[CHAPTER 7]

124 15 2
                                    

Pada hari Senin, Jihoon dan Soonyoung tampak seperti dua orang yang tidak mengenal satu sama lain. Sejak Jihoon memilih untuk menjauhkan dirinya dari Soonyoung, mereka tidak lagi pernah berangkat sekolah bersama, tidak lagi mengobrol soal hal-hal tak penting, dan tidak lagi sedekat dulu. Jihoon tahu itu semua dirinya lah yang memulai, tapi itu semua ia lakukan hanya untuk membuang jauh-jauh perasaan cintanya pada Soonyoung, sekaligus untuk menata kembali perasaannya. Tidak mudah memang, apalagi mereka bertemu hampir setiap hari di sekolah, tapi paling tidak Jihoon tengah berusaha.

Untuk informasi, Soonyoung dan Wonwoo sudah berbaikan. Soonyoung mati-matian mengejar Wonwoo hanya untuk mengemis maaf. Pada awalnya Wonwoo memang tidak mengubris permintaan maaf Soonyoung. Tentu saja karena ia masih marah dengan kekasihnya itu, tapi lama kelamaan ia luluh juga dan akhirnya memaafkan Soonyoung.

Semuanya tampak baik-baik saja. Tapi sebenarnya tidak begitu.

Pada jam makan siang, Jihoon bukannya pergi ke kafetaria untuk makan, tapi malah mengasingkan dirinya ke taman belakang sekolah, duduk di kursi panjang di samping kolam ikan kecil sambil menatap ikan-ikan yang dipelihara pihak sekolah. Semilir angin yang menerpa wajahnya membuatnya sedikit tenang.

"Tidak buruk juga berada disini." Batin Jihoon.

Jihoon berada di taman belakang sekolah hingga bel pergantian jam berbunyi. Ia menepuk dahinya sendiri. Meruntuki diri kenapa terlalu lama berada di taman belakang sekolah sampai ia melupakan makan siangnya. Padahal tadinya Jihoon berniat untuk duduk duduk sebentar saja disana untuk menenangkan diri, sama sekali tidak sadar kalau dia terlanjur nyaman hingga lupa kalau ia perlu makan siang.

"Sial, aku juga tadi tidak sempat sarapan." Jihoon membatin sambil mengacak pelan surainya.

Karena tahu akan sia-sia untuk pergi ke kafetaria sekarang, barang hanya untuk membeli satu bungkus roti─sebagai pengganjal perut─Jihoon pun memilih kembali ke kelas. Ia tidak mau membolos satu pelajaran pun. Lagipula ia tidak akan mati hanya karena melewatkan makan siangnya. Ia bisa mampir ke kafe atau kedai udon langganannya sepulang sekolah nanti dan makan sampai puas. Sekarang, ia hanya harus bertahan sampai bel pulang sekolah berbunyi.

Selama pelajaran berlangsung, Jihoon masih tampak fokus mendengarkan penjelasan gurunya. Ia pun juga masih tampak tenang sambil mencatat di bukunya. Tapi, ketika sudah memasuki jam keenam, kepala Jihoon mulai pening. Awalnya Jihoon tak ambil pusing karena memang ia belum mengisi perutnya sama sekali. Ini gejala yang biasa untuk orang yang belum mengisi perutnya, jadi Jihoon hanya diam dan tetap memandang lurus ke depan dimana gurunya menjelaskan pelajaran. Tapi semakin lama didiamkan, pening di kepalanya semakin menjadi. Pandangannya juga semakin lama mulai mengabur hingga ia harus mengerjapkan matanya beberapa kali untuk kembali memperjelas pandangannya. Jihoon tetap pada egonya untuk menahan sakit di kepalanya, ia merasa masih sanggup mengikuti pelajaran hingga selesai, tapi di tiga puluh menit setelahnya, ia mulai tidak tahan untuk menahan rasa pening di kepalanya hingga pada akhirnya ia merasa tubuhnya meringan dan-

BRUUK!

Pandangan Jihoon menggelap seiring dengan suara teriakan seseorang yang meneriakkan namanya.

.

.

Jihoon membuka matanya perlahan dan pandangannya langsung disambut oleh cahaya terang lampu. Ia menyipitkan matanya karena matanya belum terbiasa. Kemudian ia menoleh ke kanan-kiri untuk mencari tahu dimana ia sekarang.

"Ah..aku di UKS." Batin Jihoon.

Jihoon kemudian berusaha mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk. Sesekali ia masih merasakan sakit pada kepalanya, membuat ia meringis pelan. UKS kosong saat ia bangun dan ia hanya sendirian disini. Ia melirik jam dinding. Jam sudah menunjuk pukul lima sore, sudah waktunya pulang dan ia sudah melewatkan jam terakhir pelajarannya karena pingsan.

Bestfriend | Soonhoon [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang