CHAPTER 21 (Vonis Dokter Vivie)

4.2K 154 18
                                    

hai, teman-teman..

Aku up lagi neh..

Tapi, sebelum membaca, tolong di vote, follow dan comment yah :-)

Terima kasih yah


****

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Ingin sekali aku menampar laki-laki yang berada di depanku ini. Tapi, semua amarah itu aku tahan. Aku tidak boleh gegabah dalam menentukan sikap. Dan sekarang, aku harus bagaimana?

"Ya, Tuhan. Berikalah aku petunjuk. Aku tidak tahu harus melangkah kemana? Tidak pernah aku merasakan kebimbangan seperti ini. Kebimbangan yang penuh dengan kebingungan. Apakah aku harus mengikuti permainannya dan mengorbankan diriku sendiri?" teriakku di dalam hati.

"Lisa, kenapa kamu diam saja? Apa kamu setuju dengan tawaranku?" tanya Mas Aldy dengan wajah penuh kemenangan.

"Sudahlah, Lisa. Walaupun aku cacat, tapi aku masih bisa menghidupi kamu kok. Toh, aku punya banyak asset. Tujuh turunan juga nggak akan habis," ujar Mas Aldy dengan nada sombong.

"Kamu pasti pernah lihat kan, aku sering keluar masuk majalan dan televisi? Dan banyak sekali wanita yang antri ingin menjadi istriku?" tambahnya lagi yang semakin membuatku tambah muak mendengarnya.

Pada saat itu, aku masih belum bisa memberikan keputusan. Banyak hal yang aku pikirkan. Aku sedang memikirkan tentang kegilaan Mas Aldy yang bahkan bisa membahayakan nyawa orang lain. Apakah dia ini masih waras?

"Aku belum bisa memberikan keputusan sekarang. Tapi, yang pasti kamu jangan mengganggu orang-orang disekitarku!" ucapku sinis padanya dan langsung keluar dari ruangannya.

Dan ketika aku sudah berada di luar kamar Mas Aldy, aku langsung menelpon Alex. Dia adalah kepala IT di rumah sakit ini sekaligus orang kepercayaan Dokter Ryan.

"Lex, tolong panggil service mobil yah! Sepertinya, ada sedikit masalah dengan mobil Dokter Ryan. Oh ya, sekalian kamu bilang ke Dokter Ryan, jangan dipakai dulu mobilnya sebelum di-service! Karena remnya blong," ucapku panjang lebar kepada Alex, orang kepercayaan Dokter Ryan.

Setelah aku selesai menelpon Alex, aku langsung menuju ke ruang Dokter Vivie Friyadanie, SPKJ. Dia adalah salah seorang psikiater di rumah sakit ini. Aku merasa harus datang kesini untuk berkonsultasi. Sesampai di depan ruangannya, aku mengetuk pelan pintunya. Dan alhamdulillah, ternyata pada saat itu tidak banyak pasien yang harus ditanganinya.

Tujuanku datang kesana adalah berkonsultasi dengan Dokter Vivie mengenai masalah kejiwaan Mas Aldy. Apalagi, akhir-akhir ini dia sering mengamuk dan bertindak kasar. Dan yang terakhir adalah dia mencoba untuk membunuh Dokter Ryan. Aku merasa perilaku Mas Aldy sudah menyimpang.

Akhirnya, setelah diskusi cukup banyak, Dokter Vivie bersedia untuk menangani masalah kejiwaan Mas Aldy. Dokter Vivie akan melakukan beberapa test dan observasi untuk menegakkan diagnosa Mas Aldy. Dan dia akan menyerahkan hasilnya kepadaku setelah beberapa hari dilakukan test tersebut.

****

Pagi itu, kondisi Mas Aldy tidak stabil lagi. Dia berteriak ke semua orang yang masuk ke dalam ruangannya. Dia memanggil-manggil namaku dan melempar semua benda yang ada di dekatnya. Tidak ada orang yang berani mendekatinya. Akhirnya, Dina-lah orang yang pertama memberitahuku tentang kondisi Mas Aldy. Dan pada saat itu, aku masih mengerjakan tugas-tugasku di bangsal ICU. Mendengar perkataan Dina tersebut, aku langsung berlari ke ruangan Mas Aldy. Dan ketika aku masuk, aku melihat semua barang-barang yang ada didekatnya sudah berserakan di lantai.

"Mas Aldy kenapa?" tanyaku yang berusaha untuk menenangkannya.

"Lisa, aku tidak suka tinggal disini. Aku mau pulang. Mereka semua menganggapku seperti orang gila," ucapnya lirih sambil menangis di dekatku.

Di Rumah Aja, Pa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang