Part 17

65 7 0
                                    

"May, tadi beneran?" tanya Zuri ketika mereka berdua bertemu di trotoar depan sekolah. "Si Aksa yang jalan sama kamu tadi?"

"Heem, nggak percayaan sih," ucap May sambil mengetikkan sesuatu di atas ponselnya.

Zuri melirik sekilas ke arah ponsel May yang secara tidak sengaja agak miring ke arahnya. Ia mendapati May yang sedang menyimpan nomor Aksa baru saja dan membalas sesuatu pada nomor tersebut.

"Aciee, ketemu nih," goda Zuri sambil menyenggol lengan May dengan sikunya.

"Apaan sih," gerutu May sambil menutupi sebagian mukanya dengan ponselnya. "Aku duluan ya, Ri."

Zuri mengangguk dan melambaikan tangannya pada May. May juga membalasnya dan segera masuk ke mobil Mamanya. Di mobil, ia hanya terdiam dan membayangkan hal yang ia alami tadi dengan Aksa.

"Kenapa senyum-senyum sendiri, Re?" tanya mama saat berhenti di lampu merah.

"Eh, nggak, Ma," protes May kemudian berpura-pura memainkan ponselnya, padahal hanya melihat-lihat percakapan saja.

Sesampainya di rumah, May segera menuju ke kamar dan membanting tubuhnya di kasur kesayangannya. Tubuh dan pikirannya benar-benar lelah hari ini. Tubuhnya lelah ketika menjalankan tugasnya dan pikirannya krena memikirkan Aksa.

Memang, menurut May sangat tidak penting dan buang-buang waktu. Tetapi, Aksa sangat membuatnya untuk mengorek dan memikirkan lebih jauh. Entah, May merasa ada yang berbeda dalam diri Aksa.

"Re, makan dulu," ucap Mama sambil mengetuk pintu kamar May.

"Iya, Ma."

Setelah makan siang bersama Mamanya, May kembali ke kamarnya untuk mengecek kembali data tentang nama-nama anak yang mengikuti lomba kemarin untuk membuat sertifikat peserta.

Saat May sudah mengirimkan file berisi daftar nama, satu pesan baru muncul dari nomor Aksa membuat May tertegun melihatnya. Aksa mengajaknya keluar! Ini suatu berita yang sangat heboh.

May hanya menjawab singkat saja, ia akan berkonsultasi engan Zuri sebelum menajawab iya kepada Aksa. Setelah Zuri menjawab tidak apa-apa, May langsung mengetikkan kata iya.

Rupanya, Aksa juga bertanya kepada Dika sebelum ia menawari May untuk pergi bersama. Sebenarnya, ia masih canggung dengan May. Apalagi tentang kejadian tadi yang May tidak mengakuinya.

"Halo, Sa. Udah dimana?" tanya May dalam telepon.

[Ini baru aja berangkat, maaf ya tadi bannya kempes]

"Iya, nggak apa-apa," ucap May dan mematikan teleponnya.

Jujur May kecewa dengan lelaki yang tidak disiplin, tapi tak apalah. Aksa juga sudah menjelaskan apa yang membuatnya terlambat. Bisa dibilang ini bukan kencan, sekedar bertemu dan meminum kopi bersama.

"Apa, Sa?" tanya May agak terkejut karena tadi dirinya tertidur dan tiba-tiba ponselnya berdering.

[Ini, gang masuknya? Tulisannya gang tomat, iya?]

"Ahaha, bukan. Yang gang sampingnya, kamu dari arah selatan, 'kan? Kamu lurus terus gang setelah tomat," jawab May sambil tertawa terbahak.

Tanpa sadar ia sudah memanggil Aksa dengan kata kamu juga. Saat ia tersadar ia memukul kepalanya sendiri dan merutuki nasibnya. Mama yang melihat itu langsung tergopoh-gopoh datang mengkhawatirkan May.

"Kenapa dipukulin?" tanya Mama sambil meraba-raba kepala May.

May tertawa renyah. "Nggak apa-apa, Ma."

Mama kembali masuk ke dalam rumah meninggalkan May yang masih duduk di kuris depan rumah. May masih menunggu kehadiran Aksa secepatnya. Ia tak mau hang out pertamanya bisa hancur.

[May, rumah kamu warna apa?]

"Krem, pagarnya bronze," jawab May dan berdiri mendekati pagar dan membukanya.

Matanya mengelilingi sekitar rumahnya untuk menemukan batang hidung Aksa. Belum tampak. Rumahnya memang agak jauh dari jalan raya. Akhirnya May memutuskan untuk menunggu Aksa di luar pagar.

"Eh, gue kan nggak ngerti motornya dia apa," kekeh May dan merutuki dirinya sendiri. "Bego banget sih."

May mendapati satu motor yang melewati dirinya dengan kecepatan sedang. Tetapi, penglihatannya tidak bisa menangkap siapa yang berada di motor tersebut. bisa jadi Aksa, bisa jadi bukan.

Tak lama kemudian, May mendapat telepon dari Aksa yang kesekian kalinya. Ia mengangkatnya dengan menahan tawanya. "Dimana?"

[Musholla?]

"Kebablasan, Sa. Balik sini," ucap May dengan tertawa. "Motor kamu apa? Bajunya apa?"

[Motornya nm*x, aku pake jaket navy]

May membelalakkan matanya demi melihat Aksa secara jelas. Ia tak akan membiarkan Aksa melewati rumahnya lagi. Ia akan memanggil sekecang mungkin supaya Aksa dengar dengan teriakannya.

Sontak May berteriak memanggil Aksa ketika melihat motor nm*x melewatinya. Tetapi, rupanya bukan Aksa, ia adalah tetangganya yang juga mempunyai motor yang sama seperti Aksa. May tak sempat melihat jaket yang dikenakannya, ia hanya berteriak saja.

Ia berbalik ke arah rumahnya setelah meminta maaf kepada tetangganya itu. Saat ia berbalik ia mendapati sosok Aksa yang duduk di motornya yang sedang tertawa terbahak-bahak.

"Itu tetangga kamu woy," kekeh Aksa.

"Ya kan nggak kelihatan," jawab May dengan mulut cemberut dan muka kusut.

Ia sudah menghancurkan sebagian rencananya sendiri. Ia hanya ingin acaranya berjlan mulus, tetapi, malah ia sendiri yang merusaknya. Ia merasakan tangan Aksa menyentuh lengannya yang tertutupi sweater.

"Naik, keburu malem. Masa ngajak anak orang sampe malem," ucap Aksa.

May terkekeh dan mendekati motor Aksa kemudian menaiki jok belakang. "Jangan sampe malem, sampe pagi aja," sabut May.

"Heh! Nggak usah pulang sekalian!" bentak Mama yang ternyata menunggui May di teras dengan meminum teh.

May dan Aksa tertawa bersamaan. Mereka segera berpamitan dn menembus kota yang mulai memadat sore ini. Mereka rencananya akan pergi menuju Alun-alun terlebih dahulu karena permintaan May.

"Sa, kamu emangnya nggak capek abis lomba terus ngajak jalan?" tanya May saat mereka berdua berjalan menuju pedagang kelomang.

"Nggak kok, aku udah biasa," jawab Aksa.

May baru saja menyadari jika tingginya hanya sebahu Aksa. Ia seketika merasa insecure dan tidak patut jika berjalan bersama Aksa. Namun, May berusaha menghilangi rasa insecure tersebut.

"Sa, bagus yang ijo apa merah?" tanya May sambil menunjukkan kelomang berukuran sedang kepada Aksa.

"Ambil semua aja," ucap Aksa.

Melihat raut muka pedagang kelomangnya yang berbinar ketika mendengar ucapan Aksa, May menjadi tak enak hati jika hanya membeli satu. Akhirnya ia membli kedua kelomangnya. Ia memang menyukai kelomang, bahkan sedari ia kecil.

"Kamu suka banget sama kelomang?" tanya Aksa sambil memberikan helm milik May.

"Iya, dari kecil. Tapi, mesti ilang," ucap May sambil meyodorkan plastik berisi kelomang kepada Aksa dan memakai helm-nya.

"Kenapa dia cantik?" batin Aksa.

Mereka memilih untuk hang out di kafe saja. Dengan alasan May tidak mau naik eskalator jika mereka ke mall. Ia hanya malas saja, padahal ia juga tidak fobia eskalator. Hanya malas bertemu dan berdesakan.

Mereka berjalan beriringan memasuki kafe. Banyak pasang mata yang menuju ke arah mereka. Mungkin, karena keserasiannya, atau bahkan paras mereka yang memang diatas rata-rata?

"Pesen apa, May?"

MaSa : DÉJÀ VU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang