How's the life? After have married.

2.4K 368 13
                                    

Siapa yang menduga teman terdekatmu malah akan menjadi orang paling menyebalkan yang akan menyentuh titik sensitifmu saat ini?

Aku sedang duduk di ruang kerjaku sembari menghirup secangkir kopi yang mulai mendingin dan terasa semakin pahit sambil menahan geraman tertahanku karena merasakan tatapan geli dari seseorang sejak tadi.

"Jadi, bagaimana rasanya menikah?" akhirnya ia bertanya juga. Aku sudah menghitung setidaknya sudah 15 menit sejak ia memasuki ruangan tanpa bertanya apa-apa tentang pernikahanku. Aku heran apa yang sudah menahannya sejak tadi mengingat ia bukan orang yang bisa menahan diri untuk tak memberikan komentar dari mulut manisnya yang menipu itu.

"Jika kau benar-benar penasaran," kataku lalu meletakkan cangkir kembali ke atas meja. "Ada baiknya kau cepat menikah," sindiranku membuatnya terbahak. Ia adalah orang paling menjengkelkan yang terpaksa aku kenal sejak kecil. Sepedas dan sekasar apapun kalimat yang aku ucapkan hanya akan berakhir seperti angin lalu di telinganya. Tak ada efek apapun selain sebuah senyuman yang kadar menjengkelkannya melebihi perkataannya sendiri.

"Oh tidak. Aku lebih baik beruban pada umur segini dibanding harus menikah." Dia bergidik ngeri.

"Kalau-kalau kau belum sadar," kataku dengan seringaian. "Kau sudah cukup tua, man. Pesonamu tak akan bertahan lebih lama lagi." Ia melebarkan matanya, memasang raut berlebihan yang sungguh sangat membuat kepalan tanganku gatal untuk menghajar.

"Lihatlah si pria menikah ini! Aku tak akan membiarkanmu membujukku untuk mengikuti jejakmu, brother," protesnya terlalu histeris. Jika ada pria yang bisa histeris, maka pria di hadapanku ini adalah salah satunya. Ia adalah tukang senyum tanpa alasan. Terkadang juga menjadi tukang histeris tanpa alasan.

Mataku menyipit. "Sai, aku ingin kau cepat menikah agar kau memiliki istri yang bisa kau goda. Jangan berani-berani menggoda istriku lagi!" Kekesalanku ini beralasan. Kemarin saat hari pernikahanku dan Sakura, Sai dengan beraninya mengajak istriku berdansa last waltz. Dansa terakhir yang seharusnya menjadi milikku. Dan setelah dansa berakhir, ia mengecup punggung jari Sakura dan membuat istriku itu tersipu. Tersipu! Ya Tuhan, Sakura bahkan tak pernah tersipu saat berada di dekatku kecuali saat aku mencium bibirnya. Dan Sai hanya perlu tersenyum serta mengecup punggung jari tangannya untuk melihat rona cantik itu.

"Kau tahu aku tak bisa menahannya," jawabnya enteng. "Aku akan berhati-hati lain kali." Ia menampakkan senyuman miringnya dan membuatku menggerutu menahan kesal. Dalam minggu ini aku tak bisa menahan diri untuk memuji diriku sendiri yang ternyata lebih sabar dari apa yang aku kira sebelumnya.

"Kau seharusnya mulai berpikir cerdas dan dapat menyimpulkan bahwa tak ada lain kali dalam hal seperti itu, Sai," peringatku tajam.

Ia mengangkat dua tangannya. "Baiklah, baiklah. Tak perlu semarah itu, Sasuke," katanya menyerah. Tapi senyuman masih terlihat di sudut-sudut bibirnya. "Omong-omong, kalian tak berbulan madu atau setidaknya mengambil cuti?" tanyanya penasaran.

Aku menggeleng dan menghela napas. "Itu harus ditunda." Suaraku terdengar penuh keluhan, membuat senyumannya semakin lebar. "Sakura sedang di tahun terakhir kuliahnya."

Ia mendengus. "Sangat pengertian, Sasuke. Sangat pengertian," ejeknya. "Tapi kulihat bukan itu yang kau harapkan?" Nada menggoda dalam suaranya membuatku jengah dan tak nyaman. "Apa kalian bahkan sudah make out?"

"Sai."

"Ah membosankan sekali," keluhnya seraya mengambil tempat duduk di sofa tengah ruangan. "Kau jadi lamban begini hanya karena ia Sakura."

"Justru karena ia Sakura." Aku tak bisa menahan diri untuk tak mengerang. "Justru karena ia Sakura, Sai," ulangku. Kini ia kembali menyeringai. "Case closed. Selesai soal pernikahanku," ujarku serius, memberikan penekanan pada suaraku agar ia tak membantah, dan berhasil. Raut wajahnya berubah serius dan aku mengambil tempat duduk di hadapannya seraya mengambil sebuah berkas yang ia sodorkan. "Ide baru?"

Just Married (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang