21. The face of Mr. Kim

432 102 7
                                    

Haruto panik ketika mendapati apartemennya sedang kosong. Apalagi ia melihat jejak-jejak Lisa yang sedang mempersiapkan masakan untuk mereka. Ia bahkan sudah berpikir yang tidak-tidak. Sampai akhirnya ia menyerah dan menghubungi Eunwoo.

Pemuda yang dihubungi Haruto sedang duduk di meja kerjanya, menatap layar komputernya. Mengerjakan tumpukan laporan akibat cutinya ketika dering ponselnya berbunyi. Dibalik punggungnya, Junhoe dan beberapa polisi lain sedang sibuk memiting satu sama lain. Entah apa yang mereka ributkan. Eunwoo sama sekali tidak peduli. Sudah terlalu biasa jika kau mengalaminya hampir setiap kali mereka bersama di kantor.

"Kenapa, Ruto?" tanyanya setelah menggeser tombol hijau di ponselnya dan menggepitnya diantara kepala dan bahunya.

Eunwoo terdiam, mendengarkan racauan Haruto yang terdengar panik. Dia sampai harus berkali-kali menenangkannya agar mengerti apa yang dimaksud oleh adiknya itu.

Setelah agak tenang, Haruto mengatakan kalau dirinya tidak menemukan Lisa di ruangan manapun. Eunwoo yang tadinya hanya memasang wajah datar, berangsur-angsur merubah raut wajahnya.

Tubuhnya reflek berdiri dan mengambil jaketnya, bersiap memakainya. Masih sambil mendengarkan dan sesekali menenangkan Haruto. Ketika Junhoe menahan tangannya sambil menerima telepon di mejanya yang berada di sebelah meja Eunwoo.

"Yes Detektif Kim. Kami akan segera kesana. Siap Maam!" jawab Junhoe sebelum kemudian menaruh gagang telepon ke tempatnya semua sambil menatap rekan-rekannya yang juga memandangnya dengan tatapan bertanya.

"Ada pembunuhan di salah satu gerbong kereta stasiun bawah tanah dekat pusat pertokoan. Kita semua diharuskan kesana untuk menjaga TKP. Termasuk kau, Eunwoo," peringat Junhoe, memahami gelagat Eunwoo yang sepertinya mau kabur.

"Pembunuhan di gerbong kereta? Di jam sibuk?" tanya salah satu polisi disana dengan nada bingung tapi tetap bersiap memakai gun holdernya, mengecek isi peluru karet di pistolnya, memasukkan tanda pengenal, dan borgolnya.

"Ya, katanya mirip kasus keluarga Yoon." Junhoe mengatakannya sambil melirik Eunwoo yang bergeming dengan keadaan masih menerima sambungan telepon. "Kau ikut kan? Jangan coba-coba kabur."

Eunwoo mengangguk pasrah, mempersiapkan dirinya sambil berbicara pada Haruto, "Jangan khawatir. Sepertinya Noona gilamu itu baik-baik saja. Tapi justru ... aku akan menjelaskannya nanti. Tapi jangan khawatir. Noona baik-baik saja. Dalam ramalanmu pun, Noona mu tidak terlihat terluka bukan?"

Eunwoo terdiam, mendengarkan ucapan Haruto sambil berlari keluar, mengikuti rekan-rekannya.

"Ya. Kau pesan makanan saja. Dan tunggu dirumah. Jangan kemanapun. Noona mu pasti akan kembali atau mungkin menghubungimu. Dia tidak mungkin pergi lama. Apalagi dia tahu kalau makan malamnya belum siap. Mana mungkin dia mampu membiarkanmu kelaparan," kata Eunwoo sambil memasang sitbeltnya dan mulai menyalakan mesin mobil patrolinya setelah menyalakan rotator.

"Hyung bekerja dulu ...."

"Hmm ... tunggu saja okay." Eunwoo mengakhiri sambungannya dan bergegas ke TKP yang telah diberitahukan oleh Junhoe.

¤¤¤

Sekitar dini hari, Taehyun berjalan mondar-mandir sambil meremat-remat jarinya. Wajahnya jelas menyiratkan raut ketakutan.

Manik mata sipitnya menatap ke arah ruang buku yang tadinya rapih. Gara-gara polisi datang dan mengacak-acak ruangan, sekarang buku-buku itu bergelimpangan di lantai. Helaan napas panjang terdengar. Lalu Taehyun mulai melangkah membereskan buku-buku yang berserakan.

Aneh memang, tapi ia harus menyibukkan dirinya untuk menenangkan pikirannya.

Sekitar hampir satu jam yang lalu, polisi menghubunginya. Memberi kabar kalau majikannya ditemukan wafat dan ia diminta datang ke kantor polisi di pagi hari. Namun tidak lama setelah polisi menghubunginya, ponselnya kembali berbunyi. Kali ini dari ajudan Mr. Yamato yang mengatakan kalau Taehyun sebagai satu-satunya wali dari Miss Lee harus menolak otopsi.

[Completed] The Doom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang