Prolog🍂

7.9K 703 46
                                    

🍂🍂🍂

Kisahku tidak seindah novel romansa—Vita.

Kisahku tidak seindah novel romansa—Vita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍂🍂🍂



Lengkaplah sudah sepi ini mengurung sendiriku
Terkulai dikunyah nelangsa yang berapi-api
Menyusuri jalanan lengang
Bersimbah angan tanpa tujuan

Dalam derap gerimis yang pongah menghujam
Terbuai wajahmu menyusup bertubi-tubi
Membawa sebaris kata bahagia yg menenggelamkan nurani
Di atas pengharapan tak berkesudahan

Tentang rindu kusam
Tentang cinta terbuang
Mengutip satu namamu di antara keluh kesah
Gundah gelisah, air mata, dan lara

Masihkah ada sedikit senyum darimu
Di batas penantianku yang kini makin terbata?
Jika masih ada ruang di hatimu untukku, sedikit saja, tolong bicaralah
Pada tanah membentang
Pada pohon-pohon rindang
Dan angin yang mengusik keangkuhan

"Vit, lo pesen apa?"

Sebuah seruan yang berasal tidak jauh dari tempatnya membuat aksi menulisnya terhenti. Sang gadis bernametag Vita menengadah kepala sambil tersenyum tipis.

"Kayak biasa, Kay."

Yang bertanya mengangguk, mulai memesan makanan di tengah keramaian antrian kantin. Sementara gadis tadi—si penulis puisi—merunduk seraya memainkan pena. Dia melamun, menghabiskan waktu dengan menggerakkan pena kesana-kemari. Sampai suara bisik-bisik muncul menyapa indra pendengarannya.

Entah karena apa, sorot wajahnya berubah memucat, napasnya tidak beraturan. Seberusaha keras ia menyembunyikan wajah menggunakan juntaian rambut.

Bisik-bisik itu berubah menjadi suara grasak-grusuk, seluruh penghuni kantin kini menantikan sosok yang mereka harap untuk datang, derap kaki terdengar, tidak butuh menduga karena Vita sudah tahu siapa gerangan. Sampai pintu kantin dimasuki oleh sosok itu, Enzino Satya Aksara. Bisik-bisik bertambah ramai.

Di tengah merunduk, Vita dapat menyaksikan empat orang yang paling ingin ia hindari saat ini akan melewati mejanya. Dalam hati ia terus merapal doa agar tidak terlihat atau menghilang saja.

Mereka hampir melewati Vita begitu saja. Vita meremas ujung rok, merasakan dadanya menyeri karena melihat pemandangan di sana. Pemandangan yang begitu memancing keinginannya untuk tidak kembali ke kantin. Namun saat memutuskan untuk tidak lagi datang, sahabatnya selalu saja memaksa kemari. Alhasil setiap hari seperti ini lah yang ia rasakan. Sesak.

Saat hampir pupus harapan, Vita ingin beranjak pergi, tapi tiba-tiba namanya dipanggil oleh seseorang, menyebabkan keinginannya untuk pergi urung. Salah satu di antara mereka lebih dulu menyadari keberadaannya.

"Vit!" sapanya kuat-kuat.

Ringisan Vita keluar. Percuma dia bersembunyi sekalipun, salah satu dari mereka selalu menyadari keberadaannya. Perlahan Vita mendongakkan kepala. Iris matanya langsung bertemu dengan iris mata sosok itu. Hanya dua detik, karena dia segera membuang muka. Lagi dan lagi, hati Vita bagai diremas dan dihancur-leburkan pada detik itu juga.

Senyum Vita perlahan terlengkung. Itu hanya sebuah topeng, kenyataannya ia teramat rapuh.

"Nggak ikut makan bareng?" tanya si pemanggil tadi. Selalu, setiap hari dia bertanya hal yang sama. Padahal Vita merasa tidak pernah berkenalan dengannya.

Vita masih tetap tersenyum, lalu menggeleng pelan, pertanda penolakan.

"Ngga papa Vit, kali ini kita bisa satu meja," timpal sang gadis yang lengannya digenggam erat, tetapi ucapannya dipotong oleh cowok yang menjadi objek perihnya Vita.

"Ngga perlu, Sya. Kita makan berempat. Ayo." Keduanya pergi begitu saja, tidak memedulikan perasaan Vita.

"Beneran nggak mau satu meja?" Si pemanggil bertanya lagi.

Tidak menjawab dan mengatupkan bibir adalah reaksi Vita kala ditanya oleh cowok tak dikenal di hadapannya.

"Kenapa? Kursi kantin ada enam, lo bisa—"

"Dianya nggak mau kali, jangan dipaksa." Azka ditarik paksa oleh temannya yang bernama Reyhan, mengikuti langkah Satya dan Meisya menuju meja tongkrongan yang biasa mereka tempati.

Sedangkan Vita? Gadis itu hanya bisa tersenyum perih, menatap pemandangan di sana penuh kesedihan.

Tidak lama akhirnya Kayla kembali sembari membawa pesanan mereka. Keduanya mulai melahap makanan sambil membahas hal-hal lucu, tersenyum dan tertawa. Di balik itu semua, meski terlihat baik-baik saja, Vita menyimpan semuanya sendirian. Menyimpan semuanya di balik hatinya. Beban yang memberati hidupnya.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang