(1) In The Rain

22 3 0
                                    

Suara gelumat air mendidih dan pisau yang tengah memotong sayur di atas talenan terdengar di saat pagi tiba. Suara itu berasal dari dapur rumah kecil yang sederhana namun indah.

Di dapur itu tampak seorang gadis imut yang terlihat cantik, memiliki tinggi badan berkisar seratus lima puluh delapan cm, dan berkulit sawo matang tengah memasak, rambut yang disanggul menambah kesan cantik pada dirinya. Gadis imut itu bernama Hafa Talia Ghaitsanah, kerap disapa Hafa, gadis pecinta hujan dan hobi memasak ini berumur dua puluh empat tahun. Ia mencintai hujan sebagaimana namanya, yang berarti awan yang menurunkan hujan lembut dari syurga.

Setelah semua masakannya selesai kini, Hafa beranjak dari dapur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Di rumah ini, Hafa tinggal sendiri karena kedua orang tuanya berada di kota tempat ia berasal yaitu Surabaya, sedangkan kini ia kuliah di Jakarta. Rumahnya terletak ditengah kota Jakarta yang padat.

Suara pintu kamar mandi terbuka, Hafa menggosok rambutnya yang basah dengan sehelai handuk. Hafa melihat foto yang tertempel di lemari es miliknya, terpampang jelas sebuah tempat memiliki air mancur yang dikelilingi taman serta pepohonan rindang. "Tunggu aku," ucapnya sambil tersenyum.

"Paparara syarara taptararara." Lantunan itu terdengar dari bibir Hafa yang kini tengah mengayuh sepeda dengan earphone di telinganya. Mengayuh sepeda menuju kampus adalah rutinitasnya, selain irit kampusnya juga tak terlalu jauh dari kontrakannya.

"Alhamdulillah nyampek," ucapnya setelah memarkirkan sepeda.

Tak lama setelah itu pagi yang semula cerah, menjadi sedikit mendung, tetesan hujan yang sering disebut gerimis telah menyentuh bumi, gadis pecinta hujan ini tetap berjalan santai sampai koridor.

Hafa memilih duduk di bangku koridor sambil melihat gerimis yang telah menjadi hujan sangat menyenangkan, daripada duduk termenung di dalam kelas, karena sks satu masih dimulai lima belas menit lagi.

Hujan...
Hari ini kau datang kembali
Matahari yang semula bersinar terang tampak mengalah padamu
Kau adalah sesuatu yang bisa ku nikmati dengan indah
Aku bahagia dan menangis bersamamu
Meski kau tak dapat berbicara, namun
Kau adalah tempat bersandar terbaikku.

"Heh! Gila ya lo?" Hafa terkejut mendengar teriakan seorang cowok di sampingnya.

"Sejak kapan lo di sini?"

"Gak peduli sejak kapan, ini hujan lo malah di sini, lihat baju lo basah semua."

"Biarin!"

Afif Ahwal Wijaya, cowok ini memiliki umur yang sama dengan Hafa, tampan, berkulit putih, bertubuh tinggi. Afif nama panggilannya, dia adalah sahabat Hafa, meskipun mereka bersahabat tetapi Afif cowok paling menjengkelkan bagi Hafa. Afif adalah orang yang selalu bahagia, dan periang, itu membuat Hafa betah bercerita kepadanya.

"Udah ayok!" ucap Afif memaksa sambil menarik tangan Hafa.

"Haiiis jinjja"

"Kagak usah ninja-ninjaan, kebanyakan nonton drama sih lo."

"Yang bilang ninja siapa sih?"

"Lu!" Hafa membuang muka sebal dan pasrah mengikuti kemana Afif membawanya.

-----

Siapa bilang mengayuh sepeda adalah hal yang sangat melelahkan? Hafa, gadis ini berpendapat lain, menurutnya mengayuh sepeda tiap hari sangat menyenangkan dan membuat tubuhnya juga terlihat sehat.

Hafa memberhentikan sepedanya di tempat beberapa orang berlatih menari, ya Hafa kini ia berada di sanggar tari. Menari juga termasuk rutinitasnya. Salah satu tarian yang ia gemari adalah gending jawa. Dari tarian inilah Hafa mendapat beberapa penghargaan dan sedikit penghasilan.

CERITA PENDEK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang