Empat Puluh Empat

1.5K 202 19
                                    

Pagi ini tak secerah hari biasanya. Awan kelabu menggantung di kelamnya angkasa. Rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi, bersama dengan beberapa siswa-siswi SMA Garuda yang berhamburan masuk ke sekolah menggunakan payung di tangan mereka.

"Sial! Tuh kan basah baju gue!" kesal Sena yang sedang merapikan bajunya yang basah. Maklum, pagi ini ia berangkat menggunakan angkutan umum karena Alex sendiri tak bisa menjemputnya seperti biasa. Mulai pagi ini sudah diperlakukan pendalaman pagi khusus kelas dua belas untuk mempersiapkan ujian nasional maupun ujian lainnya.

"Iya nih, punya gue juga basah," sahut seseorang tepat di samping Sena. Gadis itu dengan cepat menoleh. Ia begitu terkejut melihat Alvin berada tepat di sampingnya tengah melipat mantel dongkernya.

"Kenapa kaget Sen?" tanya Alvin. "Gara-gara lama nggak ketemu ya?"

Tanpa sadar Sena mengangguk. Sudah hampir seminggu ia tak bertemu dengan Alvin. Mungkin terakhir saat mereka berbincang di taman untuk memperjelas semuanya. Selain itu, Sena tak pernah melihatnya lagi. Rapat OSIS untuk perpisahanpun terpaksa dihentikan sampai kelas dua belas selesai ujian. Hal itulah yang membuat Sena tak pernah mempunyai alasan bertemu Alvin lagi. Lelaki itu seperti hilang ditelan bumi.

"Gue barusan opname."

Pernyataan yang keluar dari mulut Alvin sukses membuat mata Sena membelalak seketika. "Kok nggak bilang?"

Alvin tertawa. "Gue nggak mau buat lo khawatir dan juga—"

"Dan juga apa?" sambung Sena tak sabaran.

"Gue nggak mau menyalahartikan rasa khawatir lo ke gue."

Petir menyambar. Bukan, bukan di angkasa, melainkan di hati Sena. Gadis itu diam terpaku di tempatnya, menatap jalanan basah yang tergenang air dengan perasaan yang tidak ia mengerti. Beberapa saat kemudian ia memberanikan diri menatap Alvin yang ternyata sedari tadi menatapnya. Perasaan kikuk ini menjalar, tetapi berusaha ia normalkan secepat mungkin. "Jangan membebani gue dengan perasaan kayak gini Vin. Gue udah punya Alex, lo tau itu." Sena menghirup udara lembab itu dengan sekali hirup. "I'm still your friend. Jadi, jangan sungkan bilang apapun ke gue."

Sena pergi dengan payung yang ia lipat di tangan. Namun, sepasang mata tak beralih sedikitpun dari gerak-gerik gadis itu. Alvin menatap kepergian Sena dengan pilu karena jujur, ia belum rela Sena pergi darinya. Ia sudah mencoba ikhals, tetapi ternyata hal itu tak semudah yang ia kira. Ia masih belum bisa menerima dengan apa yang terjadi di antara mereka berdua. "Friend? I need more, Sena." gumam Alvin pelan.

"Sena!" panggil seseorang dari belakang. Merasa namanya dipanggil, gadis itu menghentikan langkah kakinya dan berbalik. Ia cukup terkejut melihat Alex-lah yang memanggilnya tadi.

"Kok baju kamun basah? Kamu kehujanan?" tanya Alex yang melihat baju Sena sedikit basah pada daerah tertentu. "Trus tadi berangkat naik apa? Bukannya tadi udah dijemput sama Pak Santoso?"

Pak Santoso sendiri adalah salah satu suruhan Alex yang ia percayakan untuk menjaga Sena. Pria itu juga yang dulu mengantarkan bubur ketika Sena sedang sakit.

"Alex, Pak Santoso juga punya anak. Apa kamu tega nyuruh seorang ayah memilih antara mengantarkan anaknya sendiri atau melaksanakan perintah?" tegas Sena membuat Alex terdiam.

"Tapi kamu gapapa kan?" Alex memperhatikan Sena sekali lagi dari ujung kepala sampai ujung kaki, memastikan bahwa gadisnya benar-benar dalam keadaan baik.

Sena mengangguk. "Aku gapapa, Alex. Kok kamu nggak pendalaman?" tanyanya bingung melihat pacarnya tengah berada di luar kelas padahal pendalaman masih berlangsung.

Alex menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku ijin ke kamar mandi."

"Trus kok nggak balik?"

"Nungguin kamu dateng. Biar aku tau keadaanmu gimana. Apalagi hujan kayak gini."

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang