"Dasar jalang! Apa yang kau masukkan ke dalam minumanku?"
Bian sedang menghadiri sebuah pesta jet set yang diadakan di sebuah ball room hotel ternama ketika tiba-tiba tubuhnya terasa aneh. Kalau saja hotel itu tidak dekat dengan apartemennya, pasti dia tidak akan datang dan dijebak seperti ini.
"Jangan khawatir tampan. Aku akan memuaskanmu." Bisik seorang wanita bergincu tebal dengan pakaian merah ketatnya. Tangannya yang nakal menjalar ke paha Bian menambah getaran hebat di sekujur tubuhnya.
Bian mengambil ponsel dan menyuruh supirnya bersiap-siap di bawah. Bian tidak akan jatuh ke perangkap yang sama. Dia harus memastikan dirinya tidak dijebak siapapun seperti waktu itu.
"Fabian. Mau kemana kamu, aku sudah memesan kamar buat kita. Ayo!" Bujuk si Gincu tebal sambil menggelayut di lengan Bian.
"GO AWAY YOU BITCH!!" Dorong Fabian hingga si Gincu tebal terjengkang dan menabrak seorang pramusaji. Fabian harus segera sampai di apartemennya. Harus.
*
"Pak. Pastikan Saya masuk ke apartemen." Ucap Bian dengan nafas yang tersengal-sengal. Sekujur tubuhnya terasa terbakar dan ototnya menegang.
"Apa Tuan baik-baik saja?" Tanya sang supir yang sudah bekerja bertahun-tahun pada keluarga Bramantiyo itu.
"Seorang jalang memasukkan obat perangsang dan pasti akan menjebak Saya. Jadi Bapak pastikan Saya masuk apartemen seorang diri."
"Baik Tuan."
*
Apartemen nomor 69
Bian harusnya terkurung sendiri di apartemennya. Dia harusnya mengguyur tubuhnya dengan air dingin untuk mengurangi nyeri di bagian bawahnya. Tapi apa ini? Apa Bian sedang berhalusinasi? Kenapa dia melihat bidadari berambut panjang legam di hadapannya?
Bian yang sudah dipengaruhi obat sepenuhnya sudah tidak bisa mengendalikan hasratnya. Pandangannya kabur dan dia hanya ingin melampiaskan hasrat sialan yang membakar tubuhnya saat ini.
Bian samar-samar mendengar jeritan bidadari itu tapi dia tidak bisa menguasai dirinya. Dia hanya terus melakukannya.
Bian memagut, menyesap, menandai dan akhirnya mengoyak-ngoyak bidadari di bawah kungkungannya. Dipacunya benda tegak yang sudah pas berlabuh di dalam inti si bidadari dan setelah beberapa pacuan, Bian pun meledak di inti sang bidadari.
"Cherry. Anting yang cantik seperti pemiliknya." Hanya itu yang bisa Bian katakan di sisa tenaganya yang terkuras, sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri.
***
Bian bangun dengan nyeri di sana-sini. Dilihatnya Alex bersandar di jendela dan Toni di sofa. Bian melirik ke sekelilingnya. Putih dan bau obat-obatan yang menusuk. Wah, dia di rumah sakit. Toni pasti menghajarnya habis-habisan. Diliriknya Toni yang menatapnya tajam. Tangan kanannya terbungkus perban. Yeah. Itu Toni, bukan Alex yang memang seorang boxer.
"Aku seharusnya mengirimmu ke neraka. Kau sudah menghancurkan segalanya." Ketus Toni yang masih diliputi amarah.
"Ton, please. Bian berhak untuk memberikan penjelasan. Walau bagaimanapun, Nay lah yang sudah berada di tempat yang salah dan waktu yang salah."
Toni menatap Alex sesaat dan mengalihkan pandangannya. Suka tidak suka Alex benar. Bian tidak sepenuhnya salah.
"Bicaralah Bian. Mungkin kita masih bisa menyelamatkan persahabatan kita. Wira bukanlah seorang pendendam. Dia akan mengerti jika keadaannya bisa dimengerti."
Bian menatap Alex. Tidak disangka. Sahabatnya yang paling beringaslah yang bisa berpikir waras saat ini.
"Aku akan mengatakan segala yang kutahu dan kuingat. Bukan untuk membenarkan apa yang sudah aku lakukan. Aku hanya ingin menyatukan segalanya agar kalian tahu, aku tidak mengkhianati ataupun menikam sahabatku sendiri."
Tak ada yang berkomentar. Bian menghela nafas dan melanjutkan perkataannya. Mulai dari ia di pesta, diberi perangsang dan pada akhirnya menemukan Nayla di kamarnya dan terbangun dalam keadaan tanpa busana keesokkan paginya.
"Ini gila. Secara tidak langsung, Tante lah yang menyebabkan kemalangan ini terjadi. Tapi lihatlah, dia malah menolak Nay karena keadaannya yang sekarang. Nyonya Sudibyo itu sangat mengerikan. Apa jadinya jika tante tahu, dialah awal dari masalah ini? Dia menjemput Nay ke rumahnya, tapi justru meninggalkannya di saat Wira sedang berada di Prancis. Belum lagi Felic yang juga secara tidak langsung terlibat. Kalau saja dia langsung menemui Nay usai kerja, Nay akan tahu dia salah apartemen dan keluar sebelum Bian masuk ke apartemennya dalam keadaan turn on hebat. Nayla yang malang. Lihatlah bagaimana keluarga Sudibyo membuatnya menjadi seperti ini dan sekarang dia malah dibuang begitu saja."
Bian tertawa menarik perhatian Alex yang sedang meresume semua kejadian yang terjadi dan Toni yang mungkin menganggapnya sudah gila.
"Apa ada yang lucu?" Tanya Toni kesal. Bisa-bisanya Bian tertawa di saat orang lain menderita karenanya.
"Tidak. Hanya saja aku merasa ini kebetulan yang aneh."
Toni memicingkan mata tanda ia ingin sekali memukul tampang mengesalkan Bian. Sayangnya, ia sudah membuat banyak luka dan lebam di tubuh pria yang tak ingin lagi ia anggap sahabat itu.
"What? Jangan membuatku takut!" Tanya Alex yang memang sedikit takut dengan cekikikan Bian yang masih tak berhenti juga.
"Kalian tahu. Aku berguyon pada mamaku dengan mengatakan aku akan memperkosa tunangan Wira agar orang tuaku bisa melamar gadis itu untukku. Look what happen! I really did it for real. Isn't that funny?"
"Apa maksudmu kau akan menikahi Nayla?" Tanya Alex yang menyimpulkan perkataan Bian yang diselingi tawa itu.
"Kalau dia tidak keberatan berjodoh dengan seorang pemerkosa sepertiku dan kalau orang tuanya tidak menjebloskanku ke hotel prodeo karena sudah melecehkan putri mereka. Ya. Aku akan menikahinya."
Bian tahu, Toni marah karena perasaannya pada Nayla. Tapi siapapun tahu, Bianlah yang lebih berhak menikahi Nayla.
'Cherry. Sekarang aku mengerti kenapa aku begitu senang melihat Cherry. Karena sebagian dari dirimu tertinggal dan membekas di memoriku.'
*Hotel prodeo : penjara
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH SEORANG PEMERKOSA
Romance"Setiap kesalahan bisa dimaafkan, tapi tidak semua kesalahan bebas dari tanggung jawab" -Fachir Bramantiyo-