Semua orang pasti memiliki masalah. Bedanya cuman berbeda keadaan dan dengan porsi masing-masing.
- Thafana Ailinindya Athala
______Maaf kalo banyak typo bertebaran. Harap dimaklumi:)
Happy Reading:)
___________
"Aduh, Mereka berdua kok bisa ada di depan rumah?" Monolog Faris yang baru saja pulang kerja dari sebuah bengkel, saat melihat dua Debt colector mengintai rumahnya.
"Bang Batra sama Bang Yangra pasti mau nagih hutangnya Papa." Gumamnya, bersembunyi di balik pohon besar.
"Kalau gue sembunyi di sini terus, pasti mereka berdua akan jadikan Mama, Papa sama Helsi sasaran." Argumennya, "gue temuin mereka aja deh buat jadi alih perhatian mereka." Lanjutnya.
Perlahan namun pasti ia melangkahkan kakinya menuju ke tempat dua orang tersebut berdiri saat ini. "Bang?!" Panggilnya.
"Ininih, yang dari tadi dicari baru nongol." Gumam salah satu Debt colector berbadan besar menambah kegarangan di wajahnya. "Mana bapak lo? Daritadi kami nunggu disini, ia belum keluar-keluar juga?" Lanjutnya menarik lengan Faris.
"Papa gak ada di rumah Bang. Mama sama Helsi juga gak ada," jawabnya.
"Berani kau nipu kami?!" Ujar Debt kolektor yang satunya lagi. Memiliki badan yang sedikit kurus dengan kepala botak serta celana robek yang dipakainya, dikenal dengan nama Yangra.
"Nggak Bang! Saya gak bohong."
Sebenarnya jika ingin melawan, sudah lama Faris ingin melakukannya. Sebab, Ia adalah juara karate di kampung serta di sekolahnya. Namun, sebab ini salah papanya yang meminjam uang di salah-satu juragan terkaya di kampungnya ini memaksa ia tidak bisa berbuat apa-apa. Toh, mereka juga hanya menjalankan tugas dari juragannya.
"Oke, kalo begitu kamu yang bakal jadi sandera kami, sampai orangtua kamu datang." Ujar Yangra mengunci pergerakan Faris.
"Tapi bang-"
"Gak ada tapi-tapian! Siapa suruh Bapak kamu meminjam dan tidak mau bayar," Gertak Bang Batra.
"Kami bukannya gak mau bayar bang. Cuman kami belum punya uang, kalau kami sudah punya uang, pasti kami bayar kok. Siapa suruh juga bunga pinjamannya banyak banget, kami cuman minjem 2 juta kok jadi 5 juta?"
"Itu karena kalian nunggak terus. Bilangnya besok-besok, tapi gak di bayar-bayar." Geram Bang Yangra.
Karena tidak mau menjadi sandera, Faris dengan sigap menginjak kaki Bang Yangra lalu kabur. Alhasil, Bang Yangra meringis kesakitan memegangi kakinya.
"Sial, anaknya kabur." Geram Bang Batra. "Lo gimana sih? Udah tau Faris itu jago karate tingkat kampung dan sekolahnya, masih aja megangin dia loyo, kayak megang sayuran," dengus Batra.
"Ya maaf bang. Kaki gue di injek tadi." Tampik Bang Yangra.
"Makanya banyakin makan! Jadi orang lempeng banget. Sama anak kecil aja, kalah."
"Marahnya nanti aja bang! Tuh Faris udah jauh,"
"Yaudah kejar! Argghh, punya anak buah kok loyo banget."
"Huufft, salah lagi-salah lagi. Nasib,nasib," eluh Yangra.
Mereka dengan sigap mengejar Faris yang larinya sudah terlampau jauh.
Sedangkan dipihak lain, Thafa yang baru saja pulang dari joging sorenya, tak sengaja melewati rumah yang memiliki anjing galak. Anjing tersebut terlepas, karena pagar rumah tidak tertutup rapat. Alhasil, anjing tersebut mengejar Thafa yang sudah lari terbirit-birit.
"Awww!!" Gumam Faris dan Thafa saat mereka bertabrakan dengan posisi berhadapan. Yang satunya dikejar Debt kolektor, yang satunya dikejar anjing.
"Lo?" Ujar keduanya bersamaan.
"Lo ada dimana-mana yah? Gak di sekolah, disini, selalu aja-" ucapannya terpotong karena Faris menyumpal mulutnya dengan tangan.
Faris kemudian menarik Thafa untuk bersembunyi di balik tong sampah besar, karena dari kejauhan Ia melihat Bang Batra dan Bang Yangra.
"Mmp-" Thafa ingin berbicara namun Faris masih menyumpal mulutnya, sesekali ia mengamati kedua debt kolektor yang semakin mendekat.
"Lo jangan berisik!" Titahnya.
"Cepat juga larinya tuh anak, hosh hosh." Bang Batra ngos-ngosan tepat disebelah tong sampah tersebut.
"Mmmpp mFarism-"
"Suara apaan tuh?" Bang Yangra menengok kearah samping. Mengendap-endap, karena sepertinya Ia sudah curiga.
Guk Guk 🐕
"Yangra, yok lari! Ada anjing lepas tuh!" Pekik bang Batra menepuk bahu Yangra.
"Mana?"
Alhasil, keduanya lari terbirit-birit dan tunggang-langgang berusaha menghindari amukan anjing galak tersebut.
Faris tertawa melihat mereka. Karena merasa sudah aman, Ia segera melepas tangannya dari mulut Thafa.
"Lo mau bikin gue mati?" Gerutu Thafa.
"Gue gak bisa nafas tau nggak, lo mau tanggung jawab kalau gue mati gara-gara mulut gue lo sumpal pake tangan lo? Lo nggak mikir ap-"
Cup
Faris mencium pipi Thafa, agar gadis itu diam. Dan benar saja, gadis itu langsung mematung.
"Udah, gak usah ngoceh. Dan, Makasih karena udah ngirim anjing galak kemari." Gumamnya, lalu berdiri.
"Faris!! Lo sudah ngambil First Kiss gue." Dengus Thafa memukul lengan Faris.
"Hahaha, First Kiss itu di bibir kali. Kalo di pipi mah, dari bayi lo juga udah dapat dari orangtua lo."
Bahkan untuk pelukan mereka aja, gue gak pernah rasakan. Apalagi ciuman di pipi. -Batinnya.
•••
"Oh, jadi yang tadi itu debt colector?" Tanya Thafa.
Mereka kini sudah duduk di taman tak jauh dari tempat mereka bersembunyi tadi.
"Iya."
"Kok bisa mereka ngejar lo? Emang hutang bokap lo berapa?"
"Awalnya sih cuma 2 juta. Lama kelamaan, bunganya nambah terus jadi 5 juta."
"Emang bokap lo minjam uang sebanyak itu buat apa?"
"Sepupu gue yang namanya Helsi itu dulu pernah masuk rumah sakit. Helsi terkena Tipes, dan kebetulan waktu itu kami gak punya uang buat bayar rumah sakit, karena bokap gue juga waktu itu belum dapat kerja. Jadinya, Bokap gue minjem deh sama juragan yang terkenal dekat rumah gue."
"Oh gitu ya. Orangtuanya Helsi, kemana?"
"Gak tau kemana. Dari awal, mereka cuman nitip Helsi. Katanya mau kerja di luar negeri. Tapi sampai sekarang, mereka gak pernah pulang."
"Gue turut prihatin sama masalah keluarga lo." Gumamnya, "lo dari mana? Sampai-sampai muka cemong penuh oli gitu?" Tanyanya.
"Gue kan kerja di bengkel. Lumayanlah, buat bantuin bokap ngembaliin hutang dan agar gue juga gak terlalu bergantung sama orang tua."
"Gue salut deh sama lo. Walaupun kadang-kadang lo ngeselin, tapi lo juga berjiwa mandiri."
"Wajarlah Thafa, hidup sederhana seperti gue, Bokap cuman karyawan biasa, pastinya gak cukup buat kehidupan sehari-hari. Maka dari itu sebagai anak, gue harus meringankan beban orang tua."
Mata Thafa berbinar mendengar penuturan Faris.
"Eh, sorry yah! Gue malah cerita masalah keluarga gue ke elo."
"Gapapa kok. It's oky," Thafa tersenyum manis.
TBC
Jangan lupa tinggalin jejak!
Vote, comment, share juga:)Follow Ig aku: @reskyanandaaa, nanti aku folback:)
Rabu, 02 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma ✓
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Jika orangtuaku tidak menginginkanku dan kamu ternyata bukan milikku, lantas atas tujuan apa kakiku berpijak di bumi? Karena sepertinya, langitlah yang lebih menginginkanku dan tanahlah yang akan tulus mendekapku. ~ Startin...