33. Pamit

54 12 5
                                    

Pamitku bukan untuk meninggalkanmu karena aku akan tetap bersamamu dalam bayangku. Aku akan membawamu ke sana dan kau pula akan membawaku ke sini dan yang akan kudapat adalah keikhlasan hati dengan menerima kenyataan.

•••

Akmal Naim Khairullah
~Karya Rasa~

🌷🌷🌷

Jari Akmal mengetikkan sesuatu untuk dikirim di grup yang bernama the boys yang beranggotakan dirinya, Guntoro, dan Ferdi.

Akmal: Assalamu'alaikum, besok kita bisa ketemu?

Beberapa menit ia menunggu balasan, tetapi belum ada yang merespon pesannya. Akmal berniat mematikan data seluler di handphonenya dan membiarkan dua sahabatnya itu pasti akan meramaikan grup.

Belum juga Akmal mematikan data, handphonenya sudah bergetar tanpa henti.

Akmal menarik napas kasar karena ia sudah tau apa yang akan terjadi di grup.

Ferdi: Waalaikumsalam Bro

Ferdi: Tumben mau ketemu

Ferdi: Rindu ya sama gua?

Ferdi: Jangan rindu

Ferdi: Berat

Ferdi: Kamu gak akan kuat

Ferdi: Biar Bro Gun aja😂

Tulis Ferdi berderet

Akmal: Dateng aja ya pokoknya, besok gua sharelock tempatnya

Ferdi: Oke👌

Balas Ferdi yang memang paling sering siap siaga di depan layar handphonenya.

Kali ini Akmal benar-benar mematikan data selulernya. Ia berjalan menuju meja belajar dan mengambil buku dan pena.

Kini jemari Akmal menari-narikan pena di atas kertas. Beberapa kali kertas itu ia sobek karena tulisannya kurang pas. Hingga akhirnya di kertas yang kelima ia berhasil merangkaikan kata di kertas itu.

Akmal tersenyum puas, ia melipat kertas dengan rapi dan memasukkannya di dalam amplop berwarna putih.

Ketika tinggal hitungan hari ia harus pergi meninggalkan Indonesia, ia sedih. Ia khawatir dengan mamanya, bagaimana perasaan mamanya jika harus ditinggal sendiri dan kembali kesepian. Ia takut mamanya kembali bersedih. Namun, ia pun ingat kalau mamanya sudah memiliki hubungan yang serius dengan papa Haura.

"Oke, gak ada yang perlu dikhawatirin." Ucap Akmal.

Namun, kini ia malah teringat sosok Haura yang terakhir kali ia temui di taman dan mendapat hadiah tamparan dari Haura. Akmal memegang pipi bekas tamparan Haura. Masih terbayang rasa sakit itu, namun jika mengingat kondisi Haura saat ini dan ia belum menengok Haura samasekali, ia merasa sangat bersalah apalagi jika sampai bertahun-tahun ia tak bisa bertemu Haura nantinya.

***

Akmal sudah duduk di kursi pojok dekat dinding kaca bening sebuah cafe. Cafe yang juga pernah ia datangi bersama Haura saat membicarakan soal rohis waktu itu. Sosok Haura yang semakin membuat ia kagum karena kebaikannya terhadap seorang anak pemulung yang ia traktir makan.

Akmal menatap tempat mereka berdua duduk waktu itu, tempatnya tepat di depannya.

"Assalamu'alaikum..." Salam Ferdi dengan begitu semangat. Ia sengaja mengagetkan Akmal yang terlihat sedang melamun.

 Karya Rasa (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang