Awal dan Akhir

8 1 0
                                    

"Jadi bagaimana? Apa mau mu sekarang?" Wajah itu tak menampakkan ekspresi apa-apa. Hanya wajah datar yang bagaikan sudah tak ada lagi hasrat untuk mejawab pertanyaan yang di lontarkan oleh laki-laki yang hampir satu jam sudah duduk di depannya.

Wanita itu hanya diam seribu bahasa. Bagaikan ia sudah tak benyawa, tanda-tanda kehidupan yang terlihat darinya hanya matanya yang masih terbuka lebar dan pundak yang naik turun menandakan ia masih bernafas.

Laki-laki itu masih menatap bingung wanita di depannya. Seribu tanya masih berputar-putar di benaknya. Apa yang akan keluar dari mulut wanita di depannya itu? Apa ia hanya akan terus diam seribu bahasa? Lalu, apa yang akan ia lakukan selanjutnya? Laki-laki itu masih terus berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih belum terjawabkan.

Laki-laki berambut hitam pendek itu menghela nafas panjang, bagaikan ia sudah sangat lelah dengan permainan wanita di depannya ini. Setiap mempunyai masalah ataupun emosi yang tak terbendung, ia hanya akan diam beribu bahasa, dan membuat yang berada di depannya bagaikan hantu yang transparan.

"Hei, aku masih disini loh, apa kamu ga ngeliat aku?" tanya lagi laki-laki itu sambil melambaikan tangannya di depan muka wanita itu. Cara itu ternyata ampuh membuat wanita itu menatap tajam si laki-laki yang menurutnya sedang mempermainkannya. "Aku tanya sekali lagi, jadi, mau kamu apa? Aku ga bisa nebak mau kamu apa. Aku bukan dukun loh."

Entah kenapa, perkataan yang keluar dari mulut si laki-laki yang sudah menjadi pacarnya selama 4 tahun itu membuat emosi si wanita lagi-lagi tersulut. Wanita itu lagi-lagi mempertajam tatapannya kepada laki-laki di depannya itu tanpa mengeluarkan satu katapun, seolah-olah tatapan tajamnya sudah cukup untuk membuat laki-laki itu terdiam.

5 menit... 10 menit... 15 menit... hening tanpa ada satupun yang berbicara. Laki-laki itupun sudah lelah mencoba untuk membuat si wanita untuk berbicara atau setidaknya mau melunakkan ego yang ada di dalam dirinya.

Lelah. Rasa yang entah sejak kapan selalu muncul setiap mereka berdua berkomunikasi satu sama lainnya. Bagaikan setiap kata ataupun perbuatan yang dilakukan, selalu salah di mata mereka. Rasa bahagia yang selalu muncul setiap mereka berkomunikasi satu sama lain, ntah kemana kini sudah hilang tak pernah terasa lagi. Apa yang salah? Kenapa rasa lelah itu selalu datang? Bagaikan keduanya sudah tak ada lagi hal yang dapat menyenangkan satu sama lainnya.

Bosan? Atau memang waktu untuk mereka bersatu sudah habis? Mungkin iya, atau juga mungkin tidak. Tidak mau berpisah, tapi bersama pun rasanya menyakitkan. Sama-sama belum bisa merelakan.

"Mau kamu apa?" sekarang giliran wanita itu yang bertanya, membuat si laki-laki menegakkan duduknya, masih menegaskan otaknya kalau telinganya tak salah mendengar.

"Aku yang nanya duluan, kamu maunya bagaimana?" si wanita lagi-lagi mengkerutkan keningnya, bagaikan tak terima kalau pertanyaannya tak di jawab oleh si laki-laki, malahan si laki-laki bertanya balik.

"Kamu gak usah nanya aku. Udah cukup selama ini kamu ngikutin kemauan aku. Sekarang, gantian, kamu maunya gimana? Jangan nanya aku terus." Kalimat terpanjang yang keluar dari mulut si wanita dari 1 jam yang lalu ini, membuat laki-laki ini memperdalam tatapannya. Si wanita tak mau menatapnya, ia memalingkan matanya, dan fokus ke jalananan yang dilalui oleh mobil dan motor. "Tolong jawab jujur, jangan ada paksaan." Lanjut si wanita.

Laki-laki itu masih belum mau menjawab, masih memikirkan apa yang sebenarnya ia inginkan. Ia masih mau bertahan, tapi ada satu sisi yang membuatnya ragu. Lelah. Lagi-lagi rasa itu yang terlintas di pikirannya. Ia lelah menjalani hubungan yang sudah tidak baik ini. Seakan-akan energinya terkuras habis setiap harinya. Tak ada lagi rasa bahagia. Ingatnya. Hanya ada rasa lelah dengan pertengkaran yang tiada habis-habisnya. Dari hal yang sepele, sampai hal rumit. Setiap hari tak ada hari tanpa perdebatan, atau bisa-bisa menghilang berhari-hari hanya dengan alasan ingin menenangkan diri.

Apakah ini yang disebut dengan hubungan yang sudah tidak baik? Apa hubungan ini sudah tak bisa diperbaiki lagi? Ia bingung dengan semua pemikiran yang terus-menerus berputar di benakmya. Apakah sudah saatnya merelakan? Apakah nanti tidak akan menyesal? Laki-laki ini menghembuskan nafas dalamnya untuk yang kedua kalinya.

"Kamu tau kan kita sudah kemana-mana bareng terus. Aku mau terus kita sama-sama. Tapi ada sebagian diriku yang gatau kenapa, aku udah capek dengan kita. Kamu tau sendiri akhir-akhir ini kita selalu ga baik-baik aja. Aku capek. Kamu emangnya ga capek?" si laki-laki bertanya. Wanita itu hanya merespon dengan mengangguk. "Aku gatau salahnya dimana. Aku gatau harus ngelakuin apa lagi buat memperbaiki hubungan ini. Ya seenggaknya, gak berantem terus setiap hari."

"Aku juga gamau berantem terus." Wanita itu tiba-tiba berbicara dengan cepat. Raut wajahnya akhirnya menampakkan ekspresi yang selama ini ia sembunyikan. Rasa sedih, kecewa, bercampur menjadi satu. "Aku tau kamu capek kita berantem terus, aku juga. Aku ngerasa aku jadi orang yang jahat akhir-akhir ini. Aku selalu ngeliat apapun yang kamu lakuin itu ya emang salah. Aku selalu emosi, kecewa, marah, seakan-akan kesabaran aku udah sampai batasnya. Aku bingung, bingung sama diri ku sendiri, bingung cara ngeladenin kamu, bingung mau ku apa. Dan lalu, kesimpulan itu datang dengan sendirinya."

Laki-laki itu masih menatap dalam si wanita, ia masih belum mau membuka suara. Berharap si wanita melanjutkan perkataan ia tadi.

"Kita berdua sama-sama capek." Lanjut si wanita. "kita capek sama hubungan ini. Kita capek memperbaiki terus menerus yang salah dalam hubungan ini. Selama 4 tahun ini, kita terus memperbaiki, memperbaiki, dan memperbaiki. Kita ga menerima, itu yang salah dari kita."

Mereka berdua terdiam, terlarut dalam pemikiran masing-masing. Benarkah apa yang di katakan oleh si wanita? Apa benar mereka sudah mencapai batasnya? Mereka berdua sama-sama lelah dengan keadaan bersama ini.

"Mungkin benar apa kata orang." Si laki-laki tiba-tiba bersuara. Membuat perhatian si wanita teralih dari jalanan kota yang ramai, beralih menatap laki-laki yang masih duduk di depannya. "benar apa yang di omongin sama orang-orang. Kalau sayang ga harus bersama. Kita gak bisa maksa yang sayang sama kita untuk terus bersama. Gak adil kalau ada yang tersakiti karena kita maksa untuk terus bareng-bareng. Mungkin emang sudah waktunya merelakan."

Si laki-laki meraih tangan wanita yang di depannya. Di gengam dengan erat, sambil terus menatap wanita di depannya yang seperti berusaha untuk menahan air mata tak keluar begitu saja dari matanya.

"Aku sayang sama kamu." Ucap si laki-laki. "Tapi seperti yang kamu bilang, kita berdua udah sama-sama capek. Dan aku gamau terus-terusan ngebuat kamu capek karena terus maksa untuk bareng-bareng sama aku terus. Mungkin kita emang gak di takdirin bersama, hal yang paling amat aku sayangkan dalam kehidupan ini. Rasa kita udah tepat, tapi kita yang tidak tepat."  

LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang