahankan atau melepaskan siapa?"
Aku menatapnya intens begitupula dirinya yang terus menepuk pundakku.
"Won, maaf bukan aku bermaksud menguping, tapi menikah bukanlah hal yang mudah. Jika kau terlambat sedikit saja, yang terbaik mungkin sudah pergi" Ucapnya sebelum meninggalkanku untuk bergabung bersama Chaera dan teman barunya.
Sial.
To be continue~
Yakkk... bagaimana keseriusan kalian membaca cerita ini juga reader?
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped [JWW/KMG] (ONHOLD)
Mystery / ThrillerKisah tiga orang bersahabat yang terjebak dalam sebuah mimpi yang tak berujung. Mampukah mereka menemukan jalan keluarnya? Atau, Mampukah mereka menemukan akhir cerita yang bahagia? Karena tidak semua jalan keluar berakhir bahagia. -Myungyu2020-