Satu

78 11 8
                                    

Hari ini seperti biasa langit masih saja mendung, tanpa sedikitpun tetesan air hujan yang turun. Penampakan yang mengartikan seperti Tuhan tengah marah dengan para pengisi dunia, ya mungkin saja. Siapa lagi makhluk yang selalu berulah dan merusak alam jika bukan manusia, makhluk yang senantiasa berkuasa karena kedudukannya di puncak rantai makanan.

Daniella Arisha masih tertidur pulas, bahkan beberapa panggilan yang masuk ke dalam ponselnya ia hiraukan begitu saja. Jendela kamarnya terbuka, dan angin ia biarkan masuk begitu saja membelai setiap inci tubuhnya. Daniella punya kebiasaan aneh, agar bisa terlelap tidur ia harus membuka jendela kamarnya dan membuat angin meniup tubuhnya. Jika tidak, ia akan tertidur dengan kurang nyaman.

Jam alarm yang suaranya super keras memecah mimpinya, tangannya mulai meraba mencoba mematikan sumber. Namun karena kesadaran yang belum kembali sepenuhnya, jam tersebut jatuh dan terbanting ke atas lantai.

Daniella dengan cepat beranjak, mengambil dan memeriksa dengan detil setiap sisi dari jam kesayangannya. Napasnya kembali lega, ternyata jam nya masih baik-baik saja tanpa kecacatan yang baru saja menghantui pikirannya.

Ponsel Daniella kembali berdering, kali ini ia mengangkatnya karena sudah dalam keadaan sadar. Ia berdecak, karena ia dapati sudah banyak panggilan tidak terjawab dari sahabatnya, Surya.

"Pagi Daniella" sapa seseorag di ujung panggilan.

"ngapain sih lo nelponin gue mulu?" sifat dinginnya muncul lagi.

"Jogging yuk, gue udah di depan rumah lo nih. Nunggu dari setengah jam yang lalu. Mau nerobos masuk pada di kunci" jelas Surya panjang lebar.

Daniella menepuk jidatnya "Gila lo niat amat, ya udah tunggu, gue cuci muka dulu"

Surya mempersilahkannya, wajah Daniella masih terasa bengkak akibat tidur nyenaknya. Ia mengikat rambutnya asal lalu bergegas masuk menuju kamar mandi, memutar kran di wastafel kemudian membasangi wajahnya dan membersihkan setiap lekukannya. Ia lalu beranjak, menatap ceriman di depannya untuk beberapa lama.

Pikirannya lalu melayang, keluh kesah dan momen hidupnya dalam kurun waktu dua puluh tahun ini terputar kembali. Senyumnya tersungging, momen indah berasa orang yang dicintainya lewat begitu saja. Namun sayang, beberapa dari mereka telah tiada. Entah pergi di panggil oleh Tuhan, ataupun pergi meninggalkannya.

Setelah mengeringkan wajahnya dengan handuk, ia berjalan menuju depan rumah menghampiri sahabatnya yang mungkin telah dimakan rayap karena terlalu lama menunggu dirinya.

Ceklek.

Daniella membuka kunci lalu menatap sarkas kepada orang yang tengah duduk santai dengan kaki yang terlentang, Surya beranjak segera berdiri di hadapan Daniella.

"lama banget" ucap Surya memperhatikan wajah Daniella.

"Gue cuci muka dulu" Daniella lalu kembali masuk ke dalam rumahnya, diikuti oleh Surya yang mengekori dari belakang.

"wajah lo seperti biasa, kusut" ucap Surya lagi, lalu duduk di atas kursi meja makan Daniella.

Daniella tidak menggubrisnya, ia berjalan menuju dapur dan membuka tempat dimana bahan makanannya berada.

"Mau kopi?" Daniella menawari Surya.

Surya mengangguk "iyalah, ekspreso ya" dengan gesit Daniella membuatkan kopi yang dipesan oleh sahabatnya itu. Ia mulai meracik seakan tangan lentiknya tengah menari di balik mesin pembuat kopi. Surya tersenyum, dia sangat senang sekali jika sahabat yang selama ini dia cintai tengah membuatkan kopi untuknya.

Tidak membutuhkan waktu lama, kopi pesanan Surya sudah Daniella suguhkan di hadapannya. Asap ekspreso kesukaan Surya terlihat mengepul dan membelai penciumannya, Daniella lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Surya. Ia menyeruput coklat instan panas dari cangkir kesayangannya.

CassandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang