02

16 4 3
                                    

Rabu, 04.15 wib.

Kriiinggggg... kriiinggg...

Alarmku berbunyi sangat nyaring. Ya iyalah orang posisi kepalaku hampir ke atas nakas, sedangkan alarmnya ada di atas nakas.

Aku mengubah posisi jadi duduk, dan tanganku bergerak untuk mematikan alarm. Huaahhhhahahah... Ini bukan ketawa loh ya, aku menguap sambil menutup mulutku dengan telapak tangan, karena bau. Aku saja suka tidak tahan sama bau mulutku, apalagi kalian.

Aku diam sebentar dengan mata setengah terpejam sambil mengumpulkan nyawa yang masih berkeliaran di alam mimpi. Setelah ku rasa sudah sadar sepenuhnya, aku berjalan ke kamar mandi untuk bikin kopi, bukan oy, mau mandi lah, ya kali.

Dan.. ya, seperti yang kalian tahu, kalau aku ke kamar mandi, pasti hobiku yang satu ini tidak ketinggalan. Aku tidak tahu sudah berapa lama aku melamun sambil mengobok-obok air.

Tahu-tahu aku mendengar suara orang berdzikir yang berasal dari masjid karena pakai mic yang biasa dipakai imam masjid, tanda solat subuh sudah selesai. Seketika aku tersadar, dan langsung mengguyur badanku dengan air. Aku tidak peduli lagi dengan dingin yang menusuk sampai ke tulang.

Setelah selesai mandi, aku buru-buru masuk kamar langsung bergegas memasang mukena, lalu melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, yaitu shalat.

Selesai solat, jam menunjukkan pukul 05.37. Aku bergegas memakai seragam batik khas sekolahku. Setelah itu aku memoleskan sedikit bedak bayi ke wajahku supaya tidak terlihat kusam. Tidak lupa, aku juga memoleskan sedikit liptint warna natural yang sering aku pakai. Lalu menyematkan jarum pentul di bawah dagu guna menahan jilbab putih yang biasa aku pakai ke sekolah.

Lalu aku keluar kamar menuju meja makan. Di sana sudah ada mamah, papah, juga kakakku yang paling gesrek. Oh ya, Kak Rina sekarang kuliah semester 7 jurusan Ekonomi Syariah. Di samping kuliah, ia juga bekerja di salah satu studio photo sebagai editor. Katanya, dia tidak mau membebankan orang tua. Aku saja belum kepikiran, jika kuliah nanti memilih jurusan apa, jangankan jurusan, menentukan universitas nya saja belum. Ini nih, gara-gara keseringan nge-halu.

Aku berjalan menghampiri mereka, "SELAMAT PAGI SEMUA, ORANG CANS AND CUNS DATANG, MEMBAWA SEJUTA KEBAHAGIAAN." Gue berjalan sambil berputar-putar seperti ballerina dengan gaya yang gue buat-buat sambil teriak dengan nada lagu 'Guruku Tersayang'. Sudah tidak heran lagi, karena hampir setiap hari tingkahku seperti gini. Mereka yang mendengar lagu asal-asalan buatanku hanya masang ekspresi pura-pura tidak mendengar. Apalagi Kak Rina, dia tuh orang terjulid yang pernah aku temuin.

"Mah, kok kayak ada suara tapi gak ada wujudnya. Jangan-jangan rumah kita udah dihuni setan lagi. Hiiihhh... Ngeri banget. Kita harus panggil kyai nih mah buat ngusir setannya." Tuh kata dia dengan gaya sok-sokan ketakutan, sengaja tuh.

Mamah cuma terkekeh menanggapi ucapan Kak Rina, sambil melanjutkan aktivitasnya mengoleskan selai strawberry ke atas roti. Papahku- Firman, cuma diam sambil menikmati sarapannya.

"Apaan sih, Kak. Alay banget." Ucapku dengan memanyunkan bibir, sudah mirip tokoh kartun Donal Bebek. Aku menarik kursi di samping kak Rina lalu duduk, ya iyalah duduk masa cuma  diliatin tuh kursi, kalau dia baper gimana. Gak tanggung jawab ya.

"Nih, sayang. Buat kamu." Ucap mamah setelah meletakkan roti yang sudah diolesi selai strawberry kesukaanku di atas piring yang ada di depanku.

"Thank you, mommy. You're so beautiful." Ucapku kepada sang mamah tercintah. Kak Rina yang mendengar itu, seketika langsung memasang wajah seperti mau muntah.

"Lebay, lo." Singkat, padat, dan nyelekit. Aku mendelikkan mata ke arahnya.

"Sayang, nanti kamu berangkat sendiri ya pakai ojol. Papah gak bisa nganterin kamu, papah mau berangkat sekarang, soalnya pagi ini ada meeting mendadak. Gak papa ya, nak." Aku berdecak kesal dalam hati. Tapi, ya sudahlah. Walaupun aku bilang tidak mau, tapi tetap saja kan aku disuruh pakai ojol.

"Iya, gak papa, pah." Ucapku sambil memamerkan deretan gigi gue yang rapi. Senyum fake andalanku.

"Papah berangkat ya, assalamualaikum." Papah pamit setelah menyodorkan tangannya untuk dicium oleh anggota keluarganya.

"Waalaikumsalam." Jawab kami serempak.

Setelah papah sudah tidak terlihat lagi, mamah langsung ke dapur untuk mencuci piring kotor, ya kali piring bersih. Aku membuka suara, dengan tampang memelas dan diimut-imutkan. Jijik banget sebenarnya, kalau bukan karena uang saku yang bakal berkurang karena bayar ojol, aku tidak akan mau  memasang ekspresi alay seperti ini. "Kak Rinaaa, anterin Rajel yak? Ya..ya... Mau yaa? Pliss!" Pintaku sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.

Kak Rina yang melihat ekspresiku, malah memasang muka jijik. Dikira aku ini tikus yang habis kecebur di got apa? "Ogah ah, mager." Eh sumpah pelit amat.

"Kak Rina gak kasian sama Rajel? Gak kasian Rajel makan dikit karena kehabisan uang saku buat bayar ojol?" Aku masih belum menyerah untuk membujuk Kak Rina.

"Derita lo." Ucapnya lalu berdiri dari kursi dan meninggalkanku begitu saja. KU MENANGIS~~.

Hari ini aku kesel kuadrat sama Kak Rina sumpah. Lihat saja, tunggu pembalasanku kak. Aku pun dengan ogah-ogahan mengambil hp-ku untuk memesan ojol.

***

Aku baru saja sampai di sekolah. Setelah menyerahkan helm, aku pun membayar ongkos terlebih dahulu. Sebelum itu aku menyempatkan untuk melihat jam tangan  di pergelangan tangan kiriku. Masih jam 06.30. Lalu berjalan menuju gerbang sekolah, dan melakukan kebiasaanku, yaitu menyapa Pak Suhaimin, satpam di sekolahku. Usianya kira-kira sekitar 60 tahun-an. Perutnya besar seperti ibu hamil anak kembar, eh maaf pak. Sebenarnya satpam di sekolah ini ada tiga, tapi cuma Pak Min yang akrab denganku.

"Assalamualaikum, Pak Min." Begitulah panggilanku ke Pak Suhaimin. Bisa dibilang panggilan kesayangan, karena cuma aku, murid di sekolah ini yang memanggilnya dengan sebutan Pak Min.

"Waalaikumsalam, Rajel." Ucap Pak Min dengan gaya bicara yang sangat medok Jawanya, dan senyuman yang terhias di wajah keriputnya. Aku gak ngatain loh pak, itu kenyataan, maaf Pak Min, hehe.

Nama 'Rajel' itu sudah terkenal hingga pelosok negara, tapi sebagian dari mereka tidak mengetahui nama asliku. Contohnya ya, Pak Min ini. "Tumben gak dianter papah, Jel." Pak Min memang kenal sama papah, karena biasanya papah selalu mengantarku sampai parkiran dalam, dan tak ayal selalu berpapasan dengan Pak Min yang berada di pos satpam samping gerbang. Karena itu lah Pak Min kenal sama papah.

"Papah sibuk, pak. Rajel masuk dulu ya, pak." Ucapku sopan. "Oh begitu. Mangga neng." Pak Min mempersilahkanku buat masuk ke dalam. Aku pun membalas dengan senyuman manisku yang indah bagaikan candu. Prett...

Bukan Halu [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang