1

143 24 1
                                    

"Ini ada apa, ya kita disuruh ke aula?" tanya Jenna—teman sekelasku—yang cuma kurespon dengan menaikkan bahu.

Ya, mana aku tahu, aku kan enggak tahu.

Aku mah orangnya nurut-nurut aja. Lurus banget bisa dibilang. Ngelanggar aturan tuh jarang, kadang-kadang doang kalo lagi nakal. Itu pun bukan pelanggaran besar yang bisa buat aku jadi pribadi yang nakal. Enggak kok.

Kita juga sekolah asrama, jadi aman-aman aja. Peraturan emang ketat, bikin serasa di penjara sih walau emang mendidik. Tapi beberapa peraturan tuh menurutku cuma asal buat dan enggak efektif buat mendidik para murid di sini.

Ya sudahlah. Bikin simpel aja kalo di aku.

Para murid dan guru mulai memenuhi ruang aula. Aula sekolahku besar. Tempat duduknya diatur kayak di bioskop. Dari depan atau yang paling rendah, dan terus ke belakang atau yang paling tinggi.

Jadi enggak perlu khawatir kalo takut enggak terlihat dari depan. Tapi khawatir kalo enggak bisa tidur  pas lagi apel atau seminar.

Aku baru sadar kalo aula ini sudah didekorasi sedemikian rupa dengan bunga-bunga cantik juga hias-hiasan dinding.

Wow. Kayaknya bakal datang tamu penting. Dari luar negeri kah?

Kebetulan setiap semesternya sekolahku menerima tamu dari luar negeri untuk menginap di asrama selama kurang lebih satu bulan untuk melihat-lihat, merasakan suasana sekolah ini, dan mempelajari budaya di sini.

Kuharap tamunya enggak membosankan.

"Cek, cek." Bu Feiya mengetes mikrofon di genggamannya, lalu berdeham.
"Silent, please."

Semuanya auto terdiam. Bukan karena gurunya galak atau apa, cuma murid di sini benar-benar respect sama seseorang yang lagi berbicara di depan.

"Tau enggak kenapa kalian dikumpulin di sini?" tanya Bu Feiya

"Enggak tahu!"

"Tebak dong!"

Seseorang langsung mengangkat tangan buat menjawab.

"Iya, Joy? Jawab coba kenapa?" Jangan samakan dengan Joy Red Velvet, ya karena yang satu ini laki-laki. Nama lengkapnya Joymin.

"Ada tamu, ya, Bu?"

"Ih langsung ketebak. Ga seru."

Aku menghela napas sebal. Kan tadi dia suruh menebak. Sudah ketebak tapi malah kesal.

Untung guru. Kalo bukan ini jarum pentul udah nancep di jidatnya.

"Jadi guysss kita kedatangan tamu dari luar negeri. Ada yang tahu darimana?"

Seseorang mengangkat tangannya.

"Iya Haeyoon?" Bu Feiya menunjuk lelaki jangkung berkacamata itu.

Jangan pernah berpikir kalau ia adalah blasteran Korea. Haeyoon itu akronim dari Haerman Yoonarsi.

Maaf kalo nama mereka agak aneh.

"Dari Rusia, Bu?"

"Bukan lah. Udah deh, langsung aja ya kita suruh masuk. Diem, diem! Ga usah kaget, kagak usah tereak!"

Dari pintu masuk aula, datang lah beberapa laki-laki. They're walking so perfectly.

Aku sebenernya masih enggak fokus dan merasa biasa aja karena paling tamunya enggak jauh-jauh dari Perancis atau Inggris.

Namun teriakan kaget beberapa orang membuatku mengalihkan atensi ke panggung di depan.

Aku menampar pipiku dengan cukup keras hingga terasa panas.

30 DaysWhere stories live. Discover now