Nielwink short fanfic🍫
×××
"Park Jihoon?"
"Perasaan belum meㅡ LO LAGI?"
Kekehan tidak berguna segera memasuki pendengaran Jihoon. Tentu asalnya dari seseorang yang belakangan ini cukup rese pada kehidupan Jihoon.
"Mau pulang, ya?" tanya Daniel ramah dari balik kemudi.
Sebelah pipi Jihoon menggembung dengan bibir yang ia tipiskan dan dahi berkerut, tangannya bersedekap dan ditatapnya Daniel melotot. "Lo kok tau gue disini? Jam segini lagi?"
"Kan beberapa hari yang lalu pernah ketemu."
"Oh iya."
Lalu tidak ada lagi yang berbicara. Sampai sebuah ambulans melintas di samping mobil Daniel, Jihoon bersuara kembali. "Ngapain masih disini?"
"Nunggu lo masuk?" Nada tanya Daniel benar-benar membuat Jihoon kesal, tidak tahu mengapa.
"Ga bakal, sana, gue mau pulang."
Park Jihoon ini, terkadang memang tidak bisa menilai keadaan. Siapapun tentu akan lebih memilih menggunakan Subaru BRZ yang jauh menjanjikan dari pada duduk kepanasan ditimpa sinar matahari sore dan dihantam debu jalanan.
"Iya, ini kan mau gue anterin pulang. Makanya naik, ga panas apa berdiri di sana dari tadi?"
"Maksa banget deh lo! Gue ga mau ngerepotinㅡ"
"Lo ga ngerepotin sama sekali."
"Ya gue udah pesen ojolㅡ"
"Gue tau lo baru selesai, mana sempet buka hape?"
"AAARGHHH KENAPA SIIHH?!"
Gara-gara teriakannya itu, Jihoon mendapat tatapan bingung dari beberapa residen dan keluarga pasien yang lewat.
"Gue rencana abis ini mau ke TM, makan siang. Lo mau ikut?" Daniel sudah menyerahkan senyuman terbaiknya disertai pelayanan paling sempurna yang ia miliki.
Mahasiswa koass itu masih setia di tempatnya, enggan beranjak. Padahal lambungnya sudah bergejolak. "Sekarang udah sore dan lo baru makan siang? Lo bisa liat jam ga sih, Daniel?"
Menurut Jihoon, tidak ada sesuatu yang patut Daniel tertawakan setelah ucapannya itu. "Iya ya, biasanya makan siangnya udah gue gabung pas sarapan. Tapi tadi ga sempet sarapan karena kompor gue meleduk."
"HAHAHAHA BODOH BANGET!"
Demi pakaian dalam Sungjae yang berwarna-warni, ini kali pertama Daniel melihat tawa lepas Jihoon. Dan Daniel berani bersumpah, tawa ini layak diabadikan dan dipamerkan ke seluruh dunia. Kini ia tahu, bahwa ada yang lebih indah dari semesta dan segala hal.
Park Jihoon.
"Gimana? Gue traktir, ntar dapet bonus bebas pilih di BR. Oke?"
Ya sudahlah, terima saja ya, Park Jihoon?
"Lo emang batu banget."
×××
Beruntung Daniel membawa segala jenis kartu ATM yang ia miliki. Sebenarnya jenis permainan di lantai teratas mall ini tidak terlalu variatif, berbanding terbalik dengan jajanannya. Terkutuk kalian yang membuka begitu banyak stand makanan di tempat suci ini, gerutu Daniel dalam hati saat Jihoon tersenyum manis padanya sembari menunjuk pada es krim roll tiga tingkat.
Secara fisik Daniel memang tersenyum lebar. Menahan diri agar tidak memeluk Park Jihoon yang menggemaskanㅡatau setidaknya merangkulnya. Daniel tentu tidak mau mengambil resiko kembalinya keganasan Jihoon disaat-saat mengharukan ini. Meski begitu, di dalam hati Daniel sungguh mencemaskan isi dompetnya yang sudah cukup banyak terkuras untuk acara besar tempo hari.
Karena sesungguhnya dirinya tak sekaya itu. Belum, maksudnya.
"Pulang, yuk."
Detik itu terasa sebagai penyelamat kehidupan untuk Daniel. Jihoon bangkit, mengelap ujung bibirnya dengan tisu, lalu membenarkan posisi tas ranselnya.
"Udah kenyang, Ji?" tanya Daniel seramah pertemuan pertama.
Jihoon mengerlingkan mata, "Ya menurut lo aja, retoris banget sih. Udah buru anterin balik, udah jam berapa ini."
Daniel tersenyum saja dan ikut berdiri. Dilihatnya Jihoon hanya diam menatap dirinya dengan mata terbuka penuhㅡbulat sekali. Awalnya Daniel kira Jihoon akan berjalan duluan begitu ia minta antarkan pulang dengan wajah kurang minat. Namun rupanya, Jihoon bergeming menunggu Daniel berjalan duluan.
Aw, manis sekali.
"Kenapa tidak jalan?" Kepala Daniel menunjukkan gestur ke samping.
Yang ditanyai diam, enggan menjawab dan malah membuang muka, "Daniel.. duluan."
Astaga.
Demi dunia dan semesta yang sangat kaya.
Bagaimana bisa Tuhan membiarkan jantung Daniel bergetar begitu hebat hanya karena suara lirih Park Jihoon yang disertai gerakan memilin jari?
Ini juga pertama kalinya Jihoon menyebut namanya 'kan?
Daniel refleks meremas dadanya sendiri, telinganya memerah tanpa disadari. Yah, pun telinga Jihoon. Padahal tidak ada hal memalukan yang keduanya lakukan. Untuk lebih pastinya tentu hanya dua insan itu yang tahu mengenai apa yang mereka rasakan.
"Ya, oke. Gue jalan duluan."
Jihoon mengangguk saja karena sungguhㅡ ia merasakan hawa-hawa canggung sempat membungkus keduanya. Dan Jihoon tidak tahu mengapa.
Akhirnya Jihoon membuntuti langkah Daniel yang terbilang cukup besar untuk diikuti. Pria itu seperti terburu akan sesuatu.
"Woi bisa lambatin jalan loㅡ ADUH!"
Tubuh Daniel bergerak condong ke belakang beberapa derajat, akibat sesuatu yang bulat menubruk dirinya. Tidak kuat sebenarnya, tapi karena yang menabrak ㅡsekali lagiㅡ agak bulat, jadi ya, Daniel terkejut juga.
Penabrak merenggut dengan wajah kesal yang tidak main-main. Ia mengelus hidungnya sendiri dan menatap sinis sepasang mata beberapa senti di atasnya.
"Maaf maaf, lo manggil sih jadi gue otomatis balik badan. Ada yang sakit?" tanya Daniel mengangkat tangan kanannya, bermaksud membantu Jihoon.
Oh, tentu saja, tepisan kasar diberikan sang anak koass tanpa ragu.
"Makanya kalo mau ngapa-ngapain itu kasih tanda kek! Bikin gue kaget aja," gertak Jihoon dengan suara lantang.
Daniel mengusap-usap kedua telapak tangannya di depan wajah Jihoon, gestur meminta maaf. "Lo juga salah, lah."
Tadinya kerutan sarat akan dendam sudah lenyap dari dahi Jihoon, namun kini kembali dan lebih dalam serta ditambah pelototan mata. "Heh! Kok nyalahin gue?! Bosen idup lo ya?!"
"Makanya jangan jalan di belakang saya, salah sendiri."
Air muka Jihoon langsung berubah datar. Dirinya sedang kesal. Bertambah kesal lagi dan lagi ketika ia dapati Daniel menahan tawanya.
"Bales dong, bilang 'berarti kalo jalan beriringan sama kamu boㅡ' DUH IYA IYA AMPUNㅡ"
Cubitan calon (inginnya) dokter bedah tulang itu tidak main-main. Damagenya semakin besar ketika dilakukan di pusat kegelian Daniel, putingnya.
Ugh.
"Gue kesel banget sama lo, banget. Gue benci sama lo," gerutu Jihoon.
"Ugh- iya iya, gue juga saㅡ"
"Lo flirting, adek lo gua sunat sekarang juga."
"saㅡma.. bencinya ke lo. Hehe."
Biarkan keduanya semakin dekat. Mengenal satu sama lain meskipun dibumbui penolakan. Siapa yang tahu, jika keduanya menggali semakin dalam terhadap yang lain, kejujuran dari perasaan masing-masing akan terungkap.
×××
KAMU SEDANG MEMBACA
frequency. ㅡnielwink
FanfictionZaman sekarang masih ada perjodohan lewat pesta dansa? Eh, bisa disebut perjodohan tidak, ya? an alternate universe. boyslove, bxb, yaoi!