13. Ramalan

2.3K 200 1
                                    

Seorang pria dengan setelan jasnya duduk di kursi menghadap kaca besar di ruangan. Menatap pemandangan di luar sana.

Kleek..

Pintu terbuka. Laku-laki tinggi dengan setelan jas abu-abu memasuki ruangan. "Ada apa, Ayah?"

"Ada undangan pesta. Ayah mau kau yang datang bersama Matemu," ucap pria itu datang tanpa melihat putranya.

"Kenapa? Biasanya Ayah bersama Mama yang datang. Kenapa sekarang-"

"Ayah mau kamu merasakan, bagaimana permainan dunia bisnis. Lagi pula, kelak kau juga akan mengurus perusahaan ini dengan adikmu." Pria itu memutar kursinya. Menatap putra sulungnya itu tajam.

"Ayah mau aku masuk ke lubang sana?" tanya laki-laki itu tak percaya. Sejak dulu ia menang kurang suka menyukai bisnis. Menurutnya dunia bisnis adalah tempat dimana sebuah teater dimainkan secara nyata. Semuanya penuh dengan sandiwara. "Ayah tau kan, permasalahan bisnis lebih rumit dari pada mengurus pack,"

"Tapi, tempat yang akan kau datangi adalah tempat tinggal keluarga besar Matemu."

"Apa!" seru Darren tak percaya. "Dia masih mempunyai keluarga? Kenapa ia tidak menceritakannnya padaku?"

"Karena dia tak dianggap lagi," Devan menghentikan ucapannnnya sesaat sembari meneguk kopinya. "Setelah kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaaan beberapa tahun lalu. Dia di usir dari sana dan perusahan jatuh ke tangan pamannnya yang sebenarnya tidak memiliki hak apapun."

Greaman terdengar dari tubuh Darren.

"Tenanglah kau bisa membelaskan dendam Matemu?" "Mereka mengajukan kerja sama dengan perusahaan kita. Terserah kau mau menerima atau menolaknya. Selain itu kita juga memegang saham terbesar perusahaan mereka."

Darren terdiam. Memikirkan rencana apa yang akan ia lakukan. "Baik, Ayah," ucap Darren penuh keyakinan.

"Ayah ada rapat sebentar lagi, kau mau bergabung?" tawar Darren kepada sang putra.

"Tidak. Banyak tugas yang harus aku selesaikan di pack, aku akan kembali sekarang."

"Baiklah, hati-hati."

"Hm. Aku pamit, Ayah," pamit Darren.

"Hm." Mendengar deheman Sang Ayah, Darren langsung keluar dari ruangan ayahnya.

Tak ingin menunda waktu lebih lama lagi, Darren segera keluar dari gedung menuju tempat dimana mobilnya berada.

*****

Di ruang tengah, Alice berdiri dan menatap pria yang tengah duduk di hadapannya. "Ada apa kau memintaku kemari?" Salah satu sudut bibir pria itu terangkat. Pria itu langsung menggangkat kedua tangannya.

Prak..prak..

Beberapa maid berdatangan d,engan gaun gaun di tangan mereka. "Pilihlah yang kamu suka," ucap pria itu dengan santainya.

"Untuk apa?"

"Nanti malam kita akan pergi ke pesta. Aku mau kamu tampil semaksimal mungkin."

"Pesta?"

Pria iru berdiri dari duduknya. Berjalanke arah Alice dengan perlahan. "Iya. Di rumah keluarga Berta," ucap pria itu tepat di telinga Alice.

Alice terdiam. Kedua matanya membulat. Suhu di ruangan itu seolah menurun atau bahkan minus, hingga membuat rambut-rambut di tubuhnya terangkat. "Tidak! Aku tidak mau kesana," tolak Alice setelah tersadar. Ya, Alice tidak ingin ke sana. Ia tak ingin kembali ke rumah itu lagi. Itu akan membuat ia mengingat bayang-bayang masa lalunya.

You Are My Luna (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang