(20) The Ruins

244 41 32
                                    

Ucapan sang hobbit membuat Rega dan Lavender terdiam dalam waktu yang cukup lama. Keduanya saling pandang seraya memikirkan langkah selanjutnya yang harus mereka ambil untuk bisa menyelesaikan misi ini.

Bagaimana pun juga mereka harus masuk ke dalam kota agar bisa mencari dan mendapatkan Magic Spell. Dengan begitu mereka bisa mengembalikan kutukan pada dunia yang dilakukan oleh Carrion.

Jika mereka tidak bisa mendapatkan Magic Spell, lantas mereka harus apa untuk mengembalikan keadaan yang mengerikan ini?

“Apa tidak ada cara lain untuk masuk ke sana?” sekali lagi Rega bertanya, berharap sang hobbit mempunyai informasi lain yang bisa mereka gunakan.

Namun harapan hanyalah harapan, sang hobbit menggeleng tidak tahu, membuat Rega dan Lavender refleks menghela napas panjang secara bersamaan.

Untuk beberapa saat Rega melihat ke arah Tom yang sibuk bertengkar dengan Holly, lalu melirik Rallev dan Albert yang asyik mencoba berbagai macam makanan yang dijual di sana.

Jika dia memberitahukan hal ini pada mereka, kira-kira reaksi mereka seperti apa? Apa ini artinya Rega telah gagal menjadi pemimpin dalam perjalan kali ini?

“Tapi anak muda, sepertinya aku tahu di mana lonceng perak suci itu berada.”

Ucapan dari seorang hobbit penjual sayur-sayuran yang berada tepat di samping kios roti membuat kepala Rega berputar dengan cepat ke arahnya. Bahkan Lavender juga sampai menjatuhkan roti yang tadi dia beli saking terkejutnya.

Nampaknya hobbit laki-laki yang sudah berumur ini sedari tadi mendengarkan percakapan mereka.

“Apa benar begitu? Anda tahu tempatnya?” Rega dengan antusias segera menghampirinya seraya melontarkan banyak pertanyaan. Sedangkan Lavender buru-buru memungut rotinya dan mengekori langkah Rega.

“Benar, kalian mungkin bisa menemukannya jika pergi ke Kuil Ganetaka.”

“Kuil Ganetaka?” beo Rallev yang tiba-tiba muncul di tengah pembicaraan mereka sambil mengemut lollipop berbentuk hati merah muda.

Suara decakan lidah tiba-tiba terdengar dari hobbit penjual roti, “Omong kosong! Kuil itu sudah hancur bertahun-tahun yang lalu. Dan tidak ada seorang pun yang selamat dari kejadian mengenaskan itu,” ujarnya.

Dan anehnya hobbit penjual sayur-sayuran sama sekali tidak membantah, dia malah mengangguk pelan membenarkan. “Yah, musibah memang tidak bisa dihindari, sehebat apapun dirimu. Setelah diserang oleh perampok, Kuil Ganetaka terbakar habis. Semuanya tewas dalam insiden itu.”

Sekali lagi Rega dan Lavender saling pandang, bingung bagaimana harus menanggapi pembicaraan ini.

“Anu, jadi ini bagaimana?” Lavender dengan polos menginterupsi, kebingungan tergambar jelas dari raut wajahnya kali ini.

Hobbit penjual sayur-sayuran tampak menata barang dagangannya dengan santai, meletakkan semua sayuran berdasarkan jenisnya. Membuat kedua remaja yang ada di sana menunggu dengan tidak sabar. Sangat jauh berbeda dengan Rallev yang sedang berusaha memahami percakapan mereka karena dia tidak tahu bagaimana awalnya.

“Berharap saja kalian menemukan loncengnya di reruntuhan kuil itu.”

Hanya itulah yang dikatakan oleh hobbit penjual sayur-sayuran setelah membuat mereka menunggu cukup lama. Sebuah kalimat yang sama sekali tidak jelas dan sulit untuk dipercaya.

=>•<=

Dan di sinilah mereka sekarang, dalam sebuah perjalanan tidak pasti menuju Kuil Ganetaka yang tadi dibicarakan. Menyusuri jalan aspal tua yang sudah banyak retakan dan lubang di mana-mana. Terlebih lagi, semua pohon yang ada di sana sudah mati, hanya tinggal menyisakkan ranting-ranting kering yang bisa patah kapan saja.

The Spirit Of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang