Ketika melangkah keluar, matahari mulai menderaku. Cuaca memang tidak cerah - cerah sekali; awan putih besar yang indah bagaikan lukisan berarak di langit, setengah menutupi matahari. Tapi itu tidak penting. Aku harus memicingkan mata dan mengangkat tangan untuk menghalangi cahaya yang sebentar muncul sebentar menghilang. Sepertinya aku terlalu memusatkan pikiran pada rasa sakit akibat mengingat begitu derasnya hujan, sampai - sampai tak menyadari ada motor melaju dan berhenti tepat di depanku dengan suara berdecit.
"Hey, Elexa awas!" teriak FeliosAku sangat bodoh, nyaris saja motor itu menabrak diriku. Aku melirik, memandangnya lewat sela - sela jariku yang bergemetar. Felios sangat ketakutan badannya gemetar dengan kejadian yang baru saja terjadi. "Oh, astaga maafkan aku.. Apa ada yang terluka?," seseorang lelaki yang baru saja mengendarai motor dengan sangat laju menghampiri kami.
"K-kau tidak lihat?! K-kau nyaris menabrak kakak ku! Apa kau tidak punya mata!!" bentak Felios dengan terbata - bata. Aku sangat tidak percaya ternyata ada sisi keberanian dibenak adik kembaran ku, aku sangat kagum namun sedikit khawatir dengan keadaannya.
"Ah, aku benar - benar minta maaf. Aku sangat buru - buru. Tolong maafkan diriku. Hey, nona apakah kau terluka? Jika iya. Mari kita pergi ke-,"
"Tidak perlu, aku tidak apa - apa. Terimakasih.. kami pergi dulu," kata Elexa dan bergegas menarik tangan Felios yang masih menatap jauh kearah kelopak mata pria tersebut.
Aneh, kenapa warna matanya mirip kami? dan tunggu kenapa ada kalung yang sama seperti Elexa?
gumam si Felios dalam hatinya."Elexa.. apa kau tidak heran dengan lelaki tadi? aku rasa tadi aku tidak salah lihat. Kalungmu hampir sama dengan kalung lelaki tadi? dan belum lagi warna bola matanya itu?!" ucap Felios sampai membuat Elexa terdiam dengan maksud berpikir keras dan berusaha mengabaikan perkataan Felios tadi.
[ Tempat kediaman Oma Falliex ]
"Apa kau bilang?!" teriak Oma
"Maaf diriku lancang mengatakan ini bu.. tapi ini benar adanya, baru saja aku bertemu dengannya,"
"Cepat kau jemput anak - anak segera! aku yakin dia bermaksud untuk mencari anak - anaknya!" teriak Oma lagi.
"Baik, Oma." lalu cucu kesayangannya itu pergi meninggalkan kamar Oma.
Tidak kusangka dirimu masih hidup..
Mr. Medwan, tidak akan ku berikan anak - anak itu jatuh ke tanganmu kembali.
Tidak akan pernah!
gumam Oma dalam hati sambil mengusap selembar foto.