15. Khawatir

1K 198 14
                                    

Dari menjelang siang sampai sore, Reira dan Januar asik mengelilingi kota Malang. Bahkan mereka berdua sempat bolak-balik dari ketiga mall yang berbeda untuk menghabiskan rasa bosan. Bagi Reira, ia dan Januar terasa sangat cocok. Padahal ini adalah kali kedua mereka bertemu.

Januar banyak sekali bercerita tentang banyak hal—membuat Reira menjadi sedikit banyak tahu tentang hal-hal mengenai Daniar yang sebelumnya tidak ia ketahui.

"Kak, mau es krim atau chatime?"

"Kenapa tanya?"

"Aku belikan."

"Kamu punya uang?"

Januar menatap Reira dengan pandangan kesal yang langsung dibalas dengan kekehan pelan. Adik pacarnya ini ternyata lucu juga jika ia goda sampai merajuk seperti itu.

Bahkan Reira ingin sekali mencubit gemas kedua pipi milik Januar sampai pemuda itu menangis—tapi sepertinya tidak mungkin ia lakukan karena Januar akan mengamuk dengannya.

"Punya lah! Kalau Nuar gak punya uang, ngapain Nuar ngajak Kakak beli?"

Reira tertawa melihat ekspresi kesal yang Januar tunjukan. "Iya iyaaa... Kakak cuma bercanda."

Gadis itu pun memilih untuk menuruti ajakan yang lebih muda untuk ke salah satu stan es krim pilihannya. Mereka berdua menghabiskan waktu sampai sore hari. Setelah kembali ke apartemen Daniar, ternyata si pemilik apartemen belum pulang sama sekali dari kampus.

"Kak Daniar ada ngechat kakak gak?" Tanya Januar setelah ia kembali dari kamar mandi.

Reira yang tadinya sibuk menata makan malam untuk Daniar yang mereka beli saat pulang tadi menggeleng pelan. Daniar memang sama sekali tidak meninggalkan pesan untuknya. Padahal sejak tadi siang dia sudah mengirimkan pesan untuk lelaki itu untuk mengirimkannya pesan kalau sudah sampai rumah.

Hanya ada Januar yang ada di apartemen, tapi tidak lama pemuda itu harus segera pulang karena ada urusan mendadak.

"Beneran gapapa aku tinggal sendirian?" Tanya Januar memastikan sekali lagi.

"Iya... Gapapa kok. Hati-hati ya pulangnya, kalau sampai rumah langsung chat kakak."

"Siap calon Kakak Ipar." Januar mengacungkan jempolnya sebelum ia benar-benar pergi keluar dari apartemen.

Helaan napas keluar dari bibir gadis itu. Entahlah... Tiba-tiba dia merasa khawatir karena Daniar tidak bisa ia hubungi. Ponsel milik Daniar mati, dan itu menambah rasa khawatir Reira bertambah.

Tiba-tiba saja ponsel yang ada di dalam genggaman Reira berdering. Gadis itu sudah terlampau semangat karena mengira Daniar yang menghubunginya.

Namun harapannya langsung pupus setelah melihat nama sepupunya lah yang tertera di layar ponselnya.

"Halo... Kenapa Juan?"

"Kamu di mana? Aku datangin ke apartemen kok gak ada, sudah malam loh ini... Besok apa gak kuliah?"

Reira menggigit bibir dalamnya tanpa sadar. Gadis itu bergerak gusar, tiba-tiba saja dia bingung hendak menjawab apa.

"Rei..." Juan memanggilnya khawatir. "Kamu di apartemen Kak Daniar? Aku jemput ya?"

"Juan..."

"Share loc cepat, sebentar lagi aku menyusul naik mobil."

Setelah itu panggilan dimatikan sepihak oleh Juan.

Mau bagaimana lagi, terpaksa Reira menuruti ucapan dari sepupunya itu untuk segera memberitahukan lokasi apartemen Daniar.

Untuk memastikan sekali lagi, Reira mencoba menghubungi Daniar. Siapa tahu lelaki itu bisa dihubungi.

RENJANA | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang