MAHAKARYA yang maha kuasa tidak akan pernah terkalahkan. adiwarna terpancar, pendarnya menyuar. pancarona yang dibubuhkan dalam lautan aksara membuat yang mati kembali hidup, dan hijau patera terkulai lemah membuat oksigen kembali terhirup.
beberapa di antara ribut suara dan pepak napas, juga sautan derap langkah kaki satu dengan yang lainnya tak henti mengganggu aktivitas. porak-poranda dinding langit biru dipecahkan kelabu, hilang awan membendung kawah rindu.
bagan kanvas langit mendung meluruhkan aruna dan lembayung yang mengisi presensi sepi. dirgantara mengadu panah kelodan dengan gegana yang sama sekali tak nampak laksmi.
nadera mencoba mengarifi, langit butuh ribut untuk mengusir sepi.
pulang petang menurutnya tidak mengasikkan sesuai ekspetasi. seluruh tubuhnya merasakan penat diimbuh dengan kepala yang mengemban banyak beban berat.
ah, nadera sok-sokan banyak masalah. apalagi kerjanya mengeluh terus walau sebenarnya nggak perlu. padahal juga, banyak bahagia di luar zona nyaman yang bisa dijamah.
betisnya tambah bergetar kuat saking memaksa berdiri menunggu naura yang masih mengurus kegiatan osis-nya.
kalau sudah sendiri begini, biasanya kerjanya melamun dan melantur. alam khayalnya akan saling membentur.
kalau saja tidak athar menunjukkan eksistensi tanpa rambu.
"tadi aku lihat naura masih lama ngobrolnya. kamu nggak mau pulang sama aku aja?"
nadera sontak mengalihkan sirahnya pada si pembuyar lamunan. "nggak ah, kak. nanti nauranya marah duluan. tau 'kan dia udah kayak apa kalau marah,"
tawa kecil lolos dari bilah bibirnya. "ya udah kalau gitu tunggu berdua aja."
"ih? ngapainnn! ini mau hujan, loh. awas di jalan kak athar ketemu kembaran hantu lagi! nggak ada yang nyelamatin,"
athar mendengus, wajahnya merah tomat, malu bukan main. "ya sudah sih, sekarang nggak takut lagi. kemarin refleks."
"aaaah, boonggg!" nadera menyikut taruna di sebelahnya seraya tertawa jahil.
kemarin wajahnya waktu ketakutan lucu sekali, tangannya dingin saat digenggam. pasti waktu pulang athar jantungnya belum normal. nadera mendecak, kasihan sekali.
"ikut satu ya."
keduanya menoleh, mendapatkan eksistensi taruna lainnya yang menyebabkan athar mendecih tak suka, lagi.
dalam hati menggerutu, kenapa selalu nimbrung, sih? kayak nggak ada tempat lain aja.
"tempat lain banyak, nggak usah di sini 'kan bisa." tidak perlu waktu lama untuk athar melontarkan protes ketidaksukaannya.
tapi lalu dicegah nadera. "ya udah sih, nggak pa-pa. jugaan temen sendiri, 'kan?" katanya meminta persetujuan, namun tidak mendapat balasan.
di belakang sagara menoel pundak athar. menjulurkan lidahnya menunjukkan kalau dia menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ceritera rasa.
Fanfiction🌊 mari, kuajak terbang naik pesawat kertas atau pilau emas. kemudian kita mengawang angkasa di atas samudera. // ft. 나재민 // ON-GOING © skiesilents, 2020