6

72 14 2
                                    

Jangan percaya pada topeng persahabatan
Hanya karena sering bersama
Bukan tak mungkin akan tumbuh cinta'
*G.A*

'Quenzha Azkiara'

"Lepasin tangan dia brengsek!" ucap seseorang, membuat aku dan kak Veril refleks menatapnya.

"Kak Raka," gumamku lirih

"Wooow, bajingan kaya lo berani merintah gue?!"

Deg

Respon kak Veril membuatku terkejut, entah kenapa sikap serta ucapannya berubah dari sebelumnya, sekarang terdengar kasar. Tidak ada kelembutan, hanya ada raut muka tegas dan rahang yang semakin mengeras, cengkraman tangannya pada tanganku mengendur kesempatan itu langsung aku gunakan untuk menghampiri kak Raka

"Udah kak, ayok anterin Ara pulang, Ara sudah lapar" ucapku menyentuh lengan kak Raka, tak enak rasanya menjadi tontonan banyak pasang mata dihalte

"Tapi Ra, dia itu per ..."

"Cepetan kak, Ara udah gak enak badan ini" alibiku memijat kening, kak Raka menatapku kemudian mengangguk.

Kami berbalik meninggalkan kak Veril dihalte, sebelum itu dapat kulihat tangannya terkepal kuat dengan sorot mata tajam yang tak lepas dari kami

☁️☁️☁️☁️☁️

"Ra ... Ara kamu gak papa?" lambaian didepan wajah membuatku tersadar dari lamunan

"Eh, ee iya kak? Kenapa tadi?"

"Huh, udahlah! Sana masuk kedalam rumah. Jangan lupa makan, kunci pintu juga Ra," ujar kak Raka memperingati, aku mengangguk menuruti. Rupanya aku terlalu larut dalam lamunan sampai-sampai tidak sadar sudah sampai

"Iya kak, Ara masuk dulu ya. Makasih udah nganterin Ara, Bye kak!" aku melambaikan tangan setelah keluar dari mobil kak Raka, lalu melangkah menuju gerbang rumah

"Ara" suara kak Raka menghentikan langkahku yang baru saja membuka pintu gerbang

Aku memutar kepala, kulihat kak Raka sudah keluar dari mobil dan bersandar disana sembari tersenyum aneh

"Kenapa sih kak?" tanyaku heran

"Sini deh, kakak kasih tau" ia menggerakkan jari telunjuknya mengisyaratkan aku untuk mendekat. Aku mendengus kesal, daritadi diam saja. Eh, giliran sudah mau masuk malah dipanggil

"Apa?" tanyaku ketus saat sudah berada tepat didepannya. Bukannya menjawab kak Raka malah mendekat, mengikis jarak antara kami berdua. Kak Raka semakin mendekat, hingga kini kepalanya sedikit menunduk mensejajarkan wajahnya dengan wajahku

"Kakak mau nga-ngapain? Ja-ja-jangan macam-macam kak!" ucapku gugup

Deru nafasnya terasa menyapu leher, entah sejak kapan mulutnya kini berada persis disamping telingaku. Jaraknya begitu dekat hingga membuatku diam tak bergerak, karena jika saja aku menoleh ke kanan maka bibirku akan otomatis menyentuh pipinya sedang untuk bergerak ke kiri aku tak berani, tubuhku rasanya kaku. Tangan kak Raka bergerak melewati tubuhku yang dalam posisi siap seperti saat upacara, kurasakan tangannya bergerak dipunggungku.

Veril-Ara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang