"Gagal lagi?"Nada bicaranya terdengar datar. Namun jauh didalam hatinya, Tetsuya sudah menjerit sebal. Apalagi ketika melihat kertas hasil ujian milik siswa yang menyewa jasanya.
Aomine Daiki.
Mata Pelajaran Matematika.
Nilai: 20."Astaga, ini mimpi buruk," gumam Tetsuya sebelum mengusak kasar wajahnya. "Bagaimana mungkin tidak mencapai separuhnya?"
Daiki yang mendapatkan tatapan frustasi hanya mengangkat bahu ringan.
"Bukan sepenuhnya salahku."
Diam-diam, Tetsuya tangan Tetsuya mengepal erat. Pepatah bilang, jika siswa terus menerus menadapat nilai buruk, maka itu adalah kesalahan pembimbingnya. Apalagi, Tetsuya dibayar untuk meningkatkan pemahaman anak lelaki itu pada mata pelajaran Matematika. Tapi sudah hampir enam bulan, nilai Daiki sama sekali tidak mengalami kemajuan.
"Tetsu." Tetsuya mendongak. Dia memang tidak mempermasalahkan yang lebih muda untuk memanggilnya secara informal.
"Hm?" Tetsuya berdeham halus, sama sekali tidak menoleh. Sibuk meneliti lembar ujian sang siswa yang kini sedang sibuk menatap guru pembimbingnya lekat-lekat dari samping.
Well, keduanya memang selalu belajar dengan posisi bersisian.
Daiki menopang wajahnya dengan tangan kirinya yang ditumpu diatas meja. Menatap yang lebih tua dengan lebih teliti.
"Apa?" tanya Tetsuya setelah merasa tak ada lagi balasan dari yang lebih muda. "Kenapa menatapku begitu?"
Daiki sama sekali tak melepas tatapannya. Malah tampak menikmati waktu ketika kedua pasang manik biru langit dan biru tua itu saling bertubrukan.
"Menatapku begitu kau jadi terlihat seperti penjahat mesum, Aomine-kun." ujar Tetsuya dengan kening berkerut. Tampak kesal dengan kelakuan yang lebih muda.
Tanpa disangka, Daiki malah terkekeh. Entah apa yang ditertawakan si bodoh itu.
"Wajahmu selalu menunjukan ekspresi menggemaskan, sih."
Tetsuya mendelik, tak terima. Namun alih-alih membalas ledekan itu, ia malah menyerahkan soal Daiki kepada sang pemilik.
"Sekarang beritahu dimana letak kesulitannya."
Daiki menghela nafas lelah, tiba-tiba tidak tertarik.
"Semua. Semuanya sulit." jawabnya asal. Benar-benar tidak tertarik membahas soal dengan guru pembimbingnya itu.
Cih, padahal kan memang itu tujuan Tetsuya datang menemuinya.
...
"Kau tidak pergi mengajar?"
Tetsuya menggeleng lesu, sore ini ia hanya sibuk memainkan ponselnya. Menyelesaikan game yang sudah lama tak ia mainkan.
"Aku berhenti."
"Kenapa?"
Pertanyaan teman sekamarnya itu membuat Tetsuya semakin menekuk wajahnya.
"Sepertinya aku tidak berbakat mengajari orang," lirihnya sendu. Kemudian kembali memainkan game di ponselnya.
...
"Apa Ibu bilang?"
"Kuroko-kun tidak akan datang hari ini." Sang Ibu melirik putranya dengan tajam. "Ralat. Maksud ibu tidak hari ini, dan tidak hari-hari berikutnya."
"Apa?" Daiki yang baru saja pulang sekolah dengan semangat mendekati wanita yang melahirkannya. "Kenapa?"
Nyonya Aomine mendengus, lalu membuang wajahnya kepada buku-buku lama yang sedang ia baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Math
FanfictionSelama tiga tahun karirnya menjadi tutor matematika, baru kali ini Tetsuya membimbing anak sebebal Aomine Daiki. Kuroko No Basket × AoKuro