°
°
°"Kita masih bisa kirim pesan atau telfonan kan?" kata Langit menyerahkan koper biru tua penuh stiker kepada pemiliknya.
"Bisa."
"Setiap saat?"
"Iya, Kala."
Langit makin-makin dibuat gundah-galau-merana. Tak membiarkan kesempatan terlewat kaki Langit mengikis jarak semakin dekat, kepalanya pula dibuat tertunduk sedikit agar memudahkan leluasa menatap sepuasnya.
Bahkan-bahkan Langit jadi ingin menyetel lagu berjudul Hari Bersamanya milik Sheila on 7 untuk menumbuhkan suasana kian dramatis di hari terakhir bersama. Apa perlu Langit menuju bagian ruang informasi meminta memutar lagu tersebut. Masa bodoh pada sistem PA yang mengedarkan informasi di setiap peron mengejutkan para penumpang kereta.
"Jaga diri di sana, jangan sampai terlalu cape kalau kerja."
"Jaga diri juga di sini."
Siapa yang mampu melepas ketika nyaman menghendaki hati. Langit sulit melepas bersitatap kepada sang puan, rasa-rasanya ia pastikan bila—yang namanya kata—rindu akan bersemayam atas apa mereka lakukan bersama-sama selama satu minggu.
"Gue akan balik ke sana kalau ada waktu," tutur Langit seyakin mungkin sambil memajukan tubuh lebih dekat. Tiada peduli berada di mana, baginya tidak hanya bandara, stasiun juga tempat melepas kepergian dan menunggu kedatangan rindu.
"Bagaimana kalau kita ubah?"
"Ubah apa?"
"Status kita, jadi lebih serius."
"Maksudnya?"
°
°
°Welcome to the storyline of someone who heals old wounds.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Satu Minggu Jakarta
Teen FictionRomansa metropolitan// Langit tidak selalu menampakan cerahnya, terkadang langit memunculkan awan mendung menemani manusia penuh harap. Seperti Langit Sangkala, ia menunjukan kalau laki-laki tidak selalu kuat, sebagai laki-laki juga bisa rapuh, juga...