Beat 53 : A Journey Ends

22 1 0
                                    

Seorang bocah lelaki merangsek masuk ke gudang bawah tanah istana lama. Berbekal senter dan suara seorang kawan dalam gelang komunikasi di pergelangan tangan, ia membongkar sebuah peti besar. Mulutnya menganga saat melihat isinya.

"Wwoooaaa ... !! Ini ... luar biasa!!"

"Kalau ketahuan Yang Mulia, beliau pasti sangat marah. Cepat keluar dari situ, Covar!"

"Marah apanya? Ayah justru menantangku supaya bisa menemukan benda ini." Hendak meraih senjata yang terbengkalai dan rusak berat itu, nyala matanya tiba-tiba bersinar. "Tidak, ini terlalu mudah. Pasti ada sesuatu."

"Ada dua orang menuju ke arahmu. Cepat sembunyi!"

"Katakan padaku, siapa yang terlihat di layar hologrammu, apakah ayahku?"

"Sebentar ... ehm, benar sekali! Itu ayahmu."

"Gawat!"

Dua pria itu masuk ke ruang bawah tanah, mereka adalah Dante dan Ardeth. Keduanya tampak akrab membicarakan sesuatu. Sebuah rencana. Rencana yang hebat, dan merupakan tugas telinga Covar untuk mencuri dengar, dan suara penutup peti dibuka meyakinkan dirinya bahwa sang ayah sedang memperlihatkan potongan-potongan senjata itu pada raja Hinnan.

"Clementine bisa memperbaiki Dual Exchanger, lalu kita bisa menggunakannya untuk menghancurkan dinding halusinasi di luar perbatasan." Dante membuka percakapan.

"Mengapa butuh Clementine jika kau bisa melakukannya, bahkan lebih baik?"

"Entahlah, tapi pria itu punya keahlian khusus yang tidak kumiliki. Performa Dual sungguh maksimal berkat racikan tangannya dan yang membuatku senang, semua itu dianggapnya biasa saja. Tak terlintas dalam benaknya untuk menggunakan Dual demi kepentingannya, padahal dia tahu persis bahwa Dual adalah senjata pemusnah." jelas Dante panjang lebar.

"Baiklah, jika memang dia dapat dipercaya, tapi berapa lama? Kita butuh Dual secepatnya."

"Sebenarnya, dinding itu bisa menunggu. Yang kucemaskan bukan itu."

"Perang?"

Dante menarik napas panjang. "Kuusahakan tidak terjadi sebab aku sungguh benci jika harus mulai dari awal lagi. Siapapun yang membangun dinding halusinasi pastilah bukan orang biasa. Sebisa mungkin menghindari akibat buruk yang tidak perlu. Ingatlah bahwa bersatunya Eyn dan Hinnan bukan untuk menunjukkan kekuatan."

"Tapi, bagaimana jika yang kita cemaskan terjadi? Kau akan diam saja?" Pertanyaan Ardeth ada benarnya, hingga sesaat membuat Raja Eyn di hadapannya itu memutar otak.

Dante tahu, Ardeth akan mengerahkan segala kekuatan yang dia punya, namun justru itu yang akan memperparah keadaan jika tidak diperhitungkan dengan seksama. Rakyat akan kembali menjadi korban!

Eyn telah memiliki istana bawah tanah yang masih tertutup rapi, siap dihuni kapanpun, tetapi Hinnan? Hingga kini Dante belum bisa mempercayai keseluruhan rakyat kerajaan di bawah kekuasaan Ardeth itu. Rata-rata rakyat Hinnan paling pandai bersilat lidah dan bermuka dua di depan rajanya, sifat serigala berbulu domba yang mustahil dilupakan begitu saja.

"Tentu kita harus bertindak. Namun, ada baiknya membicarakan itu sambil makan siang. Lagipula, aku takut, dinding-dinding ini punya telinga. Rencana rahasia akan sia-sia."

Ardeth menurut. Sama sekali tidak menyadari apa yang sudah diketahui Dante. Sesosok bocah lelaki yang sejak tadi mencuri dengar.

Bagaimanapun Dante hanya berusaha melindungi putranya dan sebelum meninggalkan ruangan, ia menengok ke belakang seraya berkata. "Jangan sampai ketinggalan, Eyn Mayra tak suka kursi di meja makan ada yang kosong."

Carlo Dante : A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang