Bagian#14

17 4 0
                                    

Jika rinduku hanya kau anggap semu.
Bagaimana bisa aku meyakinkan mu bahwa rasa sukaku masih ada dan nyata?

~Aditya Tama Putra Bagaskara~

Anisa PoV

Sudah satu minggu sejak kejadian lapangan belakang sekolah terjadi. Kini aku terus dihantui bayang-bayang Tama yang terus saja berusaha kembali setelah semuanya berakhir begitu lama. Dia terus saja mengirim pesan dengan kata yang sama yaitu kata 'maaf' entah sudah berapa pesan ia kirim kan tapi aku tidak berniat membukanya. Semakin hari dia terus mendekatiku dikelas,  dia selalu datang kerumah dengan alasan ada tugas kelompok padahal tidak ada sama sekali. Bahkan dia nekat mendekatiku saat aku sedang bersama Risky.

Seperti saat ini ketika aku dan ketiga sahabatku sedang asyik dikantin sekolah bersama geng Gatara. Aku duduk disebelah kanan Risky dan Tama duduk disebelah kananku. Tentu aku tidak nyaman dengan itu. Kenapa harus disebelahku? Padahal masih ada tempat kosong disebelah Zico.

Aku terus saja memegang tangan Risky, "Kenapa pegangan terus?", tanyanya heran. Aku nyengir lalu berkata, "Lagi pengen aja."

"Lepasin dulu ya, aku mau makan. Kamu juga mau makan kan?", benar katanya pesananku sudah datang. Alhasil aku melepas genggaman tanganku.

Sepertinya aku makan dengan terburu-buru atau mungkin aku tidak fokus sampai-sampai tersedak.

Uhukk... Uhukk...

Dengan sigap Tama memberiku minum dan refleks aku mengambilnya. Dia terus menepuk punggungku, semua geng Gatara melihatnya heran. Apalagi Risky mukanya sudah merah padam. Dan Cecen? Jangan tanya dia juga sedang menahan emosi.

"Kalo makan hati-hati, kebiasanmu dari dulu gak pernah berubah ya?", sontak aku terkejut bisa-bisa nya dia berkata begitu didepan Risky dan semuanya.

Sadar akan tatapan tajam Cecen, Tama tertawa, "Kan kita dulu satu sekolah ya kan, Nis? Jadinya gue tau kalo dia gak fokus pas makan dianya keselek. Agh menurutku itu berlaku untuk semua orang". Katanya sambil berlaga berfikir.

Aku sedikit lega mendengar alasannya. Walaupun aku tau sosok disebelah kiriku sedang menahan cemburu. Dan sosok didepanku sudah siap untuk menerkam.

"Gue kira lu dulu pernah jadi pacarnya Nisa. Makanya tau banyak soal Nisa. Ternyata gue lupa kalo lo dulu satu SMP sama dia." celetuk Brylian, membuatku menatap Risky yang saat ini diam seribu bahasa setelah kejadian tadi. Aku tau dia cemburu, aku tau dia sekarang sedang memikirkan apa, aku tau itu. Tapi, aku tidak berani bertanya. Mungkin jika aku bertanya akan membuatnya lebih sakit lagi.

Triiinnggg... Triiinnggg... Triiinnggg...

Bel tanda istirahat selesai sudah berbunyi, semua siswa berhamburan menuju kelas. Entah kenapa Risky pergi begitu saja tanpa berkata padaku. Aku semakin takut jika dia marah karena kejadian tadi. Apalagi saat Tama tidak sengaja berkata seperti itu.

Selama jam pelajaran aku tidak fokus. Ragaku ada didalam kelas tapi pikiran ku sedang berada jauh entah kemana seakan mencari kebenaran. Sampai pada akhirnya bel pulang berbunyi. Aku terus saja melamun sampai-sampai hampir menabrak pintu kelasku. Untung saja Cecen berhasil mencekal tanganku dan Eyon menarik tasku hingga aku berhenti melangkah dan sadar dari lamunanku.

"Lo kenapa sih?", tanya Cecen dengan tangannya masih erat menggenggam pergelangan tanganku.

"Gue gak papa kok, cuma lagi mikirin pelajaran tadi aja, hehe", cengirku padanya. Cecen berjalan selangkah menyamai langkahku. Lalu berbisik, "Gue tau lo mikirin masalah tadi. Lo takut kan Bang Risky marah?". Aku mengangguk lemah memang dia yang paling tahu. "Jangan dipikirin, nanti kalo dia marah gue akan ikut jelasin ke dia kalo lo gak ada apa-apa sama si Brengsek itu. Gue jadi saksinya.", ucapnya tersenyum, ya senyuman itu palsu aku tau itu. Dia pasti masih marah, tapi dia berusaha menghiburku. Aku diam sejenak, lalu menatapnya dengan lekat dan tersenyum.

My Perfect GoalkeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang