21. Pantas?

235 33 23
                                    

Hari minggu pagi pukul 8, gue tersenyum sembari membangunkan tubuh gue yang masih berada di atas kasur. Hari ini gue udah buat jadwal sendiri untuk me-time dengan berdiam diri di dalam kamar. Soalnya Mama sama Ayah lagi pergi, kalau enggak bisa-bisa gue diomelin setengah mampus karena bangun jam segini dan gak keluar kamar sama sekali nanti.

Sudah lama sejak hari pensi dan gue yang bercerita tentang kenapa gue beda malam itu ke Koko, gue mulai seperti Jia yang biasanya. Tapi bedanya sekarang gue mau lebih fokus untuk belajar, sedikit ambisius. Bukan hanya untuk dapat hasil yang sempurna di akhir nanti, gue cuma pengen maksa diri gue untuk berjuang demi diri sendiri. Jadi nanti, kalau di akhir gue gak mendapat hasil yang bagus, seenggaknya gue udah berjuang penuh.

Sejak hari itu juga gue meminimalisir untuk ketemu kak Dion, kalau Koko dan temen-temennya lagi dirumah, ya gue sapa meskipun cuma senyum. Gue gak tau, tapi rasanya sampe saat ini gue masih mau menghindar dari kak Dion. Tapi masa iya cuma karena cewek itu? Hell, jangan bilang kalau gue cemburu??????

Gue menggelengkan kepala gue, mengambil bantal dan menutup wajah gue dengan setengah berteriak. Kenapa gue mikirin kak Dion lagi? Ini udah hampir tiga minggu setelah pensi, gue juga udah ngeluarin semua unek-unek yang gue rasain ke Koko, tapi kenapa masih ada yang ngeganjel ya?

Gue menggelengkan kepala lagi, berjalan keluar kamar menuju kamar Koko. Koko kalau gak di bangunin, sampe besok juga kuat tidur.

Tok tok tok.........

Gue mengetuk pintu kamar Koko dengan cukup keras. Eh, kayaknya emang keras deh karena gak lama kemudian Koko membuka pintunya dengan muka bare face nya yang superr-duper lucu dan pengen gue ketawain.

Koko mengerutkan alisnya, "Kenapa sih? Ganggu aja bocah."

Gue berdecak, "Liat jam makanya. Lo tidur apa latihan mati?"

Belum kaki gue melangkah untuk berbalik meninggalkan kamar Koko, kepala gue sudah lebih dulu merasa penganiayaan dari tangan lebar Koko gue sendiri.

Gue di jitak.

Gak ada akhlak emang punya Koko macem gitu.

"Sakitt......" teriak gue dengan menampilkan wajah yang super menjijikan buat gue.

"Dih, lebay banget." mendengar itu dari Koko gue langsung membuat raut wajah menyedihkan, "Muka lo udah jelek, kayak gitu malah makin jelek."

Sabar Jia.....

Sabarrrrr.........

Gue semakin mencebikan bibir, menatap kesal pada Koko. "Dah lah, mau ke kamar gue."

"Nanti siang gue mau pergi. Sorenya ketemu sama Dion," ucap Koko sebelum langkah gue semakin menjauh.

"Terserah lo, yang penting pulangnya bawain gue makanan." ucap gue dengan memeletkan lidah, meledek.

Koko malah berdecak pelan, dan menatap gue, "Lo gak mau titip salam atau sampein sesuatu gitu ke dia?"

Gue tertawa renyah, menggeleng pelan. "Gak ada kayaknya."

"Serius?" tanya Koko dengan kedua alis yang terangkat.

Gue mengangguk, "Iya. Emang apa yang harus gue sampein ke dia?"

Koko menganggukan kepalanya beberapa kali, mengulum bibir dan memutar kembali tubuhnya untuk memasuki kamar. "Lo yang kayak gini bikin gue makin yakin, kalo lo emang beneran udah jatuh sama Dion."

Gue membuka lebar mata gue. Apa-apaan dia bilang gitu?

"Ngawur ngomongnya. Sana lo mandi," teriak gue bersamaan dengan pintur kamar Koko yang tertutup rapat.

Possessive Bro • JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang