Elsie's POV
Aku duduk termenung di perpustakaan. Beberapa buku terbuka di hadapanku, tapi sama sekali tidak kusentuh. Kedua mataku memandang ke luar jendela. Memperhatikan beberapa murid laki-laki yang tengah bermain basket di lapangan outdoor belakang. Setelah itu, beralih menatap pada gelapnya hutan yang menjadi halaman belakang sekolah.
Sekolahku terletak di sebuah desa bernama Blood Rose Village atau Desa Mawar Darah di dekat sebuah bukit. Tempat ini cukup jauh dari kota, yang memakan waktu kurang lebih empat sampai enam jam perjalanan menggunakan mobil. Walaupun terkesan sekolah desa, tempatnya justru menyenangkan. Sistem pendidikannya juga termasuk sangat bagus. Namun, hanya satu hal tadi yang membuat suasana terkadang terasa tidak begitu menyenangkan, yaitu kegelapan hutan bernama Dark Forest atau Hutan Terlarang.
Tidak ada yang tahu apa yang ada di dalam hutan itu. Aturannya mutlak: TIDAK ADA SEORANG PUN YANG BOLEH MASUK KE DALAM HUTAN! Semua wajib mematuhinya, tanpa terkecuali. Namun, hanya segelintir murid yang tahu, kalau beberapa guru masuk ke hutan diam-diam tengah malam.
Aku adalah salah satu di antara segelintir murid itu. Sisanya? Tidak tahu. Semua memilih untuk tutup mulut apabila mengetahui sesuatu. Tepatnya, memilih menyelamatkan diri sendiri. Hal yang kupikirkan hanya satu. Apakah aku akan menjadi sejahat itu? Membiarkan teman-temanku menghilang satu per satu, hingga tak seorang pun tersisa. Entahlah. Kalaupun mau bergerak, aku hanya seorang diri. Tak mungkin mampu melawan mereka.
"Elsie!"
Sebuah suara ceria dan tepukan mengagetkanku. Aku menoleh dan menatap sahabatku, Clary. Di tangannya, ada kantung kertas cokelat yang sudah bisa ditebak berisi makanan.
"Jangan suka mengagetkan orang, Clare!" omelku pelan.
"Kamu sih, sukanya melamun di sini. Apa asyiknya coba?" Clary duduk santai di sebelah kananku. "Aku bawakan air mineral dan roti cokelat kesukaanmu."
"Oh .... Thank you!" ucapku tersenyum.
"So, apakah ada hal menarik yang kamu temukan?" tanya Clary.
"Belum ada lagi. Semua buku ini isinya sama, padahal ditulis oleh orang yang berbeda," jawabku sambil menghela napas.
"Lagi pula, kenapa kamu tertarik mencari tau soal hutan terlarang itu, sih?" tanya Clary lagi heran.
"Hanya tertarik. Memangnya kamu tidak?" Aku balik bertanya dengan sorot mata penasaran.
"Rule number two, save yourself first before save anyone else!" jawab Clary cuek.
Aku memutar kedua bola mataku malas. See? Sepertinya, itu sudah menjadi aturan nomor dua yang tak tertulis di sekolah ini. Entah siapa yang menyebarkan aturan itu. Namun pastinya, aturan itu sudah ada jauh berpuluh-puluh tahun yang lalu. Tepatnya, sejak awal sekolah ini didirikan.
Teng .... Teng .... Teng ....
Aku segera membereskan buku-buku itu dan mengembalikannya ke tempat masing-masing. Clary membantu dan kami melakukannya dengan cepat. Setelah ini adalah pelajaran matematika bersama Mr. Thompson. Kami jelas tidak mau dihukum karena terlambat datang. Begitu selesai, kami buru-buru menuju ke loker untuk mengambil buku catatan.
Sambil menghela napas lelah, aku mengobrak-abrik loker. Tanganku meraih buku matematika dengan cepat. Setelah itu, aku langsung menutup kembali lokerku dan menguncinya. Saat berbalik, tanpa sengaja aku menabrak seseorang.
"Ouch!"
"Aduh!"
Aku dan orang yang kutabrak sama-sama mengaduh pelan. Namun, hal itu hanya sejenak. Buru-buru aku membungkuk mengambil buku milikku dan miliknya yang jatuh tercecer. Saat menatap orang itu, aku memutar kedua mataku malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARK FOREST (Terbit Sistem POD!)
FantasyTidak ada yang tahu apa yang ada di dalam hutan belakang sekolah. Peraturannya sudah jelas: TIDAK ADA YANG BOLEH MASUK KE DALAM HUTAN! Aturan itu dibuat seolah-olah untuk melindungi semua orang, tapi ada rahasia di baliknya. St. Anysia Senior High S...