Sad

26 3 10
                                    

Saat matahari belum sepenuhnya menyinari bumi, Arabella sudah sibuk berkutat di dapur. Ia akan menyiapkan sarapan pagi ini, untuk membuktikan bahwa dia sudah bisa mengurus rumah tangga dengan baik. Tentu saja agar ayahnya mau untuk mencarikan dia suami.

Tanpa Ara sadari sudah ada dua orang yang tengah mengamatinya lekat.

Rosa dan Arman menatap heran ke arah putri mereka yang tengah berkutat dengan alat-alat dapur.

Saat akan menata masakannya di meja makan, barulah gadis itu sadar jika kedua orangtuanya sudah duduk manis memperhatikannya.

"Mama sama ayah udah dateng ternyata." Ara berucap riang, lalu menata masakan hasil jerih payahnya ke atas meja.

Kemudian ia mengambil nampan yang berisi dua cangkir teh dan kopi yang kebetulan sudah di buatnya.

"Kenapa sih pada ngeliatin Ara kayak gitu?"

Ayahnya berdehem pelan. "Tumbenan banget loh Ara bangun sepagi ini, iyakan mah?"

Mamanya hanya mengangguk membenarkan.

Ara tersenyum lebar. "Ini buat buktiin ke ayah sama mama kalo Ara itu udah siap nikah." Gadis itu berucap yakin, sedangkan Arman yang mendengarnya langsung tersedak kopi buatan anaknya.

Rosa sampai harus memukul pundak Arman karena khawatir.

"Kamu mau buat ayah jantungan ya Ra?" Arman berucap galak, pasalnya sepagi ini putrinya sudah berucap asal tentang menikah lagi. Sebegitu inginnya kah anaknya untuk menikah.

"Ah ayah lebay deh."

"Daripada kamu ngomong nggak jelas kayak gitu, mendingan kita langsung sarapan aja deh. Mama mau nyicipin gimana rasanya masakan anak mama ini."

Rosa mencoba menengahi perdebatan antara ayah dan anak yang mungkin tidak akan ada habisnya ini.

Mereka akhirnya sarapan dengan tenang, kebiasaan di keluarga ini adalah selalu makan bersama. Kata ayahnya itu dapat mempererat rasa kekeluargaan di rumah mereka, lagipula di rumah ini hanya ada mereka bertiga dan sopir yang setiap hari pulang pergi.

"Oh iya yah, kapan motor Ara selesai?"

Ara jadi teringat motornya yang beberapa hari yang lalu ia tabrakan ke trotoar karena menghindari anak kucing.

Alhasil motor kesayangannya harus masuk bengkel dan dia harus repot memesan ojek setiap akan datang ke kampus. Sebenarnya ia bisa meminta di antar oleh supir pribadinya, tapi mobil memerlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ke kampusnya.

"Nggak tahu sih, Ommu belum ngabarin. Nanti coba ayah tanyain."

"Suruh cepetan ya yah, kasihan uang jajan anakmu ini harus berkurang buat bayar ojol."

Arman mendorong kening putrinya pelan. "Nggak usah sok melas, orang ongkos ojek juga ada jatahnya sendiri."

Rosa yang baru selesai mencuci piring kemudian menghampiri anak dan suaminya.

"Kayak gitu yah mau minta nikah, uang saku aja masih minta." Ledek mamanya, Ara hanya memberenggut kesal saja.

"Ya cariin suami yang kaya dong yah."
Arabella kembali merengek ingin di nikahkan lagi, lagipula banyak temannya sewaktu SMA dulu yang sudah menikah. Tapi kenapa ayahnya tetap menentang keras keinginannya untuk menikah muda.

"Cari sendiri sana!"

Arman bangkit dari duduknya bersiap akan berangkat ke kantor. Ia mengecup pipi anak dan istrinya pelan sebelum keluar dari rumah.

"Sayang kamu nggak ke kampus?"
Rosa menatap ke arah putrinya yang sekarang sedang memainkan buah hiasan di atas meja makan.

Ara melirik ke arah ibunya sebentar. "Masuk siang mah," Ara menjawab malas.

Bagaimana Mas?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang