BAB 23: AIR MATA

135 73 74
                                    

Sepeninggalan Peter dan Charlotte, Raymond berjalan dengan gontai menuju Magnus, naganya. Magnus sudah menunggu sedari tadi di bagian lain Taman Zona Bebas dan Netral.

"Ada apa, Ray? Semua yang kamu rencanakan tidak berjalan lancar ya?" tanya Magnus turut bersimpati.

Raymond menggeleng dan menghela napas berat. 

"Ayo kita pulang, Mag. Hari ini sangat buruk...," ajak Raymond sambil menaiki Magnus.

"Bahkan kurasa, Charlotte akan membenciku dan Kerajaan Sapphire mulai sekarang," lanjut Raymond dengan nada sedih.

"Jangan berpikir negatif begitu, Ray. Mungkin saja Charlotte membenci Kerajaan Sapphire, tapi dia tidak akan membencimu," kata Magnus sambil beranjak untuk terbang.

"Semoga saja begitu, Mag." Raymond menghela napas sekali lagi.

Perjalanan menuju Kerajaan Sapphire terasa sangat cepat. Tanpa disadari, Raymond dan Magnus sudah tiba di halaman utama Kerajaan Sapphire. Begitu Raymond turun dari naganya, Raja Robert Rodriguez terlihat muncul dari pintu utama dengan tergesa-gesa.

"Dari mana saja kamu, Ray?" tanya Raja Robert dengan nada serius.

"Eh? Dari... perpustakaan," jawab Raymond yang merasa bingung dengan tingkah ayahnya.

"Kak Elizabeth mana?" Raymond malah balik bertanya pada ayahnya.

"Justru itu yang ingin Ayah tanyakan," sela Raja Robert. "Kakakmu belum pulang sedari tadi. Padahal, jika ia berhasil menjalankan misinya, seharusnya kita sudah menguasai lima negara saat ini."

"Ayah!" bentak Raymond. "Bisakah Ayah tidak serakah?! Cukup sudah dengan pemikiran untuk menguasai dunia! Tidak bisakah kita hidup berdampingan dengan damai?"

Mendengar Raymond membentak dirinya, Raja Robert hanya bisa menggeleng. Ia kemudian tertawa kencang.

"Raymond, Raymond...," kata Raja Robert. "Kamu anak siapa sih? Mengapa kamu tidak mewarisi sedikitpun jiwa pemenang yang Ayah miliki? Lihat Kakakmu, Elizabeth. Dia berambisi untuk membantu Ayah menguasai dunia."

"Tapi sudahlah, Ayah memang tidak berharap banyak padamu," kata Raja Robert yang langsung berjalan meninggalkan Raymond.

Raymond hanya bisa termenung dengan perkataan Raja Robert. Ia pun berjalan gontai memasukki kamar tidurnya dan menghempaskan diri di atas ranjang.

"Astaga!" pekik Raymond begitu ia teringat sesuatu. Ia teringat bahwa Charlotte mengundangnya ke taman itu dengan tujuan untuk mengatakan sesuatu. Namun, sesuatu itu belum sempat tersampaikan.

"Apa ya yang ingin dikatakan Charlotte...?" batin Raymond sambil mengawang.

Dengan begitu banyak hal yang berseliweran dalam benaknya, Raymond pun jatuh terlelap. Ketika malam tiba, ia terbangun dengan ketukan kecil di pintunya.

"Siapa? Masuk," lirih Raymond dengan suara serak khas bangun tidur.

Kenop pintu terputar dan sesosok lelaki berambut merah berdiri di balik pintu.

"Arthur?" tanya Raymond keheranan. "Ada apa ke mari malam-malam?"

"Ada... yang ingin kusampaikan padamu, Ray," kata Arhur sambil berjalan masuk dan menutup pintu kamar Raymond.

"Silakan, silakan." Raymond turun dari ranjangnya dan duduk di meja tempat mereka bermain catur waktu itu.

Perlu diingat, saat ini Raymond belum tahu tentang apa yang Arthur katakan pada Charlotte di malam pesta ulang tahun waktu itu. Jadi, Raymond masih menganggap Arthur sebagai sahabatnya. 

Crystallium ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang