BAB 1. Surat Misterius Dari London?!

2 0 0
                                    

Vanilla POV :

"Ayah, Ayo cepat! Nanti kita bisa terlambat!"
"Iya, iya. Aduh putri ayah masih pagi sudah teriak-teriak."

(Duk..duk..dukk suara seseorang menuruni tangga.)

"Ini karena ayah telat bangun!"
"Baik baik.. kali ini memang ayah yang salah. Oke,"

"Ih dasi ayah kurang rapi."
(Mengomel dan merapikan dasi ayah)
"Nah, begini sudah rapi. (Aku melihat kedalam arlogi jam yang terpasang rapi di pergelangan tangan kirinya) Ayo Yah."

***
Aku membuka jendela mobil sambil bergumam. Melihat langit yang begitu cerah, dan angin yang berhembus pelan, aku yakin hari ini akan menjadi hari yang cukup menyenangkan.
Meninggalkan sekolah setelah 3 tahun terasa cukup singkat. Meskipun kebanyakan teman-temanku mempunyai sifat yang menyebalkan, yah tetap ada beberapa lainnya yang dapat diandalkan.

"Yap. Kita sudah sampai. Ayah parkir di sebelah mana ini?"
"Di sebelah kanan gedung aja, Yah".
"Oke".

Meskipun anak-anak lain sering mengejek namaku, tapi mereka tidak berani menggangguku lebih dari itu. Ya, tentu saja karena aku juara kelas (Hehe)
Rasanya mungkin aku akan sedikit merindukan mereka.

"Hai Vanilla Latte~" sapa Gina dan beberapa anak lainnya.

Heih, aku tarik ucapan terakhirku.

Aku berharap acara wisuda hari ini dapat selesai dengan cepat.

***
"Van! Aku disini!!"
Aku mendengar suara seseorang yang ku kenal.
Agak samar, tapi aku langsung bisa mengenali gadis kecil yang berdiri agak jauh didepanku itu.

Ya, dia adalah sahabatku. Namanya Wini. Kami sudah berteman sejak kami duduk di bangku kelas 5 SD.
Wini adalah salah satu orang yang selalu memberikan semangat dan mendukungku. Tentu saja nomor 2 setelah ayahku haha.

"Pagi Om". sapa Wini kepada Ayahku.
"Pagi Wini. Ayahmu di mana?"
"Itu om, duduk disebelah sana". Wini menunjuk ke sebuah kerumunan orang tua murid.

"Ayah kesana dulu ya, sayang".
"Oke, Yah".

"Wah, kau..kelihatan beda hari ini". Telisik Wini. Matanya yang bulat mengamatiku dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Apanya yang beda sih, Win?
Kan sama seperti biasanya. Seragam SMA dengan sepatu hitam dan ikat pinggang hitam". Kataku datar.
"Hmm..kau..terlihat...agak senang. Apa terjadi sesuatu?"
"..." "Tidak ada sesuatu yang terjadi. Mungkin..aku sedikit senang karena tidak akan melihat wajah para penggosip itu lagi".
"Mereka pasti mengejekmu lagi kan?
Huh! Sudah kuduga! Dasar mulut seribu!"
"Sudah, sudah, aku tidak peduli dengan mereka". Aku menepuk-nepuk Wini yang sedang emosi. Tapi melihat sikecil ini marah-marah juga salah satu hiburan tersendiri hehehe.
"Kau selalu saja begini". Wini mendengus dengan kesal.
"Sudah selesai kan marahnya?
Kalau begitu, ayo kita masuk".
Akhirnya aku dan Wini masuk ke gedung aula tempat wisuda kami di selenggarakan.

Semoga acara hari ini bisa selesai dengan cepat.

***

"Sial.. hari ini Kepala Sekolah berpidato lebih lama dari yang kuduga." Celoteh Wini.
Aku hanya bisa terkekeh melihat wajah bosannya. Haha..
"Yah, yang terpenting sekarang acaranya sudah selesai kan".
"Aku ingin cepat-cepat pulang".
"Eii Van... jangan langsung pulang dong! Ah ngga seruuu...
Sebelum pulang kita harus foto-foto dulu!"

"Aku lelah Win. Semalam aku kurang tidur. Kau pikir ini gara-gara siapa hah?"
"Eh.. err.. iya iya Van.. soal semalam aku minta maaf deh. Semalam aku curhat tentang Devin sampai lupa waktu"
"Hah.. terus masalah sama si Devin udah kelar kan?"
"Err.. itu.. hmm.. kayaknya kita jangan bahas itu dulu deh. Kita foto-foto dulu yuk!"

Hah.. dua sejoli ini benar-benar hobi bikin orang sakit kepala yah. Dasar..

Well.. jadi Devin adalah teman sekelas kami.. dan tentunya dia juga pacar dari sahabatku Wini.
Wini dan Devin sudah 1 tahun pacaran. Dan semenjak itu, tidak pernah sekalipun mereka tidak bertengkar.
Aku tidak bisa menyalahkan siapapun karena mereka berdua memang sama-sana kekanakan.

Menurutku mereka itu sangat mirip. Daripada dibilang sebagai sepasang kekasih, mereka lebih terlihat seperti anak kembar.
Mulai dari karakter, sifat, bahkan sampai wajah mereka juga mirip.
Keras kepala, manja, cerewet, pemarah, tapi juga setia kawan.

Wini, Devin, dan Aku (Vanilla), kami sering melakukan sesuatu bersama-sama. Mulai dari belajar hingga bermain.
Well.. meskipun 70% nya hanyalah moment aku sebagai obat nyamuk (-_-).

(Setelah kegiatan foto-foto bersama Wini berakhir, aku pulang ke rumah bersama ayah.)

***

Cringgg (bunyi kunci rumah yang dilempar ayah dari dalam mobil)
"Nak, kamu masuk dulu ya. Ayah mau ambil laundry dulu".
"Oke, Yah".

Saat aku ingin membuka pintu depan rumah, aku melihat sesuatu yang sepertinya terselip di bawahnya.

Aku buka pintu rumah, dan melihat sepucuk amplop surat tergeletak disana.
Karena kami tidak memiliki kotak surat, jadi surat apapun yang ditujukan kepada keluarga kami akan di selipkan dibawah pintu rumah.
Salah satunya seperti surat yang datang hari ini.

Aku mengambil amplop tersebut.
Di sana ada prangko dan cap stempel dari....hah? Kok bahasa inggris sih hmm aneh.. [batinku].

Aku berjalan menuju sofa ruang tamu. Kemudian meletakkan tasku diatas meja dan mulai mengamati amplop tersebut.

Diamplop itu tertulis nama ayah
Lukas Encino, dan... eh ada namaku juga.
Dan pengirimnya, hm..
Camelia Van Dulcan.
Hah?
Siapa orang ini?
Apa salah satu teman ayah?
Hm, sepertinya ini nama perempuan.
....
Eh tunggu!
Dari Camelia Van Dulcan,
untuk Lukas Encino
dan Vanilla Coco Dulcan.
Dulcan?
...
Dulcan?!
Bukan Danish tapi Dulcan???
Eh!
Apa orang ini salah tulis nama ya.
Aneh! Tapi ini benar kok alamatnya.
Ah, paling juga salah tulis nama.

Aku letakkan surat itu diatas meja,
lalu bergegas menuju kamar.
Tapi.. aku penasaran dengan surat itu.
Apa aku buka sekarang saja?
Atau menunggu ayah sampai?
Aku mengurungkan niat untuk naik ke lantai dua, dan berakhir duduk kembali di sofa ruang tamu.

Aku duduk sambil termenung. Menimbang-nimbang apakah aku baca surat itu bersama ayah atau tanpa ayah.
Akhirnya aku mengambil keputusan.
Karena aku sudah sangat penasaran, jadi aku akan baca surat itu tanpa ayah.
Maafkan aku ayah.. aku akan membaca surat ini duluan (^_^).

Aku bersiap membaca surat itu..
Eh..
semuanya tertulis dalam bahasa Indonesia.
Aku pikir surat itu akan tertulis dalam bahasa Inggris karena dikirim dari Inggris.

Mataku menelusuri setiap kata dalam surat tersebut.
Orang bernama Camelia Van Dulcan ini menanyakan kabar ayah, dan cucunya.
Cucunya?
Siapa cucunya?

Dalam surat itu Camelia menuliskan,

"....Lukas, aku sedang sakit keras. Dan aku ingin segera bertemu dengan cucuku Vanilla.
Bisakah kalian berdua datang menemuiku?
Aku ingin melihat cucuku untuk yang terakhir kalinya.
Aku mohon padamu.
..."

Eh? Tunggu dulu..
Vanilla...Aku?
Cucunya??
Cucu dari orang bernama Camelia ini???
Setahuku aku tidak punya nenek bernama Camelia.
Dan kedua nenekku juga sudah meninggal dunia.
Lalu siapa Camelia ini?
Kenapa orang ini mengatakan bahwa aku ini cucunya?
Dan kenapa namaku Dulcan?
Bukan Danish! tapi Dulcan??

Terlalu banyak pertanyaan bermunculan.
Semakin kupikirkan semakin aneh dan tidak masuk akal.
Aku termenung dan duduk terdiam dengan tangan menggenggam surat tersebut.

Tiba-tiba ayah datang dan bertanya kepadaku, "Nak? Vanilla?? Kenapa kamu bengong?"

Aku terkejut dan kemudian melihat kearah ayah dengan tatapan bertanya-tanya.

Ayah bertanya, "Ada apa nak?"

Kukumpulkan kesadaranku dan bertanya pada ayah dengan harapan bahwa isi surat ini bukanlah sungguhan.

Tapi..
Setelah aku bertanya pada ayah, tanpa kuduga-duga ayah memberikan reaksi yang sama sepertiku.
Terkejut, dan.. takut?!

"Ayah.. apa ada yang ayah sembunyikan dariku?"

.
.
.
.
.
Tbc 😊

Lost In The City : London I'm Coming!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang