Ketika membuka pintu kamar mandi, aku hampir saja terjatuh karena mendapati Sasuke yang berdiri di hadapanku sambil mencondongkan kepalanya ke depan.
"Ayam!"
Bukannya marah karena panggilanku yang jelas-jelas menyamakannya dengan salah satu unggas paling banyak dibunuh di dunia, Sasuke justru terlihat begitu terhibur dengan apa yang telah dilakukannya padaku.
Sial.
Aku memejamkan mata seraya menggigit bagian dalam mulutku keras-keras. Baru satu hari dan Sasuke sudah berkali-kali membuatku naik pitam karena kelakuannya yang menjengkelkan. Aku bergidik ngeri membayangkan hari-hari yang harus kujalani di kedepannya. Penuh dengan Sasuke dan tingkahnya yang luar biasa.
Seharusnya tak seperti ini. Haruno Sakura bukanlah orang yang membiarkan dirinya dianiaya begitu saja tanpa perlawanan. Suara dalam otakku memprotes.
Aku mengangguk. Dua tanganku kuangkat tepat di depan dahinya. Lalu dengan dengan ibu jari dan telunjuk aku pukul dahi putih itu sekuat tenaga. Suara pukulan itu terdengar keras. Lebam merah mulai menghiasi tempat bekas pukulanku.
Aku tak bisa menahan diri untuk tersenyum pongah. Kemenangan ini terasa semakin menyenangkan, mendengar ringisannya setelah ia sempat terdiam membeku tadi. Matanya seolah semakin bertambah tajam. Pria itu marah. Sesuatu yang sudah aku perkirakan sebelumnya.
"Ups, maaf," kataku dengan raut wajah bersalah. Pura-pura merasa bersalah sebenarnya. Hanya sebentar. Setelahnya aku terbahak sambil menepuk-nepuk bahunya.
"Ah, aku seharusnya tahu kalau kau selemah ini," ejekku. "Aku tak akan melakukannya lagi, sumpah." Tapi aku tahu cengiranku menunjukkan sebaliknya.
Mata Sasuke menyipit kesal. Hanya beberapa detik sebelum seringainya kembali. Aku menyadari aura mengancam dari tubuhnya dan sebuah janji pembalasan dendam di kilat matanya. Ini melebihi dari yang aku pikirkan. Pria itu tak akan membalas dendam dengan memukul dahiku juga kan?
Yang benar saja. Lihat lengannya yang terlihat kuat itu. Belum lagi keahlian bela dirinya yang sudah pernah terbukti saat pengujian calon bodyguard dulu. Aku yakin sekali akan pingsan jika mendapat pukulan dari tangan itu.
"O ow Sasuke, aku cuma bercanda," ujarku sembari masuk lebih dalam ke kamar mandi. Sasuke mengikutiku dengan gerak-gerik mengancam. "Kalau saja kau lupa, kau tadi yang memulainya duluan." Kembali aku mengajaknya berbicara, mencoba mengalihkan apapun yang sedang pria itu pikirkan.
Punggungku menabrak westafel. Detik itu juga aku menyadari bahwa aku sudah terjebak.
"Kau pintar sekali menghina." Sasuke menatap bibirku. Demi Tuhan! Dia menatap bibirku. "Mulut pintarmu itu." Telapak tangan kirinya berada di belakang kepalaku, bersandar di cermin depan westafel.
"Menghina apanya? Tadi 'kan sudah kubilang aku hanya bercanda," seruku membela diri.
"Pertama, kau bilang aku lemah. Kedua, kau bilang aku pelupa," ungkapnya. "Oh dan jangan lupakan panggilan ayam itu." Jadi pria itu bukannya tak peduli. Aku kembali membuka mulut, ingin memberikan pembelaan diri lagi. Tapi ia mendahuluiku berbicara.
"Aku tersinggung."
"Ya?" Mataku berkedip cepat. "Yang benar saja," gumamku. "Baiklah, aku meminta maaf dari hatiku yang paling dalam karena sudah membuatmu tersinggung," ucapku diplomatis, menahan diri untuk tak memutar bola mata.
Sasuke tersenyum mengejek "Aku tak menerima permintaan maaf semacam itu. Terlalu biasa." Itu yang ia katakan. "Aku ingin sebuah ciuman," tambahnya seraya menggenggam sejumput rambutku lalu menyelipkannya ke belakang telingaku dengan gerakan lambat.
"Kau meminta terlalu banyak," sindirku. "Dan lagi ... ,"Aku menjeda tak penting. "Apa hanya itu yang ada di kepalamu?"
Dia mengangkat bahu. "Kau punya pilihan, cium aku dengan sukarela atau biarkan aku yang melakukannya. Sekadar nasihat, aku tak akan berhenti hanya dengan kecupan ringan."
Aku tahu dia akan melakukannya. Terlihat di kilat matanya.
"Kau tahu Sakura? Sebuah ciuman tak akan membunuhmu." Pria itu menggunakan apa yang pernah aku katakan untuk keuntungan pribadinya. Benar-benar sial.
Aku menghela napas. "Baiklah, aku rasa kau tak ingin menutup mata?" tak ada pilihan lain kan?
" Hn, tidak."
Aku maju dan mengecup bibirnya sekilas, seringan bulu. Dan sudah bersiap saat Sasuke menahan kepalaku untuk mendapatkan yang lebih dari itu. Entah kenapa aku sudah menduganya. Mungkin karena reaksinya yang terakhir kali dulu. Jelas pria itu menganggap kecupan tak termasuk dalam kategori sebuah ciuman.
Aku tak dapat berpikir lagi setelah itu omong-omong.
Setelah Sasuke menjauh aku baru berani membuka mata. Aku yakin wajahku pasti memerah. Terasa panas di sana.
"Kau sudah tahu?" tanya Sasuke heran. Suaranya serak. "Bahwa aku tak akan melepaskanmu begitu saja."
Aku menahan napasku yang terengah memalukan. "Ya," responku datar. "Dan jika aku mengatakan bahwa kau curang, kau akan menjawab bahwa kau tak berjanji untuk tak ikut andil." Ya, itulah yang sudah pasti terjadi.
"Cerdas, Sakura." Sasuke mundur satu langkah. Senyumannya terlihat masam. "Keluar, aku harus mandi," usirnya. "Kau tahu ... ," ia mengayun-ayunkan tangannya. "Menenangkan diri dengan air dingin agar bisa menghilangkan efek ... ,"
Aku tak mendengar lanjutannya, karena kaki-kakiku keburu bergerak cepat membawa tubuhku keluar dari kamar mandi.
"Oh Tuhan!" Aku mengerang setelah pintu kamar mandi ditutup dari dalam.
.
.
Iya, ini pendek banget
Anggap aja cerita selingan buat buang-buang waktu *eh
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married (END)
FanfictionKehidupan menjengkelkannya bermula ketika Sang Ayah menyewa seorang bodyguard untuk menggantikan bodyguard-bodyguard sebelumnya yang lagi-lagi mengundurkan diri karena ulahnya. Sakura telah melakukan hampir segala cara untuk menyingkirkan bodyguard...