~ Berdirilah sekuat tenaga agar tidak terkesan rapuh, karena sekali saja engkau lengah manusia lain akan langsung berbondong menyakitimu
Aku terdiam cukup lama, menatap kejamnya langit malam tanpa cahaya yang menemani aktivitas para manusia hari ini. Tak apa, aku senang. Setidaknya aku merasa ada yang senasib denganku, walau tak sebanding bahkan lima persen saja. Tak apa, setidaknya ada salah seorang dari milyaran manusia merasakan kejamnya dunia. Aku tak berkedip, tetap menatap dengan tajam pada langit. Tolong, mengertilah aku. Setidaknya kirimkan satu orang yang mengerti hati orang lain kepadaku, tolong. Pintaku sangat penuh harap pada langit. Aku memang seputus asa ini, meminta hal yang bahkan tak mungkin terjadi pada hal tabu yang kerap dimintai harap manusia lain. Ah, tapi tak apa. Setidaknya, masalah sedikit berlalu ketika aku meminta tolong kepada hal lain, pikirku.
" Kak, ayo makan dulu " Naira, adik terkecilku berkata sambil tersenyum. Sungguh, sangat manis. Aku selalu mendapat energi tambahan ketika melihat adik-adikku setidaknya tersenyum satu kali sehari terhadapku. Rasanya, aku dipedulikan walau hanya karena hal kecil. Ya, betapa kesepiannya diriku sampai semua hal sepele membuatku sedikit tersenyum. Tak apa, setidaknya sesekali aku masih bisa tersenyum. Nenek, ibu, dan kedua adikku sudah berada di meja makan bulat di ruang tamu. Cahaya remang selalu menemani makan malam kami. Walaupun selalu makan bersama layaknya keluarga sejati, tapi tak pernah ada satupun kata yang terucap di sela makan kami. Tak apa, setidaknya aku merasa tidak sendiri untuk momen yang sebentar. Setelah selesai, aku mencuci piring terlebih dahulu. Keluarga lainnya sudah berkumpul di ruang tamu, menonton televisi. Tentu saja, tak ada percakapan disana. Serasa kami hanya robot yang melakukan aktivitas seadanya, tanpa harus mengerti dan bertanya bagaimana hati orang lain. Tapi tak apa, setidaknya aku masih punya keluarga sebagai tempatku pulang. Setelah selesai mencuci piring akupun langsung ke kamar, duduk di meja belajar mengerjakan semua tugas kuliah yang deadline nya hampir selesai. Seperti biasa, aku seakan menggila setiap kali mengerjakan tugas. Aku tak akan berhenti setelah puas, aku mampu mengerjakan apapun dengan cepat walau tak tau dimata dosen pekerjaanku benar atau tidak. Tak apa, setidaknya aku selalu berusaha sekuat tenaga agar semua tidak sia-sia. Karena sekali saja aku lengah pasti ada saja kesalahan yang terjadi, yang akhirnya menimbulkan masalah besar antara aku dan orang lain.
*Flashback on
Setelah pembagian kelompok selesai, kuliahpun berakhir hari ini. Aku sangat bahagia, terlepas tak ada lagi yang perlu memeras otak akupun mendapat nama-nama kelompok seperti yang aku inginkan. Orang yang awalnya kupikir menyenangkan dan baik hati. Ah, betapa senangnya. Kami pun berkumpul sebentar membicarakan hari kita harus menyelesaikan tugas. Aku bicara seadanya dalam memutuskan, selalu lebih memilih mengikuti keputusan yang mereka diskusikan. Bukan karena aku hanya titip nama, tapi sungguh seakan aku sangat canggung bicara dengan mereka. Pikiran menyenangkan pun hilang seketika, kini aku memikirkan bagaimana jadinya kelompok kami kedepannya. Aku menghela napas, berharap ini bukanlah awal dari masalah besar. Haripun kian berlalu, tibalah kami mengerjakan tugas bersama. Kami berdiskusi tentang apa dan bagaimana yang harus dilakukan, tapi tetap aku sedikit tak paham dengan pembicaraan dan hanya diam. Sering melamun dalam forum, padahal project yang dikerjakan merupakan project besar. Akupun tak berani bertanya dan meminta kepada mereka untuk pelan-pelan dalam berdiskusi. Ah, betapa bodoh dan pengecutnya aku. Sampai tiba-tiba salah seorang dari mereka bertanya dengan sedikit putus asa kepadaku.
" Afza, kamu paham kan yang tadi didiskusikan ? Coba deh jelaskan " sorot matanya menatapku tajam, seakan sudah tahu kalau aku terlalu bodoh untuk mencerna materi. Aku diam sejenak, memperhatikan teman lain yang hanya menunduk.
" Ha ? Yang mana ? " Sungguh, aku berkata dengan hati-hati setelah memikirkan beberapa resiko. Tapi seperti biasa, semua yang kulakukan adalah salah. Teman sekelompok itu langsung pergi, memberi tanda bahwa muak dengan keadaanku yang seperti ini. Rasanya aku ingin menangis di tempat, menahan segala malu dan rasa tak mampu yang sungguh menjengkelkan. Menyakitkannya, teman kelompok lain langsung berbondong menghampirinya yang menjauh dariku, aku ditinggal sendirian. Tak ada yang menghibur atau setidaknya memberi semangat disaat aku sangat rapuh. Akupun tak memprotes, karena sadar memang dia lebih baik dariku dan akulah yang salah diforum ini. Mentalku ambruk seketika, aku tak ingin tersenyum lagi dan berjanji sekuat hati bahwa aku akan mengerjakan semua tugasku setengah mati.
*Flashback off
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheerless Stranger
Novela Juvenil" Saya akan tetap begini, selalu menjadi saya walau orang lain kerap meninggalkan saya karena mengetahui bagaimana saya yang sesungguhnya. Saya tidak akan menjadi orang lain hanya untuk dikasihani dan agar orang tak berpaling dari saya " Ujar gadis...