Aku menghentikan sementara kegiatan kantor dan lebih sering dirumah karena bisa saja Rena tiba-tiba melahirkan. Jujur aku tidak mau melewatkan moment itu ya sekalipun itu anak dari pria lain.
Aku meminta mami untuk tinggal dirumahku setidaknya menemani Rena saat aku bekerja atau sedang tidak berada dirumah.
"Van.. kamu mikirin apa?" Tanya mami
"Kira-kira kapan Rena melahirkan mi?"
"Banyak kemungkinan Van, kenapa?"
"Aku takut mi, takut setelah anaknya lahir Rena pergi dari Revan" ucapku
"Kamu sudah berusaha nak percayalah dan yakin pada Tuhan"
Saat makan malam Rena tiba-tiba merasakan sakit perut tapi kali ini membuatnya meremas pegangan kursi. Aku melonjak kaget dan mendekatinya.
"sayang ke rumah sakit ya.." ajakku pelan dan dijawab hanya dengan anggukan
Mami membantu menyiapkan beberapa perlengkapan yang sudah aku beli waktu itu. Berkali-kali mami mengingatkan untuk tenang dan menyetir dengan baik. Saat perjalanan ke rumah sakit aku melihat dan mendengar Rena merintih kesakitan. Sesak dadaku melihatnya seperti ini.
Sampai dirumah sakit aku meminta kamar VIP dan kemudian dokter bicara padaku kalau harus menunggu sampai bukaan sempurna.
Jam menunjukkan lewat tengah malam,Rena bisa tertidur dan bangun lagi karena merasakan kontraksi. Aku mendekat dan selalu bersamanya, digenggamnya tanganku dengan sangat erat dan kuat. Tak sebanding dengan kesakitannya.
Menjelang pagi Rena sudah sangat kesakitan aku yang panik memanggil dokter. Dan ternyata sudah saatnya. Aku dan mami menunggu diluar kamar,tapi tak lama seorang perawat memintaku masuk dan Rena juga yang memintaku.
"Sayang kuat yah.." aku memberikan tanganku untuk dipegang
"Sa sakitt Rev" rintihnya lagi membuatku sesak tidak tega melihat penderitaannya
"Sayang jangan takut aku disini sama kamu" ucapku lagi
Aku membiarkan Rena meremas tanganku dan dokter memberikan aba-aba. Tidak lama setelah itu suara tangisan bayi terdenvar menyeruak mengisi kamar ini.
Aku tersenyum lega akhirnya anak itu lahir dan Rena juga tidak merasa kesakitan lagi. Aku mengecup keningnya yang banjir oleh keringat.
Semua sudah dibersihkan dan Rena juga sedang tertidur karena kelelahan. Aku tidak beranjak sejengkalpun dari tempat tidurnya. Mengamati setiap lekuk wajahnya, cantik gumamku.
Semua sudah berada dirumah sakit mami, ayah dan juga ibu berkumpul dan mereka semua berada diruang bayi melihatnya hanya dari luar ruangan yang tertutup kaca.
"Sayang sudah bangun?" Tanyaku saat Rena membuka mata
"Haus Rev.." aku segera membantunya untuk minum
"Ada yang sakit? Kamu mau lihat anak kita?" Tanyaku yang sedikit ragu
"Ahh iya anak itu.." ucapnya
"Ren... anak itu tidak salah, darah dagingmu terimalah dia dan aku janji akan selalu menjaganya dan menjagamu, mungkin kamu belum bisa terima aku tapi tolong terima anak itu"
"Kamu cerewet Revan.."
Tanpa menunggu persetujuannya aku meminta suster untuk mengantar anak kami ke dalam ruang rawat Rena. Saat masuk bayi mungil itu sedang tertidur.
"Yaah kok nangis... hai anak manis ini daddy sayang" ucapku
"Anak manis?" Tanya Rena
"Hehe kamu belum kasih nama jadi bingung panggil apa"
"Kamu mau kasih nama siapa?" Tanya Rena
"Uummm Maura Slevania...... " aku berhenti untuk melanjutkan menyebut nama belakangku yang juga nama keluarga
"Stavisco nama belakangmu" ucap rena
"Ahh iya jadi lengkapnya Maura Slevania stavisco karena bayi kecil ini adalah anakku" aku mencium gemas pipi bayi mingil ini dan tangisannya justru semakin kencang yang membuatku bingung
"Sini aku gendong" pinta Rena dan mengulurkan tangannya
Aku melihat Rena menggendong dan hatiku berdesir melihatnya, lalu papi menepuk pundakku lalu tersenyum.
"Kamu hebat nak, papi bangga" suara papi pelan
Aku tau kemana arah papi dan sangat tau maksud dari kalimatnya. Semua karena aku mencintainya dan aku berjanji pada diriku untuk menerima kekurangan dan kelebihannya, begitupun sebaliknya.
Siang hari diruang rawat Rena banyak sekali saudara dan teman yang berdatangan menjenguk dan mengucapkan selamat atas kelahiran anak pertama. Saat teman-temanku datang Rena terlihat sedikit canggung tapi beruntunglah ada manusia heboh yaitu Jodi, yang tau betul bagaimana perasaan Rena.
Menjelang malam tamu yang sangat tidak kami duga datang. Aku bangkit berdiri dan sudah menahan amarah mengeraskan kepalan tangan.
"Selamat atas kelahiran cucu pertama anda pak Nicholas" ucap pria tua didepan papi
"Terima kasih atas kedatangannya pak Wicaksana" balas papi pada pria itu
"Gimana perasaannya Revan pasti bahagia sekali kan" pria itu beralih melihat kearahku
Aku melangkahkan kaki hendak mendekati pria tua itu, tetapi tangan Rena menahanku. Kualihkan pandangan mataku dan papi juga melarangku mengisyaratkan ini bukan tempat untuk ribut.
Ya pria tua itu tidak lain adalah Heri Wicaksana yaitu ayah dari Indra Wicaksana, pria brengsek yang memanfaatkan Rena.
"Sebenarnya maksud kedatngan saya selain untuk mengucapkan selamat, saya juga berniat untuk meminta maaf atas sikap dan perbuatan Indra anak saya, saya tidak tau persis kejadiannya seperti apa tapi saya sudah memastikan hidup Rena sekarang aman karena Indra sudah dipenjara. Jadi saya berharap untuk selanjutnya tidak ada kejadian buruk yang menimpa Rena" ucap pak Wicaksana yang terlihat sedikit menahan emosi karena kelakuan anaknya
"Dan untuk Revan saya minta maaf secara khusus, karena sudah membuat kamu terkena imbas dari perbuatan bejat anak saya dan kalau suatu hari nanti Indra berbuat sesuatu jangan segan untuk berbicara dengan saya" ucapnya lagi dan mencoba menjabat tanganku
Aku diam tak bergeming hanya tatapan tajam yang aku tujukan. Rena menggerakkan tanganku membuatku tersadar dan melihatnya.
"Jangan emosi... niatnya baik" kata Rena
"Iya sayang" balasku
Aku menjabat tangan pak Wicaksana dan berusaha berdamai juga dengan keadaan.
Tidak lama dari itu pak Wicaksana pamit pulang, aku tetap dikamar bersama Rena sedangkan papi ikut keluar bersama mami mengantarkannya.
Kami berdua berada dalam keheningan, bergulat dengan pemikiran masing-masing.
"Eeekk eeekk ekk" sampai suara tangisan Maura menyadarkan kami
"Duhhh anak daddy dicuekin, maaf ya" aku menggendongnya tapi tetap saja menangis
"Kayanya lapar, sini aku susuin dulu" kata Rena dan aku memindahkan kegendongannya
Rena langsung membuka bagian atas bajunya, membuatku merinding dan melihatnya. Kenapa Rena tidak risih karena aku melihatnya. Aku yang melihat tak juasa menahan hasrat dan pergi keluar ruangan.