Hai semoga masih mau baca cerita romantis aku..... :) Terima kasih yg udah baca.
"Aku mundur karena kau terlalu kaku", ujarku jujur. Dylan menaikkan satu alis dan menatapku heran.
"Alasan macam apa itu?", tanya Dylan heran.
"Aku...".
"Kau mengira aku tidak serius dalam perlombaan ini", Dylan menyugar rambutnya. Merasa jengah dengan tatapanku yang mengatakan 'iyakan'.
"Kau... sepertinya tak suka padaku. Begini..sewaktu kita latihan kita seperti tidak ada chemistry, kau tahu. Kau bahkan tidak tersenyum padaku", kataku kesal.
Dylan melongo melihatku lalu tertawa keras.
"Kau!...kau meremehkan aku?!. Baiklah aku pergi!", aku segera bangkit tetapi dengan sigap tangan Dylan menangkap lenganku.
"Tunggu sayang", aku menoleh saat terdengar kata-kata yang membuatku merinding.
"Apa kau bilang?", tanyaku lirih. Pengunjung kafe memandang kami seakan kami melakonkan sebuah opera sabun. Aku kembali duduk sesaat malu mendera diriku.
"Dylan, kau baru saja bilang....", dia tersenyum dan melihatku dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Ah, sudahlah tidak apa jika kau enggan untuk berpasangan denganku. Aku akan mewujudkan mimpiku yang lain", ujarku meski dalam hati perasaan ini sakit. Aku harus melupakan cintaku. Dylan memajukan wajahnya dan tiba-tiba ia mencium bibirku.
Cup!
Seakan waktu berhenti saat Dylan membuat gerakan tiba-tiba. Aku memegang bibirku yang baru saja dicium oleh Dylan. Aku tak menyadari gerakan Dylan, mungkin sekarang wajahku sudah mirip kepiting rebus. Merona.
"Tadi itu apa?", hanya itu kalimat yang keluar dari mulutku.
"Jangan berprasangka jelek tentangku, kita bahkan belum berkenalan dengan baik", Dylan menatapku tenang. Meski jatungku serasa berlarian karena ulahnya tadi tapi aku berusaha kalem.
"Aku meyukai sejak kau masuk lewat pintu depan dan menjatuhkan tas ranselmu tepat di bawah kaki ku", jawab Dylan. Aku meresapi kata-kata yang keluar dari mulut Dylan. Tunggu berarti dia sudah menyukai diriku sejak tiga bulan lalu.
What!!???
Itu tak mungkin. "Tapi kenap...", aku berhenti bertanya karena dia meletakkan jari telunjuknya tepat d bibirku. Aku kaget dan segera terdiam.
"Tidak ada alasan untuk jatuh cinta, setiap orang berhak untuk mendapatkannya", ucap Dylan. Aneh, apa benar itu.
"Rasanya agak ganjil jika kau menyukai seseorang tanpa alasan", aku mulai merasa nyaman berbicara dengannya. Kami memesan es kopi dan makanan kecil untuk menemani obrolan kami.
Dylan tidak membalas kesimpulan yang aku sampaikan ia hanya tertawa. "Yang jelas aku menyukaimu saat ini". Aku merasa ia mempermainkanku.
"Oke, jika ini hanya permainan lebih baik aku pergi". Aku menatap lama Dylan.
"Tidak ada yang abadi di dunia ini, Sam. Kau tahu, mungkin setelah perlombaan dansa kita berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing. I am right?", tanya Dylan serius.
"Apa kau menghendaki itu?", aku balik bertanya. Dylan tersenyum manis sekali.
"Tidak, aku berharap kita bersama dan tak terpisah tapi untuk saat ini aku bisa mengungkapkan perasaan sudah cukup bagiku", aku mengerutkan keningku dengan perkataan Dylan.
"Hidup kita tidak seperti Cinderella ataupun putri kerajaan lainnya, dan aku juga bukan pangeran berkuda putih yang datang untuk menyelamatkanmu. Aku hanya ingin bersamamu saat ini, itu saja", genggaman kedua tangan Dylan menghangatkan seluruh jiwaku.
"Apakah kau setuju denganku?", ucapan Dylan membuatku takjub. Lalu aku menatap lama Dylan mencari kebohongan di dalam kata-katanya.
Tidak ada kebohongan dimata Dylan. Lebih baik aku mengalah saja toh kami sudah cukup akrab sekarang.
"Lalu apakah kau mau melanjutkan lomba dansa?", tanyaku hati-hati.
"Pasti, dan kita akan memenangkan perlombaan itu", aku suka saat Dylan berkata penuh kepastian. Aku mengangguk setuju. Kami berdua segera beranjak dari kafe itu dan pergi ke tempat Danny.
"Sam, aku ingin bicara sebentar", Danny menghampiriku sesaat latihan usai. Dylan pulang lebih dulu karena ada urusan.
"Ya, ada apa?", tanyaku penasaran.
"Apa yang terjadi dengan kalian, apakah semua baik-baik saja?", Danny terlihat kasihan padaku.
"Kami sudah akrab", jawabku sambil tersenyum.
"Kalian berpacaran?", cecar Danny. Aku memutar dua mataku.
"Aku masih punya impian, sepupu", jawabku cepat. Entah kenapa setelah dekat dengan Dylan perasaan itu hilang. Apa memang ini cinta sesaat.
"Kukira kalian akan berhubungan dan menikah", Danny menjajarkan langkahnya agar sama denganku. Kurasa dia tak akan berhenti memprovokasi aku dan Dylan.
"Aku akan meneruskan kuliah dan menjadi jurnalis", putusan ini benar-benar dari hatiku. Mama tidak memaksaku untuk jadi penari tapi aku memang suka tapi aku ingin seperti kakekku.
Danny menggaruk kupingnya yang tidak gatal. "Aku mengharapkan sebuah hubungan yang romantis", Danny menunjukkan puppy eyes padaku.
Aku tak menggubris dan segera berlari keluar. Ya ampun Danny benar-benar membuatku malu. Kata-kata Dylan bikin aku penasaran kupikir dia akan menceritakan kisah konyol dan tertawa terbahak-bahak saat bercerita tentang dirinya. Tapi dia seperti sedang berakting. Aku menggeleng kepala, maksudku sikapnya seperti gentleman.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexy Partner
RomanceGenre : novel dewasa (18+) Ya ampun dia bukan prince charming pribadinya sedikit ketus dan bagaimana bisa aku berpasangan dengan dirinya. --Samantha Jones-