Suasana mencekam
begitu terasa di sini, aku mengarahkan pedangku ke depan untuk berjaga-jaga. Berbeda denganku, Kak Alfio justru tidak berhenti berisiul dari tadi.Aku melihat ada ranting pohon yang menghalangi jalan kami. Aku mengayunkan pedang untuk memotong ranting itu.
"Anna, jangan lakukan itu!" cegah Kak Alfio. Ia menahan lenganku yang sebentar lagi memotong ranting.
"Pohon-pohon di sini hidup," lanjut Kak Alfio.
"Eh, iya. Aku hampir lupa." Aku menepuk jidat, bagaimana aku bisa lupa tentang hal ini.
"Kau harus ingat, kita berada di Hutan Mistis. Apapun bisa terjadi," pesan Kak Alfio.
Aku hanya mengangguk. Kita harus bisa menemukan bunga yang dikatakan oleh tabib. Ini untuk Ibu, dia harus sembuh.
Walau hari masih siang, cahaya di sini sangat minim. Kita kembali berjalan, Kak Alfio berada di belakang.
Tiba-tiba, terdengar teriakan Kak Alfio. Aku berbalik, dia ditarik oleh akar pohon. Aku berlari berusaha menyelamatkan Kak Alfio. Namun, aku justrus ikut di tarik oleh akar pohon lain.
Kita dilempar begitu kuat. Aku mengerang kesakitan. Pohon-pohon di sekeliling kami mulai bergerak sendiri. Bahkan ada suara geraman.
"Kalian!" Terdenger teriakan dari pohon yang paling besar.
"Apa kalian di sini untuk membunuh kami?" Suara itu kembali terdengar. Aku mengerti, pohon di sini benar-benar hidup.
"Ti-tidak, kami hanya ingin mencari obat," jawab Kak Alfio.
"Bohong! Kaummu sudah menebang saudara-saudaraku di luar sana!"
Ini gawat, sesuatu yang buruk pasti akan terjadi. Aku memberanikan diri untuk bicara. "Tolong maafkan kaumku, aku mengakui itu salah. Namun, kami kesini hanya untuk mencari obat untuk Ibu. Kumohon, bebaskan kami." Tanpa terasa air mataku terjatuh. Kak Alfio hanya diam di sampingku.
Hening seketika, pohon-pohon itu kembali diam.
"Baiklah. Tapi kau harus bisa menghentikan ulah kaummu itu. Jangan sampai mereka merusak alam ini lagi. Banyak hal yang sudah hilang."
End
KAMU SEDANG MEMBACA
Tugas Dream Lights
Short StoryKumpulan drabble yang merupakan tugas dari grup kepenulisan Dream Lights