-6-

52 4 1
                                    

"Kay... Kayla... Berangkat bareng ga?" tanya Ara sambil mengetuk pintu kamarnya Kayla.

Tak lama kemudian Kayla keluar, namun wajahnya terlihat pucat dan hidungnya sedikit memerah.

"Ra... Sepertinya hari ini aku izin deh, kepalaku sakit banget." Ujar Kayla.

Ara memegang dahi temannya itu, ternyata Kayla demam.

"Kamu demam, mau ke IGD kah? Aku bisa izin sebentar."

"Ga usah, gapapa. Aku udah minum obat kok, abis ini aku mau tidur lagi."

"Ya sudah, kamu istirahatlah. Kalau perlu sesuatu kabari aku."

***
Berkali-kali Ara menatap handphone nya, tiap ada notifikasi ia langsung memeriksanya, namun ternyata notif tersebut bukanlah chat yang ditunggu oleh Ara. Sudah tengah hari, namun Kayla masih belum juga membalas chatnya, ia mengkhawatirkan keadaan temannya.

(Kay, masih tidur? Kaeee!! Bales...)

"Nungguin apa sih mbak? Kurir COD?" tanya Ditya residen ortho yang saat itu sedang visit diruangannya Arana bekerja.

"Mbahmu kurir COD." Gumam Ara yang sedang tidak mood untuk bercanda.

"Mbak saya denger loh..."

Ara tidak menggubrisnya karena ada telepon masuk dari Kayla.

"Akhirnya... Gimana keadaanmu Kay? Masih demam? Nanti mau nitip makan apa? Bubur? Oke... jangan lupa minum yang banyak biar demammu cepat turun. Sebentar lagi aku pulang. Hmm..." Ara menghela napas lega setelah mendengar kabar dari temannya itu.

"Temanmu sakit kah mbak?" tanya Ditya.

"Iya teman kosku, demam."

"Mbak-mbak yang biasa bareng sama dirimu?"

Arana mengangguk, lalu pergi meninggalkan Ditya karena ia dipanggil oleh salah seorang seniornya.

***
Tok... tok... tok... Arana mengetuk pintu kamar Kayla.

"Kay, tidur kah?" tanya Ara.

Tak lama kemudian Kayla membuka pintu kamarnya, ia masih terlihat pucat walau sudah sedikit membaik dibandingkan pagi tadi.

"Makan dulu yuk, mumpung buburnya masih hangat." Ujar Ara, sambil menyerahkan bubur yang sudah siap santap didalam mangkuk.

Kayla mengangguk, ia menyiapkan meja lipatnya lalu duduk lesehan dikarpet kamarnya.

"Sambelnya ga ada kah?" tanya Kayla.

"Sengaja ga minta sambel, udah makan aja yang ada."

"Ha... ah... kurang enak."

"Lagi sakit, jangan macem-macem deh."

Arana duduk disebelah Kayla, memeriksa suhu tubuh temannya itu dengan thermometer tembak miliknya, 36,9°C sudah normal namun sedikit demam.

"Panasnya udah turun, tapi masih agak hangat. Kamu mau diinfus? Aku bawa infuse set dari ruangan."

"Engga ga ga... itu mah dirimu yang seneng nyiksa temen sendiri. Lagian aku udah mendingan, jadi ga perlu ditusuk-tusuk."

"Hokey, baiklah... Kalau gitu aku mandi dulu, bye..."

"Nanti balik kesini lagi ya, ada yang mau aku ceritain."

Arana yang tadi hendak berdiri untuk pergi, kembali duduk dan mengurungkan niatnya untuk mandi.

"Lho kok duduk lagi? Ga jadi mandi?" tanya Kayla.

"Ga, aku mau denger ceritamu dulu. Jujur yah, dari semalam aku tuh penasaran. Apalagi kamu diantar pulang sama Dokter Agha! Apa benar kemarin panic attack-mu kambuh?"

Kayla mengangguk.

"Oh my... are you okay? Apa yang terjadi?" tanya Ara.

Kayla menghela napasnya, lalu ia menceritakan apa yang terjadi kemarin. Abangnya kembali meminta uang padanya, padahal Kayla minggu lalu baru saja mengirimkan uang untuk kehidupan abangnya dan juga adiknya disana. Entah uangnya habis untuk apa, tetapi abangnya mengancam akan menjual adiknya jika ia tidak segera mengirimkan uang yang diminta.

"Astagfirullah... Apa ga sebaiknya adikmu dibawa kesini? Lebih aman dan dekat dengamu juga."

"Tiga bulan lagi... Setelah lulus SMP aku mau sekolahin dia disini."

"Semoga selama itu adikmu baik-baik saja."

***
Manusia hanya bisa berencana namun Tuhan lah yang menentukan semuanya. Kintan, adik Kayla memilih untuk bunuh diri dibandingkan harus menyerahkan mahkotanya kepada seseorang yang telah membayarnya. Abangnya Kayla tega menjual adiknya sendiri agar bisa melunasi lilitan hutang akibat hobi berjudinya. Saat diperjalanan menuju hotel tempat transaksi, Kintan nekat mengakhiri hidupnya dengan keluar dari mobil yang sedang melaju kencang diatas flyover lalu melompat dari sana.

Kayla yang saat itu sedang makan bersama dengan Arana langsung syok dan gemetar hebat. Ara langsung mengambil alih panggilan, begitu mengetahui ada hal yang tidak beres dari ekspresi temannya itu.

"Iya hallo... ah bapak bisa bicara dengan saya... Apa!? Innalilahi..."

Ara langsung memeluk erat temannya itu, seketika itu juga tangis Kayla langsung pecah sejadi-jadinya.

***
Malam itu juga mereka (Kayla dan Arana) terbang ke Sumatera untuk mengurus pemakaman Kintan. Mereka berdua mengajukan cuti dadakan yang untungnya di-approve oleh atasan mereka masing-masing.

"Ra... makasih ya..." ujar Kayla yang sangat berterimakasih pada temannya ini. Tanpa Ara, ia pasti sudah panik dan kebingungan.

"Anytime..." Ara menggenggam tangan Kayla, berusaha menenangkannya agar serangan paniknya tidak kambuh.

***
Pemakaman Kintan berlangsung setelah autopsi dilakukan, pemakaman berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Ara selalu siap siaga disamping Kayla untuk memastikan gadis itu baik-baik saja. Setelah pemakaman berakhir Kayla memutuskan untuk ke lapas untuk menemui abangnya.

"Kamu yakin masuk sendiri?" Tanya Ara khawatir.

"Aku mau bicara empat mata sama dia." Ujar Kayla.

"Ya sudah ku tunggu disini, kabari aku kalau kenapa-kenapa."

Kayla mengangguk, lalu ia masuk ke dalam menemui abangnya. Setelah mengisi formulir buku tamu, Kayla diminta untuk menunggu sebentar. Tak lama kemudian ia dipanggil masuk kedalam sebuah ruangan khusus dimana ia dan abangnya ditinggal berdua dan hanya terpisahkan oleh sekat kaca.

Kayla menatap wajah abangnya dengan tatapan tajam dan penuh amarah. Ia sangat marah setelah mengetahui sebab kematian adik tersayangnya.

"Brengsek! Bajingan gila!" Gumam Kayla sembari berusaha menahan emosinya.

"Gue tau lo gila, tapi..." Kayla menggigit bibir bawahnya menahan tangis.

"Dia Kintan... Adik kandung lo sendiri..." Ujar Kayla dengan suara bergetar.

"Dia baru 15 tahun... And you dare to do that!? Otak lo dimana?"

Akhirnya tangis, emosi yang selama ini Kayla tahan akhirnya pecah begitu saja. Abangnya hanya menatapnya dibalik kaca dengan raut wajah penuh penyesalan. Namun penyesalan itu datang terlambat, walau ia menyesal akan perbuatannya, Kintan adiknya takkan bisa kembali untuk selamanya.

***
Arana menunggu Kayla dengan sangat khawatir, ia takut kalau temannya itu tidak bisa mengendalikan emosinya dan berakhir dengan serangan panik yang bisa menyerang sewaktu-waktu. Apalagi kondisi mental Kayla saat ini sedang tidak baik-baik saja.

"Kay..." Akhirnya setelah 25 menit menunggu, Kayla keluar juga dari Lapas. Ia langsung memeluk temannya ini untuk memberikan support agar Kayla merasa lebih baik. Ternyata sesaat setelah dipeluk oleh Ara, Kayla terkulai lemah dan pingsan.

X-pecialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang