May berjalan memasuki kafe. Ia akan melakukan pemotretan kecil bersama temannya. Biasanya, ia selalu difotokan oleh Aksa sebagai postingannya di inst*gram. Tetapi, kali ini ia lebih memilih Nuha untuk membantunya.
“Ha, aku aja yang pesen,” ucap May ketika Nuha hendak berdiri memesankan makanan ke meja pemesanan.
May berusaha melupakan Aksa yang katanya masih sibuk itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengajak Nuha sebagai teman ke kafenya hari ini. Ia berjalan melewati beberapa meja untuk sampai ke meja pemesanan.
Di pojok kafe, tampak dua sejoli yang sangat mesra. May berusaha menghilangkan rasa ingin tahunya. Tetapi, bukan May jika tidak kepo. Ia melirik sekilas ke arah sejoli yang sedang tertawa tersebut.
Ia menolehkan arah pandangnya ke pojokan kafe, tempat dimana Aksa menyatakan perasaannya pada May. Ia membelalakkan matanya ketika mengetahui sosok yang menghadap dirinya.
Tubuhnya linglung, pandangannya sedikit memburam tetapi, May berusaha mengalihkan semua itu. Dadanya terlalu sesak untuk berteriak. Alhasil ia hanya terduduk di lantai sambil menunduk.
“May!” teriak Nuha ketika melihat May tiba-tiba terduduk di lantai.
Aksa terkejut mendengar seseorang berteriak nama kekasihnya. Zuri pun tak kalah terkejutnya dengan Aksa. Aksa tergopoh-gopoh melihat kerumunan orang yang sedang mengerubungi seseorang.
“May, kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Nuha hampir meneteskan air matanya melihat May yang tergeletak lemas. “May!” pekiknya.
“Ha, aku nggak apa-apa,” lirih May. “Bubar.”
Satu persatu orang yang mengerubungi May mulai membubarkan diri. Membuat Aksa yang tadi melihatnya menjadi mematung. Tubuhnya kaku melihat May yang duduk di lantai sambil dielus pelan temannya.
Zuri mendekati Aksa untuk melihat apa yang terjadi. Ia tak percaya jika May juga ada di kafe ini. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan air matanya keluar. Ia sangat bersalah di mata May.
“Pulang aja yuk, May,” ajak Nuha sambil menuntun May untuk duduk ke kursinya tadi.
Tetapi, May adalah anak yang keras kepala. Ia tidak akan pulang sebelum ia berhasil memutuskan hubungannya dengan lelaki gila dan wanita murahan itu. Ia berbelok dan menarik tangan Nuha untuk sampai di depan Aksa yang masih berdiri mematung.
“Mana yang katanya kerja kelompok?”
tanya May. Ia berusaha mengeluarkan suara terkerasnya tetapi, ia terlalu lemah sekarang.Aksa hanya terdiam tidak menjawab. Ia masih melihat May dengan tatapan iba dan kecewa. Bukan kecewa dengan May tetapi, kecewa dengan dirinya sendiri yang sudah menjadi pecundang seperti ini.
“Jawab!” pekik May.
Nuha menarik tangan May paksa untuk keluar dari kafe sebelum membuat keributan. Tentu saja May menolak, ia tidak akan keluar jika tidak mengumpat di depan Aksa. Ia sudah dikhianati.
“Sa, jawab,” lirih May sambil menarik ujung jaket milik Aksa. May sudah mengeluarkan air matanya. Dadanya sangat sesak melihat tawa Aksa dan Zuri tadi. Memorinya terus berputar menampilkan kejadian yang sama.
Aksa masih terdiam. Lidahnya kelu. Pikirannya tidak sinkron dengan mulutnya. Ia tidak tahu harus mengucapkan apa. Perempuan yang disayanginya ternyata sudah mengetahui sisi jeleknya.
“Makasih, Sa,” bisik May tepat di telinga Aksa. “Anj*ng lo!” pekiknya.
Tentu saja Aksa terkejut dengan pekikan May yang tepat di telinganya. Telinganya bising seketika. Tetapi, hendak semarah apapun, tetap Aksa yang bersalah. Ia tak mungkin menyalahkan May.
May berjalan melewati pasang mata yang melihat kejadiannya. Ia berjalan santai tanpa memedulikan Zuri yang berteriak memanggilnya. Ia tak mau menganggap Zuri sebagai sahabat lagi. Ia sudah cukup kecewa.
“May, maafin ak---“
“Lo bukan sahabat gue. Jangan pegang tangan gue lagi, gue nggak mau dipegang sama cewek menjijikkan kaya lo!” bentak May membuat Zuri beringsut mundur.
Zuri terdiam dan melihat kepergian May dengan kecewa. Dirinya sudah terlalu murahan dan menjijikkan di mata May. Meski ini bukan yang pertama kali. Tetapi, baru pertama kalinya Zuri kepergok seperti ini.
Nuha membonceng May dan pergi dari tempat itu secepatnya. Ia membelokkan stirnya ke arah Alun-alun. Biasanya, amarah May langsung redam ketika dibelikan kelomang. Tetapi, tidak untuk saat ini.
“Ha, jangan beliin kelomang.”
Bisikan itu membuat Nuha memutar balik stirnya menuju rumah May. Ia merasa bersalah ketika ia memilih kafe tersebut sebagai objek pemotretan May malam ini. Tetapi, May tidak menyalahkan Nuha sebagai biang keroknya.
“Bukan lo yang salah,” ucap May. “Makasih ya, Ha. Hati-hati.”
May memasuki rumahnya setelah Nuha meninggalkan rumahnya. Nasibnya, itulah yang menjadi pemikirannya saat ini. Ia melirik ponselnya yang menampilkan banyak notifikasi. Yang paling dominan adalah Zuri dan Aksa.
May lebih memilih untuk mengabaikannya dan berjalan menuju meja rias. Terlintas di pikirannya untuk memakai masker wajah. Wajahnya terlalu lelah untuk menangis. Ia tak mau mengingat kedok busuk Aksa dan Zuri lagi.
Tetapi, di dalam hatinya masih tersemat nama Aksa di sana. Sangat sulit untuk menghapusnya. Bagai tulisan bopoin dihapus menggunakan penghapus pensil. Mustahil untuk dihapus.
Akhirnya, May memutuskan untuk membalas chat dari Aksa. Ia juga rindu dengan situasi ini. Di mana setiap malam ia mengucapkan selamat tidur pada Aksa. Dan juga selamat pagi.
[May, maaf]
“Iya.”
May tak kunjung menutup teleponnya ketika Aksa sudah meminta maaf padanya. Iya, mereka sedang video call. Entah mengapa May mengangkatnya. Awalnya, Aksa sedikit terkejut dengan muka May. Hampir saja masker May retak hanya karena mengingat wajah kaget Aksa tadi.
[Aku bodoh ya]
Rasa iba menyeruak dalam diri May. Ia melihat Aksa sedang mengerjakan tugasnya bersanding dengan dirinya yang tampil di layar ponsel Aksa.
“Emang kamu tadi kemana aja? Kok baru nugas?” tanya May.[Mm ... aku sib---]
“Jujur,” sela May sambil memelototkan matanya.
[Iya, main sama Zuri]
“Main?!” pekik May. Pikiran nakalnya sudah berkeliaran kemana-mana. Tak mungkin jika Aksa melakukan hal itu tetapi, bisa saja.
[Bukan, jalan]
May manggut-manggut mendengar penjelasan Aksa. Awalnya ia terkejut dengan nama Zuri yang disebut Aksa. Tetapi, ia segera teringat jika sekarang Aksa mempunyai dua perempuan yang menyandang status sama, yaitu pacar Aksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MaSa : DÉJÀ VU [END]
Genç KurguKita berada di masa yang sama. Kita berada di belahan dunia yang sama pula. Kita juga berada di alam yang sama. Tetapi, engkau sangat sulit untuk menampakkan wajah di depanku? Apakah perlu aku mencarimu? Atau aku hanya perlu menunggumu? Kita hanya p...