Permen Karet

18 3 0
                                    

Udara pagi masih terasa dingin, berkat hujan tadi malam yang mengguyur lumayan lama. Angin semilir menghembus membawa embun yang menetes dari daun pohon beringin pinggir jalan. Jaket tebal sudah menjadi outfit wajib yang dipakai para murid saat berangkat sekolah. Tak mengherankan mengingat sekolah tempat gue belajar emang berada di dataran tinggi, sehingga udara dingin sudah menjadi sarapan wajib kami setiap pagi.

Disaat yang lain mengeluh dengan udara dingin yang setiap habis hujan dinginnya kebangetan, berbeda dengan gue yang keringatan karena kepanasan.

"Vir! Buruan bel sekolah udah mau bunyi" Teriak Udin, teman sebangku gue yang lewat tepat disamping gue dengan motor matic nya. Sampai sekarang gue masih heran itu motor kok kuat banget ya, bawa Udin yang badannya gendut dan besar, ditambah jalanan yang menanjak membuat kita harus menancap gas motor dalam - dalam untuk bisa cepat sampai di puncak bukit, tempat sekolah kami berada. Apalagi itu motor gak pernah turun mesin sejak pertama kali ia pakai dibangku SMP, jelas Udin beberapa hari yang lalu.

"Woy Udin, bantuin gue!"

"Ogah, nanti gue telat" Balas Udin yang suaranya semakin jauh meninggalkan gue. Abang - abang Gocek juga menyusul tak mau kalah ngebut demi mengantar penumpangnya yaitu murid sekolah gue yang cerewet mengeluh karena takut telat.

Keringat meluncur melewati dahi gue yang terus mengerut karena panik takut terlambat masuk sekolah. Jaket tebal yang selalu gue pakai, saat ini hanya menjadi handuk untuk gue menyeka keringat.

"Ahh kenapa gue harus daftar di SMA ini sih!" Keluh gue kesal karena lelah terus mendorong motor dari kaki bukit sampai ke puncak, belum lagi jalan yang menanjak membuat gue sulit untuk mendorong motor dengan cepat.

Sekitar sepuluh menit waktu yang diperlukan untuk gue bisa sampai ke sekolah. Pak satpam sudah berdiri tegap menunggu gue, tepat di depan gerbang yang sudah tertutup yang artinya gue telat masuk sekolah. Kumisnya tebal bercampur warna putih karena uban.

"Hei cepetan, upacara sudah mau mulai!" Teriak Pak satpam sambil bertolak pinggang menunggu gue. Matanya menyipit menandakan ia marah karena keterlambatan gue. Biasanya gue gak pernah telat masuk sekolah, motor gue juga baru kali ini mogok, yah walau gue sudah menduga hal seperti ini akan terjadi suatu hari nanti.

"Kenapa kamu telat?" Tanya Pak Supri, nama si Pak Satpam tepat setibanya gue di gerbang sekolah.

"Hah hah hah, bentar dulu pak, kha-kasih nafas dulu!" Gue benar - benar KO, tak sanggup untuk mengatakan alasan, jangankan untuk berbicara, untuk bernafas saja sulit. Gue ambil botol mineral dari tas dan minum beberapa cegukan untuk meredakan dehidrasi akibat cairan tubuh gue yang terkuras oleh keringat.

"Motor saya mogok pak dari perempatan bawah sana" Jelas gue menceritakan secara detail alasan keterlambatan gue. Pak Supri hanya mengangguk - angguk menanggapi cerita gue.

"Yaudah cepat parkir motor kamu terus ikut upacara sana!" Suruh Pak Supri sambil membukakan gerbang untuk gue lewat. Yaa alasan kami terburu - buru masuk sekolah itu karena ada upacara bendera, hal rutin yang wajib diikuti siswa setiap Senin pagi.

Upacara sudah dimulai, selesai gue memarkirkan motor, gue menitipkan tas gue di pos satpam kemudian langsung berlari memasuki barisan untuk mengikuti upacara.

"Baru sampe lo Vir?" Tanya Rafi yang berdiri tepat di depan gue. "Iya Jak, motor gue mogok, mana gue harus dorong motor dari perempatan lagih."

"Kasian amat lo, lagian motor butut gitu masih dipakek," Ejek Rafi sambil tertawa.

"Hei jangan berisik!" Tegur guru yang mengawasi kami dari belakang. Upacara pagi ini sedikit berbeda karena yang akan memberikan pidato upacara adalah Bapak Walikota sekaligus meresmikan gedung perpustakaan sekolah yang baru selesai dibangun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sound Of Heart (Curse)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang