Renata POV
Aku tidak tau apa yang terjadi pada diriku karena lama kelamaan aku merasa nyaman saat Revan berada didekatku.
Benerapa hari ini sebenarnya aku mengkhawatirkan kesehatannya karena seringkali kurang waktu untuk beristirahat. Seharian dia bekerja dikantor dan sesampainya dirumah selalu membantuku untuk mengurus Maura. Saat malam ketika Maura menangis Revanlah yang selalu bangun terlebih dulu. Revan benar membuktikan perkataannya.
Bibi tadi sudah bilang bahwa Revan sudah pulang sejak sore dan tertidur disofa, begitunya dia tidak ingin aku tau keadaannya. Padahal aku juga tidak akan keberatan untuk mengurusnya. Tapi ya begitulah Revan selalu terlihat kuat diluar padahal hatinya sangat rapuh.
Pagi ini aku sengaja tidak membangunkan Revan karena semalam tidurnya tidak nyenyak. Saat ku pedang badannya memang sedikit demam. Jadi aku membiarkannya tidur lebih lama dan kemudian turun membuatkan sarapan. Maura juga aku bawa kebawah takut mengganggu tidurnya kalau sewaktu waktu Maura terbangun dan menangis.
Saat kembali masuk kekamar aku melihat Revan sudah duduk dipinggiran kasur. Wajahnya terlihat sedikit pucat, aku segera mendekat dan memegang keningnya.
"Astaga kamu demam lagi, hari ini ga usah kekantor ya, istirahat aja dirumah dulu" kataku
"Iya sayang.. maaf lagi-lagi merepotkan" ucapnya lemas
Aku terenyuh mendengarnya mengucapkan maaf yang mana bukan keinginannya juga untuk sakit. Kenapa dadaku sesak tidakkah memang tugasku untuk merawatnya dikala dia sakit seperti ini.
Aku membiarkannya kembali tidur setelah tadi bersusah payah merayunya untuk meminum obat. Maura sudah aku titipkan pada bibi karena aku sedang merawat Revan.
Rena aku cinta... bahkan dalam keadaan sakit seperti ini dia masih saja menyebut namaku dalam tidurnya.
Sedalam itukah Revan mencintaiku, lalu apa balasannya justru aku menyakitinya.
Tanpa ragu aku memeluknya dan mengecup keningnya.
Berbaring disebelahnya dan ingin selalu didekatnya, apakah benih-benih cinta sudah mulai tumbuh didalam hatiku.
"Sayang sayang" Revan sudah bangun dan memanggilku
"Iya aku disini, gimana udah baikan?" Aku kembali mengecek demamnya dan memang sudah tidak demam lagi
"Jangan tinggalin aku ya, aku ga bisa hidup tanpa kamu" katanya dengan menatap mataku
"Aku disini buat kamu, kamu jangan berpikiran macam-macam seperti itu"
"Aku takut kamu pergi"
"Bagaimana aku bisa pergi kalau kamu mengambil semua hatiku Revano"
"Hahh ma maksud kamu hati kamu kenapa?" Dia bertanya dengan wajah polosnya
"Iya disini sekarang ada kamu jadi aku ga akan pergi kemana-mana selain sama kamu" aku menggerakkan tangannya kedadaku dan merasakan detak jantungku
"I love you Renata" ucapnya tulus dengan mata berkaca-kaca
"I love you too Revano Alexander Stavisco, gimana sudah puas?" Aku mengakui perasaanku disaat seperti ini dan melihat reaksinya yang sangat lucu bahkan dia mencubit lengannya sendiri memastikan ini bukanlah mimpi
Setahun berlalu semenjak aku mengakui perasaanku pada Revan. Dan sekarang kami berdua sudah benar selayaknya suami istri yang sebenarnya. Sikapnya tak pernah berubah tetap Revan yang ku kenal, hanya bedanya sekarang dia lebih romantis dan sudah tidak malu lagi.
"Mau kasih adik ke Maura huumm" godaku saat sedang ditaman belakang
"Uhuuukk uhuuuukkk" Revan malah tersedak saat meminum kopinya dan aku terkekeh melihat wajahnya yang memerah
"Aku udah siap kalau kamu mau punya anak lagi" aku semakin yakin
"Ka kamu serius sayang? Ga bercanda kan?"
"Apa aku terlihat bencanda huhh"
"Ohh thanks God akhirnya"
Aku dan Revan benar-benar melakukan program untuk memiliki anak lagi. Aku melihat aura kebahagiaan diwajahnya.
Revan sangat menyayangi Maura jadi aku tidak khawatir kalau nanti ada anaknya sendiri yaitu darah dagingnya semdiri.
Akhirnya program berhasil dan Revan langsung memberitahu kepada semua keluarganya bahwa aku sedang hamil. Lihatlah suamiku masih saja bertingkah lucu padahal usianya sudah tidak lagi muda.
Perhatiannya pada Maura tidak berkurang sedikitpun bahkan sering aku mendengar menceritakan pada Maura tentang bagaimana nanti memiliki adik. Itu hiburan untukku karena Maura pasti tidak akan mengerti apa yang dibicarakan Revan, bahkan maura baru berusia setahun lebih.
"Hai sayang gimana kabar kamu?" Kami bertiga baru saja sampai dirumah mami dan papi Revan
"Baik mi, gimana mami sama papi sehat kan?"
"Ya tentu saja kami semua sehat sayang, ehh gimana ada ngidam aneh-aneh ngga?"
"Revan yang ngidam mi"
"Oh begitu ya jadi gimana ada minta aneh-aneh?"
"Engga kok mi paling cuma pengen masakan Rena aja jadi dia sering bolak balik rumah dan kantor"
Kami semua berkumpul diruang keluarga karena ada Maura yang sedang bermain dengan papi dan Revan. Terlihat papi juga sangat sayang pada Maura. Aku sangat berterima kasih pada keluarga Revan yang benar-benar tulus menerima dan menyanyangi Maura dengan tulus.